Mohon tunggu...
Viktor Rega
Viktor Rega Mohon Tunggu... Guru - Apa adanya, berjuang untuk menjadi berarti bagi orang lain.

Saya lahir di sebuah dusun kecil . Berjuang menggapai mimpi dengan cara yang berbeda dan luar biasa, menepis segala keraguan bahwa hidup harus diperjuangkan. Menjadi penjual kue keliling kampung ketika duduk dibangku SMP, bekerja sawah membanting tulang untuk membiayai hidup keluarga dan sekolah ketika SMA, karena ayah tercinta sakit-sakit. Menjadi kuli bangunan, tukang sapu jalan, dan Satpam ketika kuliah. Dan sampai detik ini, masih terus berjuang untuk kehidupan baru bagi isteri dan kedua anak-anakku. Entah sampai kapan, manusia tak ada yang tahu. Satu yang pasti, bahwa hidup terus berjalan sampai kita sudah tak mampu lagi berjalan.

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

Langkah Bersama di Jalan Takdir (2)

23 September 2024   06:06 Diperbarui: 23 September 2024   06:08 114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi- anime  (dokpri)

Bagian 2 :  Awal Baru di Desa

Raisa berdiri di depan pintu gerbang desa kecil yang menjadi tujuan barunya. Setelah perjalanan panjang dari Jakarta, dia tiba di desa dengan harapan dan kekhawatiran yang campur aduk. Pemandangan di depannya sangat berbeda dari hiruk-pikuk kota yang biasa dia hadapi. Rumah-rumah sederhana dengan atap jerami, jalan setapak yang dikelilingi oleh tanaman hijau, dan udara segar yang menyegarkan.

Dia melihat sekeliling, mencoba menyesuaikan diri dengan lingkungan baru ini. Program residen seni yang diikutinya menawarkan kesempatan untuk terlibat dalam proyek komunitas sambil mendapatkan ruang untuk refleksi pribadi dan kreativitas. Namun, dia tidak bisa menghilangkan rasa gugupnya, terutama karena ini adalah langkah pertama untuk keluar dari zona nyamannya.

Raisa mengambil napas dalam-dalam dan melangkah masuk ke area desa. Penduduk desa menyambutnya dengan ramah. Beberapa dari mereka tersenyum dan menyapa, sementara yang lain hanya mengamati dari jauh. Raisa merasa sedikit canggung, tetapi berusaha untuk tetap positif.

Saat Raisa memeriksa tempat tinggalnya, sebuah rumah kecil yang terletak di pinggir desa, dia merasa lega melihat bahwa tempat tersebut cukup nyaman. Rumah itu sederhana, namun memiliki suasana yang hangat. Pemandangan dari jendela menghadap ke sawah yang luas, memberi Raisa ketenangan yang selama ini dia cari.

Sementara itu, Ardi juga tiba di desa yang sama, tidak lama setelah Raisa. Dia datang dengan ransel besar dan koper yang penuh dengan buku dan alat tulis. Dengan tekad untuk menemukan inspirasi dan menyelesaikan bukunya, Ardi merasa cemas namun penuh harapan. Sesampainya di desa, dia langsung menuju ke rumah residen yang telah disiapkan untuknya.

Ketika Ardi memasuki rumahnya, dia terkesan dengan suasana tenang dan sederhana. Rumah tersebut memiliki teras kecil di depan yang menghadap ke taman bunga. Ardi merasa ini adalah tempat yang ideal untuk merenung dan menulis. Namun, di dalam benaknya, Eko, saingan profesionalnya, masih mengganggu. Eko pernah memperingatkan Ardi tentang betapa tidak bergunanya program seperti ini dan bagaimana dia tidak akan mendapatkan hasil yang diinginkan.

Pada hari pertama mereka di desa, Raisa dan Ardi tidak saling mengenal. Mereka sibuk dengan kegiatan masing-masing dan mencoba beradaptasi dengan kehidupan baru mereka. Raisa mulai menjelajahi desa, mengikuti beberapa kegiatan komunitas, sementara Ardi mulai mengatur ruang kerjanya dan merencanakan jadwal penulisannya.

Sementara itu, Rina, mantan rekan kerja Raisa, sudah mulai melaksanakan rencananya. Ia mengirimkan beberapa surat kepada Raisa dengan informasi yang tampaknya bersifat mengancam dan membingungkan. Salah satunya adalah surat yang mengklaim bahwa program residen tersebut mungkin memiliki risiko yang tidak diungkapkan. Rina berharap Raisa akan merasa tidak nyaman dan memutuskan untuk kembali ke kota.

Eko, di sisi lain, mulai menyebarkan gosip di kalangan penulis dan seniman lokal bahwa Ardi adalah seorang penulis yang tidak konsisten dan kurang berbakat. Dia berharap bahwa dengan merusak reputasi Ardi, dia bisa memastikan bahwa Ardi tidak mendapatkan perhatian atau dukungan yang dia butuhkan di desa tersebut.

Keesokan paginya, Raisa dan Ardi secara kebetulan bertemu di pasar desa. Mereka saling menatap sejenak, sebelum Ardi menyapa terlebih dahulu.

"Selamat pagi! Saya Ardi, penulis. Anda baru di sini juga, ya?" tanya Ardi, mencoba memulai percakapan.

Raisa tersenyum, merasa lega bisa berbicara dengan seseorang. "Ya, saya Raisa. Saya mengikuti program seni di sini. Senang bertemu dengan Anda."

Keduanya mulai berbicara tentang tujuan mereka di desa dan kesan pertama mereka. Raisa menceritakan bahwa dia mencari inspirasi dan ketenangan, sementara Ardi berbagi bahwa dia berharap menemukan kembali semangat menulisnya.

Mereka sepakat untuk saling mendukung selama tinggal di desa. Pertemuan mereka terasa seperti awal yang baik, meskipun mereka tidak menyadari bahwa mereka akan menghadapi banyak rintangan yang direncanakan oleh Rina dan Eko.

Bersambung ...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun