"Ayah doakan lancar dan ke terima" jawab ayahnya.
Vian pun pamit pergi untuk mempersiapkan segala sesuatunya mengikuti test, mulai dari pakaian sampai peralatan tulis dan berkas lamaran yang ia bawa.
Semua telah siap dan waktu sudah menunjukkan pukul tujuh, Vian kembali ke kamar ayahnya untuk pamit pergi berangkat test. Namun dilihat kondisi ayahnya semakin memburuk dengan nafas yang amat sulit dan wajah begitu pucat.
"Ayah, ayo ke rumah sakit saja" pinta Vian kepada ayahnya dengan kondisi yang semakin memburuk.
"Tidak usah, nak. Ayah tidak apa-apa, kamu berangkat test saja" ucap ayahnya yang berpura-pura tetap sehat.
"Jangan gitu, rejeki sudah ada yang ngatur. Kesehatan ayah yang paling utama. Tunggu sebentar, aku tak minta tolong pak feri meminjam mobilnya untuk membawa ayah ke rumah sakit" ucap Vian.
Vian pun pergi ke rumah pak Feri untuk meminta tolong meminjam mobil dan mengantarkan ayahnya ke rumah sakit.
"Assalammualaikum, pak Feri" teriak Vian memanggil pak Feri.
"Waalaikumsalam" jawab Pak Feri dari dalam rumah sembari membuka pintu rumahnya.
Pak Feri adalah tetangga sebelah kanan rumah Vian yang mempunyai mobil sehat karena beliau bekerja di puskesmas desa.
"Ada apa, mas Vian?" Tanya pak Feri.