Mohon tunggu...
VIKTORINUS REMA GARE
VIKTORINUS REMA GARE Mohon Tunggu... Guru - Apa adanya,jujur,bertanggung jawab dan pekerja keras
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Pejuang Kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Menepis Badai (Selesai)

14 Maret 2021   00:34 Diperbarui: 14 Maret 2021   00:51 211
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bagian Kesebelas

Doa Yang Terwujud


Sebulan setelah Yudisium, tepatnya kamis hari keduapuluh bulan Februari tahun dua ribu tiga, auditorium Amanagappa kampus Universitas Negeri Makassar Gunung Sari sebagai saksi aku bersama ratusan wisudawan dan wisudawati mengikuti rangkaian seremonial  wisuda.

Goresan bahagia terpahat indah di wajah para orang tua dan keluarga wisudawan wisudawati yang menunggu dengan sukacita di luar auditorium. Sebagai orang tua,  kebahagiaan yang dirasakan adalah  nilai  perjuangan dan pengorbanan mereka yang  tertebus.

Aku?

Dua sahabatku, Daniel Tena dan Imanuel Maripi menunggu di luar auditorium. Daniel, sesama perantau dari Flores  mengadu nasib di kota Daeng  telah kuanggap saudara yang dua tahun terakhir sama - sama berbagi suka dan duka di kost yang sama. Emanuel,kawan seangkatan fakultas MIPA dari Kolaka,Sulawesi Tenggara yang belum  berkesempatan mengikuti wisuda karena tertunda mata kuliah.

Terharu, disambut kedua sahabat kala aku keluar auditorium setelah seremonial wisuda usai. Mengambil gambar bersama, menggunakan jasa fotografer yang memang momen seperti ini ada banyak fotografer  yang siap menawarkan jasanya.

Aku terenyuh melihat para wisudawan lainnya berfoto ria  didampingi ibu dan bapaknya.

Alasan ke toilet, kutumpahkan kesedihan di sana. Mengingat ibu nun jauh di sana. 

"Apakah khabar yang kukirim via surat pos tentang hari bahagia ini sudah ibu terima?"

Dua minggu setelah wisuda, aku resign dari PT. Brantas Abipraya (Persero) sebagai penjaga malam.

Perusahaan  yang kurang lebih tiga tahun, telah  banyak berjasa dalam setiap jengkal kisah perjuanganku.

 Aku resign dari perusahaan yang sudah memberikan andil  untuk terwujudnya asaku.

Satu persatu pegawai aku salami. Sedih rasanya berpisah dengan orang-orang yang berhati putih yang selama ini sudah ku anggap keluarga sendiri.

Teringat kembali kata-kata bapak Rahmatullah,SE  kepala personalia ketika  aku memulai bekerja di perusahaan ini.

"Ingat, tujuan kamu jauh-jauh dari Flores ke Makassar untuk kuliah"." Jangan sampai kamu meninggalkan kuliah karena kerja"."Jangan mengecewakan orang tuamu ". "Kamu harus bisa membagi waktu antara kuliah dan kerja supaya salah satunya tidak dikorbankan". 

Kalimat  itu selalu terngiang dalam ingatan. Sebait kalimat motivasi yang  tak akan lekang di hati, sampai kapanpun tidak akan pernah sekatapun  terurai.

***

Aku kembali ke kampung . Membawakan sesuatu yang menjadi harapan ibu dan almarhum bapak.  

Harapan mereka  terpenuhi. Citaku tercapai.

Mengenang kembali nasehat  ibu. Kata-kata sederhana, melebihi rajutan kalimat indah seorang pujangga.

"Nak, kalau kamu merantau  mencari kerja, pergi kamu punya badan, pulang kamu punya badan, ibu dan bapakmu tidak bangga". "Kalau  kamu pergi merantau untuk sekolah, pergi kamu punya badan, kembali membawa ijazah, ibu dan bapakmu bangga".

Kebanggan ibu sungguh terlihat.  Bagaimana bahagiaanya ibu. Bahagia itu terlukis indah di wajahnya yang sudah mulai berkeriput. Guratan wajah yang sudah mulai menua tidak memudarkan rasa bahagianya yang terpancar. Ketika aku kembali dengan cerita yang  memang sudah sangat dinantikan bahwa aku sudah menyelesaikan kuliah.  Ijazah  dan foto wisuda, akhir dari  perjuangan  antara ada dan tiada sebagai kado terindah yang  kupersembahkan untuknya. 

Kado dari do'a nya.

 Persembahan dari setiap tetes keringat dan air mata ibu. 

 Aku terharu, ketika ibu menerima, mendekap begitu erat seakan tak ingin lepas,  ijazah dan foto wisudaku  di dadanya.

Butiran air mata,  jatuh menitik dari kedua pelupuk  yang sudah menua. 

Air mata haru.

Air mata kebahagiaan.

Dengan menitik air mata,  tatapan  ibu jauh ke  pusara bapak, seakan ingin berkata,"bapak, anak kita telah berhasil".

Saat bersamaan, teringat  kembali kata-kata bapak, 

"Nak, kamu harus sekolah, kamu harus menjadi orang sukses, untuk menjadi orang sukses kamu harus sekolah, hidup ibu dan bapakmu sudah seperti ini, kelak kamu jangan seperti kami. Biar bapakmu ini sakit-sakit,nak"."ibu dan bapakmu  akan berjuang dan berupaya agar kamu tetap sekolah. "

Tak sadar, aku meneteskan air mata mengenang kata-kata itu. Terharu dan bangga, anak yatim dari seorang janda petani dapat mencapai pada titik ini. Walaupun ada yang menganggap sebelah mata ketika ibu memutuskan aku tetap melanjutkan kuliah, setelah kepergian bapak meninggalkan kami untuk selama-lamanya.

***

Seiring dengan perjalanan waktu, aku membaktikan ilmu yang melekat pada gelar kesarjanaanku kepada Sang Ilahi  dalam  tugas perutusan sebagai pendidik. 

Aku membaktikan diri kepada leluhur yang  sudah mengajariku arti dari kesetiaan, keiklasan, dan kejujuran dalam setiap kepercayaan yang terberi.

 Aku mendedikasikan diri seutuhnya kepada alam yang sudah mengajariku tentang kesabaran, perjuangan, dan pengorbanan dengan tidak dapat lagi menghitungnya berapa banyak air mata yang tertumpah, sehingga mampu berdiri tegar dalam  setiap badai  menghadang.

Setelah itu, 

Aku tak pernah tahu kemana lagi Tuhan akan menuntun. 

Yang aku tahu, Tuhan begitu baik.

Satu yang pasti, dimana ada kemauan dan semangat pantang menyerah, badai sebesar apapun menerpa,  pasti dapat ditepis.

Percayalah, 

Tuhan tidak akan memberikan  cobaan melebihi batas kemampuan umat-Nya .

 Kejujuran, kemauan,dan do'a tulus adalah kunci kehidupan yang akan membuka gerbang kesuksesan setiap kita.

-SELESAI-

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun