Mohon tunggu...
Viga Anesti Ramadhani
Viga Anesti Ramadhani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Hukum Keluarga Islam UIN Raden Mas Said Surakarta

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Memahami Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di Indonesia

30 Maret 2023   19:08 Diperbarui: 30 Maret 2023   19:12 199
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

UTS HUKUM PERDATA ISLAM DI INDONESIA

VIGA ANESTI RAMADHANI - 212121116/ HKI 4D

Memahami Pengertian Hukum Perdata Islam di Indonesia

Pengertian hukum perdata islam di Indonesia sebenarnya tidak jauh berbeda dengan hukum perdata postif yang berlaku di Indonesia.  Yang membedakan dari keduanya sebenarnya hanya dari sumbernya. Yang mana hukum perdata islam ini bersumber dari al- quran dan hadits. Jadi dapat disimpulkan bahwa hukum perdata islam di Indonesia yaitu hukum islam yang bersumber dari al quran dan hadits yang mengatur tentang hak dan kewajiban perorangan yang satu dengan yang lainnya baik dalam hubungan keluarga maupun dalam kehidupan masyarakat, yang didalamnya mengatur tentang warisan, perkawinan dan sebagainya.

Prinsip Perkawinan menurut UU Pasal 1 Tahun 1974 dan KHI

Dalam sebuah perkawinan tentunya terdapat suatu prinsip yang harus dipenuhi untuk mewujudkan suatu perkawinan. Oleh karena itu, untuk mewujudkan tujuan perkawinan yang kekal dan samawa diperlukannya sebuah dasar atau prinsip yang kuat. Adapun prinsip perkawinan yang tertuang dalam UU No 1. Tahun 1974 yaitu; pertama,  batas usia minimal calon pengantin pria dan wanita minimal 19 tahun. Kedua, Suatu perkawinan bertujuan untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal. 

Ketiga, Dalam rumah tangga antara suami dan isteri memiliki kedudukan hak dan kewajiban yang sama atau seimbang. Keempat, terjadinya suatu perceraian dipersulit. Kelima, monogami terbuka. Prinsip - prinsip tersebut berdasarkan dengan asas yang tertuang dalam UU No 1 tahun 1974 yaitu; sukarela, partisipasi keluarga, perceraian dipersulit, memperbaiki drajat kaum wanita, pencatatan, dan dibantahnya poligami secara ketat. 

Sedangkan menurut kompilasi hukum islam, asas atau prinsip perkawinan tersebut yaitu; pertama, tujuan dari terjadinya suatu perkawinan itu sendiri untuk mencapai perkawinan yang sakinah, mawadah, dan warahhmah. Kedua, suami dan istri dalam rumah tangga memiliki hak dan kedudukan yang sama. Ketiga, dalam sebuah perkawinan diwajibkan membayar mahar. Keempat, poligami diperketat. Kelima, terjadinya sutau perkawinan harus memenuhi syarat dan rukun.

Pentingnya Pencatatan Perkawinan

Menurut saya, pencatatan perkawinan itu penting. Karena apabila suatu perkawinan tidak dicatatkan maka sangat merugikan bagi istri dan istri tersebut tidak dianggap sebagai istri yang sah dimata hukum. Sehingga, apabila suaminya meninggal dunia menyebabkan istri tidak berhak atas nafkah dan warisan. 

Dalam perceraian pun juga sama, yaitu istri tidak berhak atas harta gono- gini pasca perceraian. Hal tersebut terjadi, dikarenakan perkawinan yang tidak dicatatkan secara hukum tidak diakui dan dianggap tidak sah. Selain berdampak pada istri, perkawinan yang tidak dicatatkan juga berdampak pada anak. Karena anak yang dilahirkan tidak memiliki hubungan perdata dengan ayahnya, sehingga menyebabkan anak tersebut tidak memiliki hak mawaris atau harta peninggalan dari ayahnya apabila meninggal dunia maupun bercerai.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun