Penulis-penulis elegi tidak pernah membatasi isi sajak mereka, demikian pula dengan pengikut-pengikut Gray yang menulis dalam kuatren heroik yang merusak kesinambungan elegi inggris.
Setelah abad 18, struktur pola puisi yang puisi yang berulang sudah tidak diharapkan lagi, sedangkan pada masa 1840-1940 penuh anomali dan kemungkinan masa yang akan datang justru akan kembali ke sastra yang lebih setia pada pembagian genre.
Pada abad 19, terdapat pergeseran konsepsi genre di mana pembaca tambah luas dan banyak genre baru yang muncul.
Novel sejarah merupakan contoh genre abad ke-19 yang dicontohkan oleh Van Tieghem dan peneliti.
Aristoteles membagi jenis puisi atas epik, drama dan lirik dalam poetics.
Tidak semua teknik klasik bersifat struktural seperti acuan tradisional.
Teori klasik bersifat mengatur walaupun tidak memaksakan, tidak hanya percaya bahwa antar satu genre dengan genre yang lain berbeda, namun juga menurut teori ini tiap genre harus dipisahkan dan tidak boleh dicampurkan.
Doktrin kemurnian genre menuntut kesatuan nada yang ketat, kemurnian gaya tertentu dan kesederhanaan, konsentrasi emosi, plot, dan tema tunggal yang di dalamnya tersirat tuntutan spesialisasi dan pluralisme.
Teori klasik juga menimbulkan perbedaan sosial pada masing-masing genre seperti epik dan tragedi yang menyangkut hal yang berkaitan dengan raja dan bangsawan, komedi untuk kelas menengah, dan farce untuk kalangan bawah.
Pendukung genologi merasa dasar teori klasik lebih kuat daripada teori modern sehingga lebih memilih doktrin Neo-Klasik.
Teori genre modern lebih bersifat deskriptif dan beranggapan jenis-jenis tradisional dapat digabungkan sehingga menghasilkan jenis baru.