Nah, kombinasi antara ketiga hal yang tidak balance tersebut menyebabkan saya mendapatkan penambahan berat badan yang sangat signifikan. Sudah susah gerak, tidur melulu, makan yang manis-manis.Â
Ditambah pula saat itu saya sering meminum obat parasetamol untuk mengatasi gejala sakit kepala akibat stress saya. Maka jadilah saya yang memiliki berat badan 85 Kg di akhir masa SMA.
Namun, seiring berjalannya waktu dan berkurangnya stress saya, meskipun sekarang stress dan dampak dari Cancel Culture itu belum hilang, saya sudah bisa berolahraga kembali.Â
Pandemi memaksa saya untuk berolahraga dengan alat yang bernama Sepeda. Sepeda selain menjadi olahraga kesenangan saya kala ini, alat tersebut juga bisa menjadi pelarian saya dari segala masalah di masa lalu yang terkadang menghantui.Â
Ketika saya bersepeda, pemikiran-pemikiran tersebut tetap muncul, namun setidaknya mereka tersalurkan untuk membakar lemak-lemak saya yang menumpuk.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H