Cobalah dideteksi makna penggunaan kata "Minyak." Dalam mazmur 23 "minyak" menunjuk tentang kesukaan. Dalam Yesaya 1:6, "Minyak" sama dengan/ simbol ketentraman. "Minyak" juga bicara soal urapan seorang imam sebagaimana di Kitab Keluaran, 30, dan sangat erat kaitan dengan atau menyebut tentang "kepantasan, kelayakan atau kesucian".
Sehingga bicara soal berkat yang Tuhan perintahkan pada suasana damai yang sungguh amat baik itu, adalah bicara tentang "kesukaan," bicara tentang "ketentraman" dan bicara tentang "kesucian-kekudusan". Oleh karena itu ketika dikorelasikan dengan pernyataan tentang "Minyak yang baik di atas kepala meleleh ke janggut lalu ke leher jubah" sesungguhnya sedang berbicara tentang "kelimpahan".
"Berkat yang diperintahkan" itu sungguh melimpah, tumpah ruah sehinga merembes, meleleh ke leher jubbah. Ini menunjukkan porsi "berkat" Â yang melebihi dari apa yang pernah diberikan Tuhan kepada Bangsa pilihan-Nya.
Pada titik ini yang dipersoalkan adalah soal kuantitas, jumlah namun dalam konteks tulisan Daud ini adalah soal kualitas atau mutu. Pertanyaanya, "Seperti apa kelimpahan yang berkualitas itu"? Jawaban biblisnya adalah seperti "embun di gunung Hermon mengalir ke bukit-bukit Sion".
Walau demikian jawabannya namun secara realistik logic hal ini tidak mungkin, bahwa embun dari gunung Hermon menetes (mengalir) sampai ke bukit-bukit Sion. Bagaimana hal itu mungkin? Gunung Hermon posisinya di wilayah utara, gunung ini diyakini gunung tertinggi di Palestina, letaknya hanya 22 km di sebelah utara "Kaisarea Filipi" memiliki ketinggian sekitar 2814 dari permukaan air laut.
Sion terletak di wilayah selatan. Kita kemudian berusaha membayangkan seperti ini, embun itu mengalir dari utara ke selatan. Bisa? (hanya mungkin bagi Allah). Tetapi ketika bicara soal kualitas, maka jelas bahwa situasi alam panas terik tidak menghalangi embun itu mengalir dari utara menuju selatan, tidak bicara jumlah tetapi dia bicara soal kualitas, sehingga point yang berkaitan dengan "berkat yang diberikan Tuhan" bukan cuma soal kelimpahan, berlimpah melebihi porsi tetapi Tuhan berikan yang berkualitas, dan kualitasnya tidak dapat dibandingkan dengan apapun.
Keempat, Penegasan pernyataan pada Mazmur di atas hanya terjadi dan diperintahkan untuk mengalir dan berlaku hanya bagi atau untuk mereka (orang-orang/ pribadi-pribadi/kelompok-kelompok) dalam kondisi yang "sungguh amat baik, benar-benar harmonis, rukun dan damai". Pada kondisi itulah berkat dicurahkan.
Pemaparan atas dasar tafsiran di atas menuntut refleksi lanjut, "Bagaimana mengkondisikan tafsiran berkaitan dengan "kerukunan hidup yang berkelimpahan dan berkualitas" pada situasi dan kondisi hidup sosial religious kita?Â
Ketika damai sejahtera tersendat dalam kebersamaan hidup, merasa tidak diberkati, jangan-jangan Yahad (kondisi kerukunan) tidak dimiliki, sedang tidak terjadi dan menyebabkan berkat tidak diperintahkan oleh "Yang Empunya Berkat." Karena berkat dari Tuhan hanya terbuka bagi keadaan (suasana) yang sedang rukun. Katakan rukun beresiko berkat atau mendatangkan berkat.
Hal-hal seperti kondisi yang tidak rukun, tidak harmonis biasanya dianggap sepeleh dan lumrah, tetapi sesungguhnya amat penting, sementara kualitas rukun itu harus dalam takaran Tuhan, yakni "Tov" atau "sungguh amat baik" supaya ke sanalah berkat diperintahkan.
Bagaimana mungkin kita akan bicara tentang kerukunan, suasana damai kalau fokus kehidupan diarakan kepada perbedaan, diarahkan kepada kepentingan yang tidak sama, bahkan acap kali realita ini menjadi batu sandungan untuk melahirkan skisma atau perpecahan. Kita pun harus sadar bahwa perbedaan sekalipun adalah anugerah dari Tuhan, kita diajak untuk belajar pada tanda alami pada pelangi atau "Busur Allah".