Menurut Komnas Perempuan, pelecehan seksual sebenarnya mengacu pada perilaku yang bernuansa seksual, yang kemudian disampaikan melalui kontak fisik atau non fisik yang ditujukan pada bagian tubuh atau orang yang bersifat seksual. Perbuatan itu sendiri meliputi siulan, sindiran, komentar atau komentar yang bersifat seksual, menampilkan materi pornografi dan rayuan seksual, menusuk atau menyentuh bagian tubuh, isyarat atau isyarat yang bersifat seksual yang menyebabkan ketidaknyamanan, penyerangan atau penghinaan, dan berbagai kesehatan dan masalah keamanan dapat terjadi.
Pelecehan seksual bukan hanya tentang seks, Inti masalahnya adalah penyalahgunaan kekuasaan dan wewenang, meskipun pelaku mungkin berusaha meyakinkan korban dan dirinya sendiri bahwa pelecehan yang sebenarnya dilakukannya adalah murni ketertarikan seksual dan hasrat romantis.
( sumber: Gramedia.com )
Banyak orang dapat mengklasifikasikan kasus pelecehan seksual sebagai tidak normal atau negatif, terutama di Indonesia. Bagi masyarakat Indonesia, kasus pelecehan seksual merupakan kekerasan yang sering terjadi terhadap perempuan dan dapat dilihat dimana-mana, baik di tempat umum maupun pribadi (Dwiyanti, 2014).
Menurut Komisi Nasional (Komnas) perempuan, catatan tahunan 2016 menunjukkan 16.217 kasus pelecehan seksual berhasil dicatat. Hal ini disebabkan karena adanya budaya patriarki yang memposisikan laki-laki sebagai pemberani dan sering bebas melakukan apa saja terhadap perempuan, yang menjadi salah satu penyebab tingginya angka pelecehan seksual di Indonesia (Sakina dan Siti A, 2017).
Sementara itu, hasil survei tahun 2018 terhadap 62.224 responden oleh Coalition for Safe Public Spaces menunjukkan bahwa 3 dari 5 perempuan dan 1 dari 10 laki-laki pernah mengalami pelecehan seksual di tempat umum, dimana 28,22% mengalami pelecehan seksual di jalan umum dan 15,77. % di angkutan umum. (Aminah, 2020) Namun, angka tersebut hanyalah puncak gunung es dari pelecehan seksual yang sebenarnya terjadi di masyarakat.
Untuk tahun 2022, Komnas Perempuan mencantumkan judul CATAHU yang memberikan gambaran tentang dinamika jumlah, jenis, bentuk, wilayah dan hambatan struktural, budaya dan hukum kekerasan berbasis gender (GBG) terhadap perempuan, yang berbunyi “Bayangan Stagnasi:
Keterampilan pencegahan dan penanganan terhadap kekerasan seksual terhadap perempuan yang semakin banyak, beragam dan kompleks”.
CATAHU 2022 merekam dinamika pengaduan langsung ke Komnas Perempuan, Dinas dan Badilag. Sebanyak 338.496 kasus kekerasan seksual (GBG) terhadap perempuan yang tercatat dengan rincian, pengaduan ke Komnas Perempuan 3.838 kasus, lembaga pelayanan 7.029 kasus dan BADILAG 327.629 kasus.
Angka-angka ini mewakili peningkatan signifikan 50% kasus BEC terhadap perempuan, mencapai 338.496 kasus pada tahun 2021 (naik dari 226.062 kasus pada tahun 2020). Terjadi lonjakan tajam sebesar 52% pada data BADILAG yaitu 327.629 kasus (dari 215.694 kasus pada tahun 2020)
Pengaduan yang ditujukan kepada Komnas Perempuan juga meningkat signifikan sebesar 80 persen dari 2.134 kasus pada tahun 2020 menjadi 3.838 kasus pada tahun 2021. Sebaliknya, data provider mengalami penurunan sebesar 15%, terutama karena downtime beberapa fasilitas layanan selama pandemi Covid-19, sistem dokumentasi kasus yang tidak memadai, dan sumber daya yang terbatas.
Ada tiga penjelasan utama mengenai munculnya Kekerasan/Pelecehan Seksual yaitu:
1. Penegasan yang mengarah ke kondisi internal, karakteristik pribadi pelaku kekerasan/pelecehan seksual menyebabkan kekerasan seksual.
2. Penjelasan-penjelasan yang menimbulkan sebab-sebab yang berkaitan dengan kepemilikan
kepribadian korban. Di sini kekerasan/pelecehan seksual yang dialami korban disebabkan oleh perilaku korban sendiri
mengundang atau bahwa korban memiliki ciri-ciri kepribadian
membuat mereka mudah mengalami kekerasan/pelecehan seksual
3. Pernyataan feminis dimana
kekerasan/pelecehan seksual terhadap perempuan merupakan produk struktur
Sosialisasi dan sosialisasi dalam masyarakat yang mengutamakan dan mendahulukan kepentingan dan cara pandang laki-laki serta mengakomodir perempuan
jenis kelamin yang lebih rendah dan kurang berharga dibandingkan laki-laki.
Pelecehan seksual dibagi menjadi lima jenis tergantung pada kategorinya, yaitu:
1. Pelecehan Seksual
Komentar dan perilaku seksis yang menyinggung atau mempermalukan wanita. Contohnya termasuk komentar yang menghina, gambar atau tulisan yang kemudian merendahkan wanita, lelucon cabul dan humor tentang gender atau wanita secara umum.
2. Perilaku Menggoda
Perilaku seksual kemudian menyinggung, tidak pantas dan tidak diinginkan. Contohnya termasuk mengulangi rayuan seksual yang tidak diinginkan, memaksa lawan jenis untuk makan malam, minum atau berkencan, mengirim surat dan panggilan telepon tanpa henti setelah penolakan, dan rayuan serupa.
3. Penyuapan Seksual
Kembalikan permintaan dan janji terkait aktivitas seksual atau perilaku seksual lainnya. Rencana ini dapat dilakukan secara terang-terangan atau secara halus. Hal-hal seperti itu juga masuk dalam kategori pelecehan seksual.
4. Serangan Seksual
Untuk memaksa aktivitas seksual atau perilaku seksual lainnya di bawah ancaman hukuman. Contohnya termasuk evaluasi pekerjaan yang negatif, sanggahan, dan ancaman kematian. Jika Anda menerima perlakuan tersebut, segera beritahu kerabat Anda atau laporkan ke pihak berwajib.
5. kejahatan seksual
Pelecehan seksual yang serius (seperti menyentuh, mencicipi atau meraih) atau kekerasan seksual termasuk dalam kategori pelecehan seksual.
Terdapat beberapa faktor mengapa laki-laki melakukan pelecehan seksual terhadap perempuan. Berikut penyebab pelecehan seksual yang perlu kamu ketahui:
1. Korban mudah ditaklukkan
Laki-laki memandang perempuan lemah, sehingga menempatkannya pada posisi bawah yang harus dikuasai. meski tidak jarang pula laki-laki juga dilecehkan secara seksual, biasanya pelakunya lebih dominan sehingga berani melakukannya.
2. Hawa Nafsu
Gairah seksual yang tidak tersalurkan juga dapat menjadi faktor terjadinya pelecehan seksual. pelaku melampiaskan hasratnya dengan melakukan pelecehan seksual. bisa jadi korban tidak berpotensi menjadi sasaran pelecehan, namun pelecehan seksual terjadi karena dorongan seksual dari pelaku.
3. menjadi korban
Riwayat kekerasan seksual saat kecil juga bisa menjadi penyebabnya. adanya trauma tersebut membuat pelaku ingin membalasnya ketika dewasa, tanpa padang bulu, subjeknya bisa siapa saja yang ada di dekatnya. yang biasanya membuat pelaku merasa lebih kuat.
