Â
"Hmmm... Apakah sulit masuk biara?", tampak Dhea mulai mengernyitkan dahi diringi jarinya menggaruk di bagian pelipis. "Ah, besok aku akan bertemu Suster Carolina dan bertanya tentang kongregas biarawatii serta segala proses masuknya", Dhea menjentikkan jarinya diidringi kibasan poni sampingnya, lalu kembali duduk di meja belajarnya.
Â
***
Â
"Dhea, kalau kamu lulus SMA nanti, kamu mau melanjutkan kuliah dimana?", tanya ayah Dhea disela-sela makan malam bersama. Ibu dan adik Dhea pun langsung menatap Dhea bersamaan demi mendengar jawaban dari Dhea. Jantung Dhea pun berdegup kencang. Gerakan tangannya menjadi tidak tenang. Rasa makanan di mulutnya pun sejenak menghilang. Kedua kakinya pun ikut bergerak mencoba mengumpulkan kekuatan untuk  menjawab pertanyaan ayahnya yang mendadak bak petir  di siang bolong. Sorotan mata dan raut wajah yang tak biasa menandakan keseriusan jawaban yang akan dilontarkannya. Lalu Dhea menyimpan sendok makannya sambil menatap ke arah ayah, ibu, dan adiknya. "Ayah, ibu, Dhea ingin masuk biara. Dhea mau menjadi suster biarawati seperti Suster Carolina, suster pendamping Dhea di sekolah", Dhea menjawab pertanyaan ayahnya dengan penuh keyakinan. Tampak raut wajah ayah, ibu, dan adiknya memperlihatkan ekspresi terkejut mendengar jawaban Dhea yang spontan namun yakin dan mantap itu.
Â
"Mbak yakin mau menjadi suster biarawati?", tanya adik Dhea polos sambil memasukkan nasi ke mulutnya dan meninggalkan  sebutir nasi di bibirnya. Ibunya pun menatap Dhea sambil membersihkan nasi yang ada di atas bibir adik Dhea.
Â
"Iya Dhea, coba kamu pertimbangkan lebih dulu. Tapi, kalau kamu sudah yakin dan mantap, ibu mendukung keputusanmu", jawaban ibunya membuka jalan bagi Dhea untuk masuk biara.
Â