Mohon tunggu...
Vinsens Al Hayon
Vinsens Al Hayon Mohon Tunggu... Guru - Penyuluh-Guru

Menulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Merenda

13 Juni 2024   12:30 Diperbarui: 1 Juli 2024   03:28 93
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Insert, Dia punya "nama").

(By. Al Hayon Vinsens)

Terinspirasi dari kisah biblis yang berkaitan dengang soal memberi "nama" kepada seorang anak, -bahwa pasangan suami istri Zakharia dan Elisabet harus memberi nama kepada putera mereka, tulisan reflektif ini hadir untuk mengajak kita, siapapun dia, terkhusus yang sempat membaca tulisan kecil ini, tergugah untuk memberi "nama" terbaik dan terhormat kepada anak keturunannya.

"Nama" secara inse mengandung kisah dan aneka makna. Karenanya satu adagium Latin tua yang masih populer dan relevan sampai saat ini membungkus rapih kisah tentang pemberian "nama" dan aneka kandungan makna di dalamnya, dengan proverbianya (pepata) yang terkenal: "Nomen est omen." Artinya "Nama adalah tanda."

Terjemahan bebas untuk pepata Latin tua di atas, bisa juga, "Nama menunjukkan pribadi." Proverbia ini boleh diakui sangat inspiratif  karena pemberian "nama" merujuk atau identik sekali dengan pribadi seseorang. 

Dari "nama", kita bisa mengenal siapa pribadi pemilik nama tersebut, dan apa pesan khusus, baik dari alam, ekpresi iman, gambaran warisan leluhur maupun harapan yang melekat kuat pada pemakai nama itu, ibu bapaknya, juga orang-orang di sekitarnya.

"Nama" itu penting sehingga setelah Opus Magna Dei (Karya Besar Tangan Allah), karya mencipta dan menjadikan alam semesta dan segala isinya, "Allah memanggil setiap yang dihcipta-jadikan dengan nama mereka masing-masing." 

Biasnya adalah setiap "Nama" yang dikenakan pada setiap kita, siapa pun dia, entah dari agama mana pun, dengan bahasa  dan dalam budaya apa pun memiliki kisahnya sendiri dan sungguh amat bermakna.

"Nama" selain menunjuk kepada identittas, harapan, jabatan, tugas, situasi, rasa syukur, devosi-penghormatan, optimisme, juga merupakan ungkapan iman dan percaya dari pemakai.  

Misalnya ada yang mengenakan nama Noel Sola Gratia, (Lahir jelang hari raya keagaman dan hanya karena rahmat/ berkat),  atau nama Benediktus (Terberkati), Bernabas (Putra penghibur) atau Sundey Amanda (Saat lahirnya pada Hari Minggu, kehadirannya sangat dirindukan karenanya dicintai). Demikianlah beberapa contoh nama dengan aneka makna dan arti.

Kisah biblis sebagaimana yang dialami pasangan suami istri: Zakharia dan Elisabet sangat unik bahkan ajaib berkaitan dengan "pemberian nama" pada putera mereka. 

Sejak Elisabet mengandung, dan melahirkan, terkhusus pada hari kedelapan, hari penyunatan anaknya menururt Hukum Yahudi, persoalan pemberian nama untuk bayinya menjadi pergunjingan yang hebat.

Menurut tradisi, dan pandangan Yahudi bahwa anak sebagai penyambung indentitas suku, keluarga, pewaris budaya leluhur,  memberi "nama Yohanes" kepada putera mereka sangatlah tidak mungkin. "Karena tidak ada di antara sanak saudara mereka yang bernama demikian", (bdk. Luk: 1:61). Tetapi apa mau di kata, atau heranya "Nama Yohanes" lah yang dikenakan.

Pada koridor ini iman Zakharia dan Elisabet mengajarkan bahwa pemberian nama "Yohanes" telah melibatkan Sang Pemberi Hidup. Katakan, keterlibatan Tuhan dalam kehidupan seseorang sudah dimulai sejak awal kehidupan dan perlu selalu diperhitungkan. 

Dan lihatlah Tuhan telah terlibat sejak anak Zakharia dan Elisabet itu ada dalam kandungan ibunya. "Tuhan telah memanggil aku sejak dari kandungan. Telah menyebut namaku sejak dari perut ibuku. Olehmu Aku akan menyatakan keagunganKu," demikian warta Nabi Yesaya, (bdk. Yes. 49: 1,3).

Sang Pemberi Kehidupan sungguh-sungguh terlibat dalam kehidupan setiap kita, siapa pun dia, dan sejak dalam kandungan ibu. Peristiwa  yang dialami keluarga Zakharia (dan Elisabet) adalah bukti nyata dan sangat historik. 

