Mohon tunggu...
Liong Vincent Christian
Liong Vincent Christian Mohon Tunggu... Wiraswasta - https://www.facebook.com/Bulirberas-by-Liong-Vincent-Christian-304840243568837

Lahir 20 Mei 1985 Suka menulis tulisan bertema sosial politik dan psikologi. Juga membuat kalimat Bergambar yang diberi label Bulirberas

Selanjutnya

Tutup

Money

Kesalahan Bukan pada Vaksin Covid19, Tetapi pada Kesesatan Definisi

11 Maret 2021   08:20 Diperbarui: 11 Maret 2021   17:46 235
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Kesalahan Bukan Pada Vaksin Covid19, Tetapi Pada Kesesatan Definisi

Hal: Vaksin Covid19, Swap PCR Test, Upah Harian Pekerja dan Kesesatan Definisi Positif atau Negatif

Oleh: Liong Vincent Christian

Jakarta 10 Maret 2020

https://www.kompasiana.com/vincentcliong/60496dd78ede4804806d7183/kesalahan-bukan-pada-vaksin-covid19-tetapi-pada-kesesatan-definisi https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=10158485917133052&id=721668051

[Tulisan ini ditulis oleh seorang awam yang tidak mengerti dunia kedokteran, seorang alumni penderita Covid19 yang sudah PCR Negatif setelah menjalani pengobatan di RS Covid. Tulisan ini berisi asumsi dan asumsi yang bisa saja kesimpulannya salah karena pengetahuan penulisnya yang terbatas.

Mohon membaca tulisan ini dengan tuntas supaya tidak salah mengartikan. Kesimpulan dan solusi permasalahan dituliskan di bagian akhir tulisan sebelum lampiran tulisan "Positif Setelah Vaksin".]

Beberapa hari yang lalu, saya menemukan sebuah tulisan dari Bp. Dahlan Iskan yang berjudul:

“Positif setelah Vaksin”  yang diposting di e-link: https://www.disway.id/r/1243/positif-setelah-vaksin dan https://www.jpnn.com/news/positif-setelah-vaksin .

Tulisan “Positif setelah Vaksin” memunculkan asumsi-asumsi dan pertanyaan saya seputar Vaksin Covid19, Swap PCR Test, Upah Harian Pekerja (sumber nafkah bagi yang menerima vaksin) dan Kesepakatan Definisi & SOP seputar Covid19.

[Kalimat-kalimat yang diapit dengan tiga tanda kutip (“”” ***. “””pembuka dan tiga tanda kutip penutup mengutip langsung tanpa mengubah isi kalimat dari tulisan “Positif setelah Vaksin” karya Dahlan Iskan ini.]

Saya mengumpulkan beberapa asumsi tentang sifat virus Covid19, Swab PCR Test (Covid19) dan peraturan di beberapa kantor atau tempat kerja bagi yang berpenghasilan menengah ke bawah, saya coba rincikan dulu asumsi-asumsi saya sebelum mempertanyakan solusi apa yang sudah tersedia menghadapi fenomena ini:

1. Vaksin Sinovac buatan Republik Rakyat Tionghoa menggunakan cara yang lebih kuno yaitu dengan menyuntikan virus mati ke tubuh peserta vaksin, sehingga tubuh berusaha mengenali virus mati yang masuk dan membuat antibodi untuk berjaga-jaga dan melawan jenis virus tersebut.

2. Swap PCR sangat teliti untuk mengetahuiapakah ada Virus Covid19 di dalam tubuh pasien tetapi kesulitan membedakan virus hidup dan virus mati. Semakin kecil angkanya berarti virus (hidup atau mati) semakin mudah ditemukan, berarti virusnya semakin banyak. Semakin besar angkanya berarti virus (hidup atau mati) lebih sulit ditemukan, berarti jumlah virus semakin sedikit. Jika angka lebih besar dari empat puluh kondisi ini disebut Negatif (Hasil Swap PCR Negatif). Biaya 1x pengetesan Swap PCR adalah sekitar satu juta rupiah.

3. Di banyak tempat kerja biasanya ada memperlakukan aturan bahwa jika hasil Swap PCR Positif, atau Swap Antigen Positif; maka tidak boleh masuk bekerja sampai hasil PCR Negatif plus dua minggu tambahan waktu karantina mandiri sejak hasil Swap PCR Negatif. Di beberapa tempat kerja terutama bagi pekerja rendahan misalnya Pembantu, Office Boy, Satpam, dlsb terdapat gaji bulanan, uang makan harian dan uang transport harian. Gaji bulanan biasanya lebih kecil, presentase gaji yang lebih besar diletakkan di uang makan harian dan uang transport harian. Jadi yang diterima hanya gaji bulanan saja jika tidak hadir bekerja. Bagi pembantu rumah tangga bahkan jika Swap PCR Positif bisa diberhentikan secara sepihak oleh majikan.

4. Normalnya jika tanpa gejala setidaknya hasil Swab PCR akan Negatif di minggu ke 3, jika panjang waktunya meskipun semua virus telah mati maksimal (kasus jarang) bisa sampai 3 bulan PCR tetap Positif. PCR Negatif atau Positif terkait keberadaan virus hidup maupun mati selama ada virusnya akan ditunjukkan dengan hasil PCR Positif. Jadi jika seseorang diketahui PCR Positif akan dirumahkan minimal 3 minggu (PCR Positif) ditambah 2 minggu (setelah PCR Negatif) samadengan 5 minggu. Selama lima minggu karena tidak hadir, maka tidak mendapatkan uang makan harian dan uang transport harian yang biasanya porsinya lebih besar dari gaji bulanan, ditambah harus membayar biaya Swab PCR Test sendiri. Umumnya yang terjadi demikian, meskipun bisa saja tempat kerja berbelaskasihan sehingga membuat kebijakan kebijakan untuk menolong pekerja dalam urusan uang/sumber nafkah.

5. Jika seseorang hendak masuk rumah sakit biasa/umum (bukan rumahsakit khusus Covid19) maka aturannya akan dilakukan Swab PCR Test, bahkan sekedar mau melakukan CT Scan di beberapa rumah sakit diwajibkan Test PCR, hasilnya harus Negatif terlebih dahulu untuk bisa ditangani. Jika seseorang kecelakaan dan harus segera ditangani, tetap pasien tersebut harus di test PCR terlebih dahulu dan hasilnya negatif baru boleh ditangani. Jika hasil Swab PCR Test nya Positif, maka pasien akan ditolak. Pasien yang PCR Positif prosedurnya harus dirawat di rumah sakit khusus Covid19, masalahnya rumahsakit Covid19 tidak dipersiapkan untuk menangani pasien dengan penyakit atau gejala di luar seputar masalah Covid19. Kesimpulannya jika seseorang pasien perlu penanganan langsung dan tidak bisa menunggu hasil PCR Test yang biasanya makan waktu sehari, maka beresiko tidak tertolong. Jika seorang pasien hasil PCR Test nya Positif maka jelas tidak ditangani, Rumah sakit akan menolak, jika penyakitnya gawat mungkin tidak tertolong.

6. “””Kita sudah tahu afikasi vaksin Sinovac itu 65 persen. Artinya: dari 100 orang yang divaksin ada kemungkinan yang 35 orang tidak berhasil. Yakni tidak berhasil memiliki anti-virus Covid-19.”””

Apakah definisi seseorang divaksin dan hasilnya berhasil atau gagal? Dari proses suntikan vaksin pertama, kemudian suntikan vaksin kedua, kemudian ada jangka waktu lagi hingga 14 hari setelah suntikan vaksin kedua; “””Begitu suntikan kedua melewati hari ke 14 sebaiknya memang tes: apakah "saya'' tergolong 65 persen atau masuk yang 35 persen.””” Jarak suntikan pertama ke suntikan kedua adalah 14 hari, lalu keberhasilan vaksin baru diketahui 14 hari setelah suntikan kedua. Apakah jika hasil Swab PCR Test (14 hari setelah suntikan vaksin kedua) Negatif atau lebih besar dari 40 baru dianggap berhasil, atau diukur dengan test antibody, jika hasil Swab PCR Test Positif atau lebih kecil angkanya dari 40 maka akan diperlakukan seperti orang yang kena Covid19 tanpa, gejala atau dalam proses penyembuhan Covid19.

“””Saya menerima WA dari Indri, kemarin. Ia aktivis sosial. Pernah jadi sekretaris Federasi Barongsai Indonesia. Anak tunggalnya belum lama jadi dokter. "Saya terkena Covid, 3 Maret lalu. Padahal saya sudah menjalani vaksinasi suntikan kedua tanggal 23 Februari," tulisnya…

Saya pun bertanya pada Indri: level Covidnya berapa? Dia pun menjawab: 33. ”””

(23 Feb sampai 3 Maret adalah 8 hari. Hasil Swab PCR Test masih 33, setidaknya perlu 4-5 hari lagi jika mau sampai Swap PCR Test Negatif angka PCR lebih besar dari 40) 8+5=13 hari = dua minggu.

6. Berdasarkan tulisan bapak Dahlan Iskan asumsi saya, peserta vaksin Sinovac akan mengalami masa dimana jika di test PCR maka hasilnya akan Positif: “””Teman-teman saya banyak yang tidak sabar. Baru satu minggu sudah tes. "Sudah muncul sih, tapi baru 7," katanya. "Teman saya bahkan hanya 2," tambahnya. "Tapi teman saya lainnya ada yang 37, ada juga yang 36," katanya. "Ada satu yang masih nonreaktif," katanya pula.””” Aturannya setelah hasil Swab PCR sempat Positif maka perlu karantina mandiri selama dua minggu. Jika kita asumsikan sejak hari pertama kali disuntik vaksin, ditambah 14 hari lalu suntikan kedua, ditambah 14 hari menunggu hasil, dan hasilnya berhasil. Maka diasumsikan jika aturan (14 hari setelah negatif Covid19 belum berubah) maka tiap peserta vaksinasi Sinovac akan dituntut oleh lingkungannya yang ketakutan/paranoid Covid19  untuk karantina mandiri 14+14+14=42 hari minimal. Jika vaksinasinya gagal (14 hari setelah suntikan kedua hasil Swap PCR Test masih Positif misal angkanya 30 sampai 39) maka karantina mandiri yang harus dijalankan adalah 14+14+?+14 hari, “?” hari itu dihitung dari jumlah hari (sejak 14 hari setelah suntikan vaksin kedua dan ditemukan hasil Swab PCR Positif) sampai melakukan Swap PCR Test lagi dan hasilnya Negatif. Saya coba asumsikan 14+14+(7)+14 = 49 hari minimal bisa lebih.

7. Bagi pekerja menengah ke bawah Covid19 ini tidak terlalu penting, yang penting adalah mereka rutin mendapatkan gaji bulanan dan berbagai gaji harian yang berupa uang makan dan uang transport yang akan hangus jika mereka tidak hadir bekerja. Berdasarkan asumsi asumsi yang saya tulis di atas berarti:

* Jika kena virus Covid19, PCR Positif bukan karena vaksin. 5x 7 hari = 35 hari minimum karantina mandiri, sehingga tidak dapat gaji harian 35 hari dikurangi hari libur.

* Jika mengikuti vaksin Covid19 Sinovac, PCR mungkin Positif selama proses vaksin, tetapi negatif di 14 hari setelah suntikan vaksin kedua. (14+14 hari). 14+14+14karantina=42 hari.

* Jika mengikuti vaksin Covid19 Sinovac, di hari ke 14 setelah suntikan vaksin kedua PCR Positif. 14+14+(7)+14karantina= 49 hari minimal bisa lebih. Kasus ekstrim nya cerita Indri teman bapak Dahlan Iskhan, misalnya asumsi 14+14+(13)+14=55 hari. Pada akhirnya setelah Positif Covid19 bu Indri juga akhirnya memiliki antibody terhadap Covid19.  

””” Kita sudah tahu afikasi vaksin Sinovac itu 65 persen. Artinya: dari 100 orang yang divaksin ada kemungkinan yang 35 orang tidak berhasil. Yakni tidak berhasil memiliki anti-virus Covid-19. Baca Juga: Pakar Sebut B117 Bisa Bikin Vaksinasi Covid-19 Massal Selama Ini Gagal Sebenarnya itu juga tidak apa-apa kalau saja semua orang sudah menjalani vaksinasi. Yang 65 orang itu tidak akan tertulari dan tidak akan menularkan. Dengan demikian yang 35 orang tadi ikut terbawa aman. Itulah prinsip herd immunity. Meski ada 35 orang yang tidak punya antibodi mereka tidak lagi bahaya.”””

Jadi apakah antibody, immunitas terhadap virus Covid19 prosesnya harus melulu mengalami virus Covid19 dan paket karantina. Apa bedanya antara kena Covid19 karena tertular atau via vaksin? Karena saya telah mengalami Swap PCR Covid19 Positif, mengikuti pengobatan di RS Khusus Covid19 hingga akhirnya hasil PCR Negatif dan melalui masa karantina selama 2 minggu setelahnya, jadi saya adalah lulusan alumni virus Covid19.    

“””Kini Indri sudah negatif. Berarti dia sudah punya imunitas. Hanya saja dia akan bingung: munculnya imunitas itu karena vaksin atau karena terkena Covid? Dalam kasus saya, saya tidak bingung. Saya kan juga memiliki kekebalan ganda. Anti Covid-19 saya itu dari dua sumber sekaligus. IgG dan IgM saya reaktif semua –dengan nilai yang di atas 2.000. Itu menandakan bahwa kekebalan saya muncul dari dua sumber. Yang pertama dari transfusi plasma konvalesen. Yang kedua dari Covid yang menyerang saya. Waktu itu dokter di RS Premier Surabaya memang bertindak cepat. Yakni setelah terkena Covid lewat satu minggu badan saya belum mengeluarkan antibodi. Maka di hari ke-8 dokter memberi saya transfusi plasma konvalesen. Dua hari kemudian antibodi saya muncul. Yang dari konvalesen itu. Eh, lima hari kemudian muncul pula antibodi yang dari tubuh sendiri–akibat terserang Covid. Semua orang harus vaksinasi. Tapi juga harus siap mental untuk tergolong yang 35 persen.”””

JADI BAGAIMANA SOLUSINYA ?

Pemerintah perlu membuat suatu definisi yang jelas untuk Rumah Sakit, kantor, dan tempat-tempat banyak orang bekerja tentang pembacaan PCR Test. Akan sulit membuktikan seorang yang ikut vaksin Covid19 hasil Swab PCR Test nya positif, karena tertular (virus hidup) dari orang lain atau karena virus mati yang disuntikkan sebagai bagian dari proses vaksin Sinovac.

