"Siapa ya dia?" pikirnya.
Ia pun mendekat, masuk ke rumah seraya mengucapkan salam kepada ayah dan pria yg sedang mngobrol itu.
"Kenalkan ini Pak Syamsul, beliau ini mau menagih angsuran kredit ayah," ucap ayahnya sembari menunjuk pria yang tadi mengobrol dengannya.
"Kredit apa ini?" tanya Vian yang kaget karena baru tau tentang hutang ini.
Ayahnya memang mempunyai jumlah hutang yang cukup besar saat membutuhkan modal untuk berjualan di tokonya dulu. Namun karena ayahnya yang sakit, toko itu sekarang di sewakan dan seluruh dagangannya habis sehingga membuat ayahnya tak sanggup lagi membayar angsuran. Terpaksa ia sekarang menanggung hutang ayahnya yang besar.
"Angsuran bulan ini, saya akan bayar di akhir bulan," sahut Vian yang berjanji membayar angsuran.
Pak Syamsul pergi, menerima janji itu dan akan datang kembali menagih di akhir bulan ini. Vian kelihatan sedih, bingung memikirkan darimana ia mendapatkan uang untuk membayar angsuran di akhir bulan ini sedangkan ia saja berhenti bekerja dan sedang mencari pekerjaan baru. Uang tabungannya pun hanya cukup buat dia dan ayahnya makan sehari-hari, belum ditambah dengan biaya berobat ayahnya yang harus lima hari sekali ke dokter.
Terlihat wajahnya berubah, nampak gelisah, bingung sejak tau ayahnya memiliki hutang untuk modal tokonya dulu.
"Maafkan ayah sudah membebanimu dengan hutang dan sakit ayah," ucap ayah saat melihat Vian duduk sendirian di ruang tamu.
"Ayah tidak salah dan tidak membebaniku kok. Ini ujian, insyahallah ada jalannya nanti," ucap Vian tersenyum menghibur ayahnya yang juga nampak bersalah.
Malam pun datang, suasana kampung yang tadi ramai kini berubah menjadi hening, hanya terdengar suara binatang yang saling sahut.