Lihatlah "nama" putera mereka  "Yohanes" adalah nama pemberian  Allah sendiri sehingga Zakaria dan Elisabeth tidak bisa memberi nama lain selain "Yohanes".

Mereka merenda "Nama" anak mereka dalam Kehendak Allah. Hal ini bukti ketaatan Zakharia dan Elisabet pada kehendak Allah. Keduanya tidak bisa lakukan hal yang bertentangan dengan kehendak Allah dan oleh ketaatan itu, efeknya sungguh terasa dan nyata mereka merawat dengan kasih dan membesarkan anak itu dengan cinta. Lukas memberi kesaksian, bahwa "Allah menjadikan anak itu (Yohanes) bertambah besar dan makin kuat rohnya," (Bdk. Luk. 1:80).

(Dokpri, pesan inapiratif utk kehidupan)
(Dokpri, pesan inapiratif utk kehidupan)
Luar biasa, keterlibatan Allah dalam kehidupan seorang Yohanes. Keterlibatan ini adalah indikasi keterlibatan Allah kepada setiap orang, kepada semua anak. Kepada Yohanes, Allah terus memeliharanya sejak dalam kandungan ibunya sampai ia tumbuh besar dan berkarya sebagai bentara Yesus, dan oleh karena nama "Yohanes" itulah keajaiban terjadi pada ayahnya, Zakharia.

Ia sebelumnya bisu oleh suatu penglihatan di Bait Allah, sebelum kelahiran puteranya dan dapat berbicara lagi setelah memberikan "Nama Yohanes" pada anaknya seturut pesan dalam peglihatannya. 

Efek atau imbas keajaiban yang terjadi pada diri Zakharia, oleh karena memberikan "nama Yohanes" pada puteranya, secara spiritual dan jasmaniah adalah Allah dimuliakan. Maka sejalan dengan apa yang dinubuatkan Nabi Yesaya: "Olehmu (Yohanes) Aku akan menyatakan keagunganKu" (bdk. Yes. 49:3).  

Nomen sungguh omen, "Nama" adalah tanda dan mankala dikenakan dan dipakai pada siapa dan apapun mempunyai makna dan arti yang luar biasa. Maka oleh "Nama" dan untuk "Nama" itu, tidak menuntut lain selain penghormatan, penghargaan dan harapan. 

Nama yang dikenakan diharapkan dapat memberikan sesuatu yang bermanfaat, tidak hanya untuk pemakainya tetapi juga untuk orang banyak, terutama untuk orang-orang di sekitarnya.

Mari kita coba renungkan "Nama Indonesia" untuk Negara, bangsa dan masyarakat Indonesia. Pemberian nama itu sebelumnya datang dari luar dengan berbagai sebutan, tujuan dan kepentingannya masing-masing.

 Mulanya di tahun 1855, Indonesia dengan pulau-pulau yang membentang luas di kawasa  asia selatan dan tenggara disebut Hindia Timur. Bangsa Arab menyebutnya, "Jaza'ir-Jawi" (Kepulauan Jawa). 

Masuk dalam kelompok kepulauan  di Asia Tenggara maka Bangsa Eropa menyebutnya "Hindia Belakang". Sebutan yang lain lain Kepulauan Melayu.

Pada masa kolonial Belanda, disebut Hindia Belanda (Nederlandsch-Indie) , dan pada masa pendudukan Jepang menyebutnya dengan To-Indo ( Hindia Timur). Pernah juga Eduard Douwes Dekker (Multatuli) menyebut kepulauan Indonesia dengan "Kepulauan Hindia", nama itu tidak popular, (Https://id.wikipedia.org. 13/6/24, 12.30). 

Namun dalam Pembukaan UUD 1945, ditukis, "Atas berkat Rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorong oleh keinginan luhur supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas maka rakyat Indonesia menyatakan kemerdekaanya, dstnya..., sampai pada kalimat: "Terbentuk dalam satu susunan Negara  Republik Indonesia..." 

Jadi "Nama Indonesia" yang terlahir dan terbentuk dalam penyelengaraan Ilahi dan perjuangan seluruh masyarakat Indonesia, telah menyatukan seluruh warga dan masyarakat Indonesia yang multi kultur, agama, suku dan bahasa.   

Karenanya supaya Nama Indonesia tetap ada, maju ke depanya dan satu-bersatu seluruh masyarakatnya, terjamin kebersamaan yang damai sejahtera maka mari "kita berjalan bersama" dalam membangun manusia-manusai Indonesia yang Pancasilais, yang bersatu, adil dan makmur. Tuhan menyerati dan memberkati kita. Kita akan terus bertumbuh jadi bangsa yang besar dan kuat dalam roh. ***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun