" Dek, kamu  SMA di mana?". " Aku masih kelas 1 SMP, Kak."
Setelah mendengar jawabannya, senyumku merona campur aduk antara keterkejutan dan kegugupan.
Dengan lembut, aku menjawab, "Hei, maafkan aku. Aku pikir kamu siswi SMA karena kecantikanmu membuatku terpesona. Bagaimana mungkin seorang gadis seindah ini masih duduk di bangku SMP?"
Dia tersenyum malu-malu, pipinya yang imut sedikit merona merah. Tatapannya yang tulus membuat hatiku berdebar lebih cepat.
"Terima kasih, Kak. Aku Maria Yosephine, siswa SMP di sekolah dekat sini," ucapnya dengan suara lembut.
 Aku tertawa ringan, "Baiklah, Maria. Aku , Rian dari SMA Negeri Bajawa Senang bertemu denganmu. Apa kamu sering keluar ke kedai ini?"
Dia mengangguk pelan, "Iya, Kadang-kadang. Orang tuaku memiliki kedai ini, jadi aku sering membantu mereka."
 "Wah, begitu ya. Kalau begitu, mungkin suatu saat aku akan sering mampir ke sini untuk bisa melihatmu lebih sering," kataku sambil tersenyum ramah.
Maria, dengan matanya yang penuh pesona, membalas senyumnya dengan lembut. Kami saling bertatapan, seakan menemukan dunia baru dalam pandangan satu sama lain.
***
Pertemuan kami di kedai itu menjadi awal dari serangkaian peristiwa yang tak terduga. Rian dan Maria sering bertemu di sana, berbagi cerita, dan tertawa bersama. Kedai kopi itu menjadi saksi bisu dari tumbuhnya perasaan di antara dua insan yang lagi kasmaran.
Suatu hari, Rian mengajak Maria untuk duduk di luar kedai, di bawah pohon yang memberikan teduh. Berdua duduk berhadapan, angin sepoi-sepoi menyapu wajah, menambah syaduhnya rasa dalam jiwa, menciptakan suasana yang romantis. Rian menatap mata Maria, "Kamu tahu, sejak pertama kali kita bertemu, aku merasa ada yang istimewa dalam dirimu."