Standart Operationg Prosedur (SOP) nya harus sangat jelas dan tegas. Misalnya bagaimana mengkombinasikan antara vaksin dengan alat test Covid19, yang teliti mengetahui keberadaan virus meski tidak tahu virusnya hidup atau mati yaitu Swap PCR Test, dengan Rapid Test Antibodi yang mengukur ada-tidaknya antibodi terhadap virus Covid19. Harus ada definisi yang jelas, jika misalnya PCR test Positif, lalu Rapis Test Antibody Positif maka bagaimana? Apakah boleh dianggap virusnya mati dan tubuh sudah memiliki antibodi? PCR Test di angka berapa yang dianggap tidak menular, setahu saya lain dokter masih ada perbedaan. Ada yang menganggap 33 sudah tidak menular, ada yang di angka 38 tidak menular dan ada yang ngotot harus di atas 40 PCR benar-benar negatif. Apakah benar jika definisi ditentukan oleh paranoid masing-masing orang akan virus Covid19. Sangat diperlukan suatu definisi yang seragam yang diwajibkan untuk diyakini bersama-sama oleh segenap warga negara Indonesia.

Pelanggaran terhadap suatu definisi atau SOP yang ditetapkan oleh pemerintah terhadap hasil Swap PCR Test harus diberikan sangsi yang tegas. Misalnya jika suatu tempat kerja sesuka hati membuat aturannya sendiri tentang definisi sarat-sarat seseorang bebas dari Covid19. Kesalahan bukan pada vaksinnya, tetapi pada definisi seseorang bebas Covid19 dengan segala keterbatasan tekhnologi alat test yang tersedia.

Harap disadari bahwa mayoritas penduduk Indonesia masih ada di taraf ekonomi menengah ke bawah. Setahun terakhir kita telah melalui wabah Covid19 banyak terjadi PHK tanpa pesangon, pengurangan pegawai, pengurangan jam kerja yang berakibat ke pemotongan gaji. Bisa dibayangkan jika hanya gara gara belum ada definisi yang jelas tentang apa itu Positif Covid, banyak orang tidak bisa hadir di tempat kerja nya, yang memiliki konsekwensi tidak mendapatkan upah selama lebih dari sebulan.

Saya belum bahas biaya-biaya sampingan yang perlu dikeluarkan oleh masing-masing peserta vaksin misalnya untuk beberapa kali PCR Test (sekitar satu juta rupiah), Rapid Test Antibody, CT Scan Paru, dlsb yang dirasa diperlukan. Kita harapkan pemerintah sudah memperhitungkan dengan membuat program gratis misalnya PCR Test di Puskesmas terdekat. Puskesmas juga seharusnya sudah memiliki mekanisme untuk membedakan antara peserta vaksin Covid19 dengan pasien virus Covid19.

Buat saya pribadi, mungkin buat bapak Dahlan Iskhan dan mereka yang cukup terjamin hidupnya karantina mandiri bukan suatu masalah, kehilangan gaji/upah sebulan tidak masalah. Memiliki antibody terhadap virus Covid19 lebih penting. Bagi kebanyakan orang yang cari makan nya hari demi hari, ini begitu menakutkan. Mungkin lebih baik mati tidak diketahui telah Positif Covid19 daripada diketahui dan diobati tetapi kehilangan gaji/upah harian.

Jika memang pemerintah belum juga membuat suatu definisi yang jelas, yang berlandaskan kekuatan hukum tentang definisi positif dan negatif covid19, mungkin tiap individu dan komunitasnya perlu mendiskusikan ulang definisi positif dan negatif covid19, supaya tidak menimbulkan kerugian-kerugian akibat sikap paranoid dan kesesatan definisi. 

Jika ketakutan ini belum terselesaikan dengan dibuatnya “kesepakatan SOP dan definisi yang jelas” maka akan sulit mengajak seluruh elemen masyarakat mengikuti vaksinasi Covid19 yang diselenggarakan oleh pemerintah. Dengan vaksinasi Covid19 berhasil diberlakukan ke semua orang, diharapkan wabah Covid19 cepat mereda.

Sempat saya ngobrol informal dengan seorang oknum dokter yang rutin menangani pasien Covid19 di ICU sebuah rumahsakit. Ketika saya angkat tema soal PCR Positif setelah Vaksin, jawabannya:

“Kalau sudah vaksin sebenarnya nga positif.”

“Mungkin ketika vaksin sudah masuk masa inkubasi virus.”

“Mungkin setelah vaksin baru tertular.”

“Kalau sudah vaksin SEBENARNYA PCR TIDAK POSITIF.”

“Pemerintah sudah menjelaskan bahwa; Test PCR bagi yang bergejala.”

Bagaimana dengan kantor yang menuntut wajib PCR Negatif bahkan setelah Vaksin?

“Ini memang pekara, yang bikin aturan seharusnya mikir. Aku sendiri memang heran, kenapa kantor-kantor menerapkan itu.”

“Covid maupun tidak Covid, kalau sakit ya istirahat, libur. Kita khan sering memaksakan diri, pilek ya tetap bekerja.”

“””Sebenarnya itu juga tidak apa-apa kalau saja semua orang sudah menjalani vaksinasi. Yang 65 orang itu tidak akan tertulari dan tidak akan menularkan. Dengan demikian yang 35 orang tadi ikut terbawa aman. Itulah prinsip herd immunity. Meski ada 35 orang yang tidak punya antibodi mereka tidak lagi bahaya.”””

Setelah kehancuran, semuanya adalah kemajuan.

Liong Vincent Christian

Jakarta 10 Maret 2021

===========================

L A M P I R A N

“Positif setelah Vaksin”  diposting di e-link: https://www.disway.id/r/1243/positif-setelah-vaksin dan https://www.jpnn.com/news/positif-setelah-vaksin .

Positif Setelah Vaksin

Selasa 09 March 2021

Oleh : Dahlan Iskan

SAYA menerima WA dari Indri, kemarin. Ia aktivis sosial. Pernah jadi sekretaris Federasi Barongsai Indonesia. Anak tunggalnya belum lama  jadi dokter.

"Saya terkena Covid, 3 Maret lalu. Padahal saya sudah menjalani vaksinasi suntikan kedua tanggal 23 Februari," tulisnyi.

Tentu Indri tidak sendiri. Gubernur Jabar Ridwan Kamil menjelaskan, bupati dan wakil bupati Ciamis juga terkena Covid. Padahal sudah menjalani vaksinasi kedua. Demikian juga bupati Serang Hj Ratu Tatu Khasanah.

Tentu saya tidak kaget.

Kita sudah tahu afikasi vaksin Sinovac itu 65 persen. Artinya: dari 100 orang yang divaksin ada kemungkinan yang 35 orang tidak berhasil. Yakni tidak berhasil memiliki anti-virus Covid-19.

Sebenarnya itu juga tidak apa-apa kalau saja semua orang sudah menjalani vaksinasi. Yang 65 orang itu tidak akan tertular dan tidak akan menularkan. Dengan demikian yang 35 orang tadi ikut terbawa aman. Itulah prinsip herd immunity. Meski ada 35 orang yang tidak punya antibodi mereka tidak lagi bahaya.

Saya pun bertanya pada Indri: level Covidnya berapa?

Dia pun menjawab: 33.

"Gak usah panik," kata saya. "Itu mirip dengan tidak kena Covid," kata saya lagi. Dia tahu saya bukan dokter. Kata-kata saya itu lebih bersifat menghibur.

Indri sendiri sebenarnya  tidak tahu kalau dia kena Covid. Tidak merasakan sedikit pun gejala-gejala Covid. Tidak demam. Tidak batuk. Tidak sesak napas. Dan tidak kehilangan rasa.

 

Dia baru tahu kalau terkena Covid belakangan. Yakni dari sikap hati-hatinyi. Dia merasa baru saja bersama teman yang terkena Covid. Dia harus  rapid test: negatif. Dia masih harus hati-hati: melakukan rapid antigen. Juga negatif. Lalu menjalani PCR: positif 33.

