Di zaman ini dengan cirikhas teknologi yang kental, jika  masih terdapat fakta bahwa kinerja guru belum terbaca pada kesuksesan sekolah dan peserta didik maka perlu "saat teduh" untuk introspeksi diri berkaitan dengan keterpanggilan dan komitmen sebagai guru.
Keterpanggilan sebagai "born teacher".
Guruku guru hebat dengan aneka tugas, peran dan tanggungjawabnya sangat menentukan majunya pendidikan. Tesis ini mendukung slogan, "No teacher, no education! No education, no economy and social development," yang disampaikan Danim (2011) dalam bukunya, "Pengembangan Profesi Guru." Â
Dalam suatu proses pembelajaran kinerja guru masih berada diurutan depan dan hal ini tidak dapat disangkal dan dibantah, sekalipun dibandingkan dengan kerja komputer yang mempermudah segala pekerjaan sebagai bukti kemajuan teknologi.
Jadi sehebat apapun kemajuan teknologi tidak akan pernah menggantikan seratus persen peran guru karena "teacher is many things", ungkap Young dan Pullias (1979) dalam tulisannya, "A teacher is many things". Guru punya "human touch." Jadi sebagai "the man behind the gun," layaklah predikat itu disandangkan.
Guru yang punya human touch adalah subyek dari segala usaha  pembelajaran. Dengan menjadi subyek (berkepribadian/ punya integritas) ia akan memandang peserta didik sebagai subyek yang bermitra denganya untuk mencapai satu tujuan, yakni sukses dan berkualitas.
Pada tataran ini prinsip win-win solution diutamakan dalam menangani persoalan pembelajaran, dan bukannya win-loose (menang di pihak guru dan kalah di pihak peserta didik). Guru berjuang bersama peserta didik untuk capaian "hasil maksimal dan optimal." Kiranya ini merupakan satu di antara misi dari kurikulum merdeka; merdeka belajar dan merdeka belajar.
Sebagai "the man behind the gun," guruku guru hebat selalu menghendaki peserta didiknya maju dan bukannya kalah dalam perjuangan. Bersama prinsip ini guru bertugas membangun peradaban melalui pendidikan dan dengannya membangun suatu pola relasi kemitraan. Suatu pola relasi yang memandang peserta didik sebagai subyek pembelajaran.
 Atas pola relasi demikian tergeraklah budi dan hati sang guru untuk berjuang dalam rasa sepenanggungan dengan peserta didik untuk raih hasil yang memuaskan. Suatu hasil capaian yang obyektif, dan inilah kualitas dalam pendidikan yang selalu dicari dan diupayakan.
Perjuangan sampai pada titik kualitas seperti ini memberi bukti bahwa tugas, peran guru lahir dari sesuatu yang intrinsik. Ke sana seorang guru dipanggil, dan ini hakekat seorang born teacher, (terlahir sebagai guru).