Perbedaannya, dalam PON ini yang dipertandingkan adalah kontingen daerah. Dengan pertandingan ini, apakah hal ini tidak akan memicu pride terhadap daerah masing-masing. Pertimbangan kedua yang harus kita tindaklanjuti secara kritis adalah tentang nasib atau kelanjutan dari stadion-stadion yang telah digunakan.
Mengacu dari kisah stadion-stadion lain seperti Stadion Riau, Stadion Palaran, dan Stadion Banten, setelah even dilaksanakan, stadion kembali sepi tanpa perawatan bahkan sepertu rumah hantu.Â
Sangat miris sekali jika membandingkan dengan besarnya biaya yang dikeluarkan untuk pembangunan stadion tersebut.
Stadion biasanya dimiliki oleh pemerintah daerah. Jika pemerintah seris terhadap komitmennya dalam pembangunan SDM, mulai saat ini pemerintah bisa mulai memenahi dengan memikirkan pengelolaan dan perawatan stadion.
Stadion jangan hanya digunakan sebagai tempat untuk event olahraga besar saja. Sebaliknya, stadion harus didorong sebagai tempat menempa dan mengembangkan bakat-bakat para atlet di Indonesia.Â
Di sisi lain, dalam perawatannya, pemerintah sapat mempekerjakan sekelompok orang untuk membersihkan dan merawat stadion secara berkala.
Hal lain yang perlu di perhatikan dalam pelaksanaan PON adalah aspek keamanan. Hal ini mencuat tatkala PON digelar di Provinsi yang sangat rawan terhadap isu keamanan.Â
Sebelum tuan rumah PON diputuskan, potensi-potensi konflik dan gangguan yang kemungkinan akan muncul harus terlebih dahulu diidentifikasi, kemudian diselesaikan.
Koordinasi antara lembaga pemerintah terkait dan seluruh lapisan masyarakat harus dilakukan.Â
Jika menilik pelaksanaan PON Papua, lokasi pertandingan tidak difokuskan kepada 1 dan 2 tempat, venue pertandingan bahkan dipecah lagi kedalam tempat-tempat yang berbeda.
Menurut hemat penulis, hal ini kemungkinan dilakukan untuk mengantisipasi 2 hal. Pertama mengantisipasi penularan virus Covid-19 dan kedua untuk meminimalisir potensi gangguan keamanan.