4. Patriarki dalam masyarakat yang masih kuat
Munculnya pelecehan seksual tidak terlepas dari sistem patriarki yang masih mengakar di masyarakat . seringkali, budaya patriarki juga memahami pelecehan seksual ini dan malah menyalahkan korban atau Victim-blame. misalnya, perempuan dianggap ''mengundang" dalam banyak konteks pelecehan karena ia memakai baju yang terbuka.
5. Fantasi seksual
Beberapa orang memiliki fantasi seksual yang kasar atau liar. misalnya, jika mereka membayangkan mengikat pasangannya dan membuatnya kesakitan, mereka akan menjadi terangsang. satu orang mungkin memiliki preferensi yang berbeda dengan yang lain, yang juga dapat menyebabkan pelecehan atau kekerasan seksual.
6. kebiasaan menonton konten pornografi
Alasan pelecehan seksual mungkin terkait dengan kebiasaan mengonsumsi pornografi. misalnya membaca atau menonton pornografi secara rutin. hal ini dapat menimbulkan fantasi seksual yang jika tidak disalurkan dengan baik dapat menimbulkan pelecehan seksual.
Perlindungan hukum yang dapat diberikan untuk perempuan yang menjadi tindak kekerasan/pelecehan seksual dapat diberikan melalui undang-undang No. 23 Tahun 2004 tentang PKDRT dan KUHP yang menyangkut "Perkosaan" pasal 285 KUHP yang merupakan tindak kekerasan seksual yang sangat mengerikan dan merupakan tindakan pelanggaran hak-hak asasi manusia yang paling kejam terhadap perempuan, juga oleh UU No. 13 Tahun 2006 khususnya dalam pasal 5, pasal 8, dan pasal 9 yang merupakan hak dari perempuan yang menjadi korban.
Sedangkan Penuntutan kekerasan/pelecehan seksual terhadap perempuan diatur dalam KUHP, yaitu:
Penghinaan terhadap kesusilaan publik (281, 283, 283bis), perzinahan (Pasal 284), pemerkosaan (Pasal 285), pembunuhan (Pasal 338), percabulan (289, 290, 292, 293(1), 294, 295) 1)) . Pasal 285 khusus perkosaan adalah perbuatan yang sangat merugikan perempuan korban kekerasan seksual karena mengalami rasa malu seumur hidup dan sangat merugikan kelangsungan hidupnya, oleh karena itu ancaman hukumannya 12 (dua belas) tahun.
Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang PKDRT, pelaku kekerasan seksual diancam dengan sanksi Pasal 46, 47 dan 48, dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun. . denda minimal Rp. 12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) dan sampai dengan Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Dan mereka yang melakukan kekerasan/pelecehan seksual terhadap anak perempuan menghadapi hukuman pidana berdasarkan Perpu No. 1 tahun 2016, yaitu. pidana mati, pidana seumur hidup, pidana penjara paling lama 20 tahun dan pidana penjara paling singkat 10 tahun. Perpu ini juga mengatur tiga sanksi lainnya, yakni kebiri kimia, pengungkapan identitas kepada publik, dan pemasangan alat pengenal elektronik.
Nama: Violita Chasanah
Nim: 07041182227017
Dosen pengampu: Nur Aslamiah Supli, BIAM, M.SC.
Referensi:
https://www.gramedia.com/literasi/pelecehan-seksual/
https://www.klikdokter.com/psikologi/kesehatan-mental/11-alasan-orang-melakukan-pelecehan-seksual
Neoh, G., & Oktavianti, R. (2021). Komunikasi Organisasi Komnas Perempuan Dalam Menyikapi Penyelesaian Kasus Pelecehan Seksual. Koneksi, 5(1), 139-150.
Anggoman, E. (2019). Penegakan hukum pidana bagi pelaku kekerasan/pelecehan seksual terhadap perempuan. Lex Crimen, 8(3).
Sumera, M. (2013). Perbuatan kekerasan/pelecehan seksual terhadap perempuan. Lex et Societatis, 1(2).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H