Indri buru-buru foto paru-paru: bersih. Tapi ia tetap isolasi diri di sebuah hotel. Anaknyi yang tiap hari mengantar segala macam keperluan. Gantian. Ketika anaknyi dulu terkena Covid, sang ibu yang jadi tukang antar segala macam keperluan isolasinya.

Walhasil, tidak usah panik kalau mendengar orang yang sudah vaksinasi masih terkena Covid. Mungkin mereka itu terlalu percaya diri. Itu wajar. Ekspektasi orang sama: begitu menjalani vaksinasi kedua, harusnya bisa langsung berteriak MERDEKA!

Tidak begitu.

Begitu suntikan kedua melewati hari ke 14  sebaiknya memang tes: apakah "saya'' tergolong 65 persen atau masuk yang 35 persen.

Teman-teman saya banyak yang tidak sabar. Baru satu minggu sudah tes. "Sudah muncul sih, tapi baru 7," katanyi. "Teman saya bahkan hanya 2," tambahnyi. "Tapi teman saya lainnya ada yang 37, ada juga yang 36," katanya. "Ada satu yang masih nonreaktif," katanya pula.

Begitulah. Vaksinnya sama: Sinovac. Tapi badan orang berbeda-beda. Termasuk cara badan merespons vaksin tersebut.

Munculnya perasaan ''sudah vaksin, sudah aman'' tidak bisa dibendung. Sama dengan orang yang sudah berhasil menjalani transplant ginjal atau liver. Mereka cepat-cepat ingin ''show-diri'. "Ini lho saya bukan orang sakit lagi". Atau "ini lho, saya sudah vaksinasi".

Bisa jadi Indri terlalu awal bertemu temannyi yang terkena Covid itu. Ia baru 10 hari melewati suntikan kedua. Maka dia masih bisa tertular.

Kini Indri sudah negatif. Berarti dia sudah punya imunitas. Hanya saja dia akan bingung: munculnya imunitas itu karena vaksin atau karena terkena Covid?

Dalam kasus saya, saya tidak bingung. Saya kan juga memiliki kekebalan ganda. Anti Covid-19 saya itu dari dua sumber sekaligus. IgG dan IgM saya reaktif semua –dengan nilai yang di atas 2.000. Itu menandakan bahwa kekebalan saya muncul dari dua sumber. Yang pertama dari transfusi plasma konvalesen. Yang kedua dari Covid yang menyerang saya.

Waktu itu dokter di RS Premier Surabaya memang bertindak cepat. Yakni setelah terkena Covid lewat satu minggu  badan saya belum mengeluarkan antibody. Maka di hari ke-8 dokter memberi saya transfusi plasma konvalesen. Dua hari kemudian antibodi saya muncul. Yang dari konvalesen itu. Eh, lima hari kemudian muncul pula antibodi yang dari tubuh sendiri–akibat terserang Covid.

Semua orang harus vaksinasi. Tapi juga harus siap mental untuk tergolong yang 35 persen.

Maka mengendalikan perasaan ''Merdeka!'' setelah vaksinasi begitu penting. Apalagi kalau belum hari ke-14.

Tapi dalam kasus Indri –terkena Covid di level 33– memang menarik. Apakah seandainya belum vaksinasi, level Covidnya juga sebaik itu. Maka saya jadi ingin tahu berapa level Covid yang menimpa bupati dan wakil bupati Ciamis itu. Juga yang menimpa Bupati Serang itu.

Ternyata sama dengan Indri. Bupati Serang Hj Ratu Tatu Khazanah juga tidak merasa terkena Covid. Setelah dicek ternyata level Covid-nya 35. Ketika dicek lagi sudah naik jadi 39. Jumat lalu sudah negatif.

Sedang Bupati Ciamis Dr Herdiat Sunarya sama dengan wakilnya: di level 29 –sama dengan saya dulu. Dua-duanya segera negatif. (Dahlan Iskan)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun