Oleh : Viddy Ad Daery  alias Drs.Ahmad Anuf Chafiddi *) penyair dan penulis novel sejarah Nusantara.
Â
Anggota Kehormatan Yayasan Kebudayaan Lamongan
PENDAHULUAN
Selama ini---baik dalam sastra kuno maupun sastra modern Nusantara, kisah-kisah Jawa-Majapahit kebanyakan hanya berlokasi di sekitar Pulau Jawa, lautan Jawa dan selat Malaka dalam hubungannya dengan peperangan dengan Palembang dan hubungan perkerabatan dengan Kesultanan Malaka. Atau bisa ditambah dalam hubungannya dengan Aceh. Juga hubungan Jawa-Majapahit dengan Makassar/ Sulawesi sebagaimana dicatat oleh naskah "Ila Galigo".
Namun sangat jarang atau bahkan boleh dikatakan tidak ada, sastra kuno apalagi sastra modern Nusantara yang mengisahkan pelayaran kapal-kapal prajurit Majapahit di sekitaran perairan Filipina, Sabah dan Brunei
LANDASAN TEORI
Dalam naskah rontal "Negarakertagama" alias "Desa Warnana" karya Empu Prapanca kita telah mengenal sejarah Majapahit tentang Amukti Palapa (Sumpah Palapa) Mahapatih Gajahmada tentang upaya menyatukan Nusantara dalam naungan bendera kebesaran Majapahit. Kekuasaannya membentang melebihi luasnya Negara Indonesia sekarang. 1 ) Bahkan disebutkan kekuasaannya hingga ke Sabah-Brunei-Filipina.
Dalam buku "Runtuhnya Kerajaan Hindu Jawa dan Timbulnya Negara-negara Islam di Nusantara" 2 ) , Prof. Slamet Mulyana juga menulis bahwa para Sunan di Jawa merupakan aktifis agama aliran madzab Hanafi ( ulama ) yang datang dari Champa dan China selatan, yang mana laluannya tentu laut Sulu Filipina. Bahkan Sunan Ampel beristerikan Nyai Gede Manila yang tentunya puteri seorang pembesar Kerajaan Manila sebelum penjajah Spanyol menjajah Filipina.
PEMBAHASAN
Telah ditemukan prasasti yang dikenal sebagai Prasasti Keping Tembaga Laguna (Bahasa Filipina: Inskripsyon sa Binatbat na TANSO ng Laguna: Prasasti keping tembaga Laguna adalah dokumen tertulis tertua yang ditemukan di Filipina.Â
Prasasti itu ditemukan pada tahun 1989 oleh seorang buruh dekat muara Sungai Lumbang di Barangay Wawa, Lumban. Prasasti di piring tembaga ini, dijangka dibuat di sekitar tahun 900 Masehi, pertama kali diuraikan oleh antropolog Belanda Antoon Postma.
Isi naskah prasasti Keping Tembaga Laguna sebagai berikut :
Swasti. akha waratita 822 Waisakha masa di(ng) Jyotia.
Caturthi Krinapaksa Somawra sana tatkala Dayang Angkatan lawan dengan nya snak barngaran si Bukah anak da dang Hwan Namwaran di bari waradna wi shuddhapattra ulih sang pamegat senpati di Tundun barja(di) dang Hwan Nyaka tuhan Pailah Jayadewa.
Di krama dang Hwan Namwaran dengan dang kayastha shuddha nu di parlappas hutang da walenda Kati 1 Suwarna 8 di hadapan dang Huwan Nayaka tuhan Puliran Kasumuran dang Hwan Nayaka tuhan Pailah barjadi ganashakti.
Dang Hwan Nayaka tuhan Binwangan barjadi bishruta tathapi sadana sanak kapawaris ulih sang pamegat Dewata [ba]rjadi sang pamegat Mdang dari bhaktinda diparhulun sang pamegat.
Ya makanya sadanya anak cucu dang Hwan Namwaran shuddha ya kapawaris dihutang da dang Hwan Namwaran di sang pamegat Dewata.
Ini gerang syat syapanta ha pashkat ding ari kamudyan ada gerang urang barujara welung lappas hutang da dang Hwa
Penemuan ini sebagai bukti hubungan budaya antara masyarakat Klasik Tagalog dan berbagai peradaban Asia kontemporer, terutama orang Jawa dari zaman Kerajaan Medang, Kekaisaran Sriwijaya, dan kerajaan Tengah dari India.
Prasasti ini pada keping tembaga tipis berukuran kurang dari 20 30 cm (8 12 inci) dengan tulisan timbul. Ini berbeda dalam pembuatan dibandingkan dengan gulungan periode sejarah Jawa, yang memiliki kata-kata tertulis dengan cara mencairkan logam.
Tertulis tahun 822 Saka, bulan Waisaka, dan hari keempat memudarnya bulan, yang sesuai dengan Senin 21 April 900 Masehi . Sistem tulisan yang digunakan adalah aksara Kawi Script, sementara bahasanya adalah berbagai ragam Melayu Kuno, dan berisi banyak kata-kata pinjaman dari bahasa Sansekerta dan beberapa elemen kosakata non-Melayu yang sejaman dengan Jawa Kuno.
Kerjasama dengan kerajaan Medang ini diperkirakan pada masa awal kerajaan Medang. Prasasti Mantyasih tahun 907 atas nama Dyah Balitung menyebutkan dengan jelas bahwa raja pertama Kerajaan Medang (Rahyang ta rumuhun ri Medang ri Poh Pitu) adalah Rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya.
Beberapa ahli berpendapat bahwa naskah ditulis dalam bahasa antara Tagalog kuno dan Jawa Kuno. Dokumen tersebut menyatakan bahwa ia melepaskan Namwaran, dari utang emas sebesar 1 kati dan 8 suwarnas (865 gram). Namwaran telah dibersihkan dari utang kepada Raja Tundun.
Antropolog Belanda dan ahli naskah Hanuno'o Antoon Postma telah menyimpulkan bahwa dokumen tersebut juga menyebutkan tempat-tempat Tondo (Tundun); Paila (Pailah), sekarang menjadi daerah kantong Barangay San Lorenzo, Norzagaray; Binuangan (Binwangan), juga sekarang bagian dari Obando; dan Pulilan (Puliran); di Filipina sekarang, dan Mda (Jawa Kerajaan Medang), di Indonesia saat ini.
Lokasi yang tepat dari Pailah dan Puliran bisa diperdebatkan karena ini bisa mengacu pada masa kini kota Pila dan bagian tenggara Laguna de Bay yang sebelumnya dikenal sebagai Puliran dekat dengan tempat prasasti ditemukan.
Referensi "Namwaran" juga mungkin memiliki konotasi untuk nawara, istilah Visayan digunakan dalam penghormatan untuk orang mati. Dalam tradisi kuno Visayan, nama orang mati tidak digunakan dalam percakapan sebagai cara menghormati. Kata Binwangan di Waray modern berarti "mulut sungai", sementara Puliran berarti bergulir dari bukit ke flatland, fitur topografi yang kini kota Lumban.
Apakah Kebesaran Majapahit hingga ke wilayah Filipina ?
Mda (Jawa Kerajaan Medang), di Indonesia saat ini, dalam Naskah itu dinyatakan sebagai sekutu. Rupanya, Kerajaan Tondo bekerjasama dengan Kerajaan Medang -Indonesia sekarang, sebagai mitra dagang. Selain Tondo ada juga Kerajaan Namayan.
Namayan dikatakan tertua dari tiga kerajaan di Filipina, mendahului sejarah Tondo dan Maynila. Dibentuk oleh konfederasi Barangay, dikatakan mencapai puncak kejayaannya pada 1175 Masehi.
Kerajaan Namayan, muncul dari visi satu orang atau lahir karena pertemuan dengan kekuatan politik dan budaya eksternal dari tradisi besar, tidak ada yang tahu, tetapi aturan satu raja berhasil dalam mengikat bersama-sama kekuasaan yang luas yang membentang dari Manila Bay ke Laguna de Bai.
Raja-raja Namayan memerintah Barangay dengan menggabungkan negara-negara yang pada dasarnya pengelompokan kekerabatan. Barangay disebut Bonges kuno (sekarang Paco), Dibag (sekarang Ermita) Panakawan (sekarang Malate), Yamagtogon (sekarang Pasay), Maysapang (sekarang Quiapo/ Sampaloc), Meykatmon, Kalatongdongan dan Dongos. Selain yang disebutkan tersebut, adalah kota-kota Makati, San Juan del Monte dan Mandaluyong dan distrik San Miguel, Sta. Mesa dan Pandacan ditambah kota Taytay. Negara-negara ini termasuk bagian dari Kerajaan Namayan yang saat ini dikenal sebagai Sta. Ana de Manila.
Sapa berkembang sebagai pusat perdagangan dari 12 ke abad ke-14 Masehi dan puncaknya sekitar 1175 M. Orang-orang dari Barangay datang ke pelabuhan Sapa untuk barter dengan pedagang Cina Selatan sampai ke Luzon setiap tahun dan di bawah musim barat mereka pulang.
Selain dari China, angin berubah membawa kapal dari Maluku, Kalimantan, Sumatera, Jawa, dan bahkan jauh seperti India, Siam dan Kamboja. Pedagang dari tempat-tempat yang jauh memperdagangkan selimut berwarna, piring, guci anggur, tembaga dan timah, tombak, pisau, manik-manik kaca, peralatan masak, jarum, porselin, dan kain satin sutra yang khusus untuk para bangsawan .
Dalam pertukaran ini, bangsa pribumi Melayu Filipina berlayar membawa madu, kelapa, ternak, kapas, tuak, pinang, lilin kuning, budak, emas, mutiara dan semacam kerang laut kecil yang dikenal sebagai sijueyes, yang di Siam dan tempat lain disukai .
Salah satu penguasa Namayan adalah Lakan Takhan yang menikah dengan Dayang Buan. Memiliki anak empat orang, salah satunya bernama Palaba. Palaba mewarisi kerajaan yang dilanjutkan oleh Laboy dan Kalamayin. Pada masa Pangeran Martin memerintah, bangsa Spanyol tiba dalam zaman awal penjajahan, yaitu abad 16 M. Lakan Takhan juga memiliki seorang putri yang oleh seorang budak asal Kalimantan ( Brunei-Sabah ) disebut Dayang-dayang Pasay yang dikristenkan secara paksa  sebagai Dominga Custodio oleh penjajah Spanyol.
Menurut Abdul Rahman Hamid dalam bukunya "Sejarah Maritim Indonesia" hal.140, Spanyol dan Portugis juga memilih melakukan jalur pelayaran laut utara Sabah dan menuju ke Filipina, karena menghindari perang dengan angkatan perang Jawa yang berkuasa di Laut Jawa dan Selat Malaka. Â Bahkan para pelayar Portugis dan Spanyol harus mengikat perjanjian kerjasama dengan Sultan-sultan Brunei ( termasuk Sabah tentunya ) agar pelayaran mereka aman. 3) Namun sejarah mencatat bahwa pada akhirnya para penjajah Portugis dan Spanyol akhirnya mengkhianati Brunei-Sabah dan Filipina. Itulah akal busuk penjajah bahkan sampai hari inipun.
Kaitan dengan artefak kuno di Filipina yang menunjukkan tahun 900 Masehi, berarti zaman awal Kerajaan Medang di wilayah Jawa Tengah, sebelum Kerajaan Majapahit.
Sementara itu, nama yang lazim dipakai untuk menyebut Kerajaan Medang periode Jawa Tengah adalah Kerajaan Mataram kuno, yaitu merujuk kepada salah satu daerah ibu kota kerajaan ini. Bhumi Mataram adalah sebutan lama untuk Yogyakarta dan sekitarnya. Di daerah inilah untuk pertama kalinya istana Kerajaan Medang diperkirakan berdiri (Rajya Medang i Bhumi Mataram). Nama ini ditemukan dalam beberapa prasasti, misalnya prasasti Minto dan prasasti Anjuk Ladang. Istilah Mataram kemudian lazim dipakai untuk menyebut nama kerajaan secara keseluruhan, meskipun tidak selamanya kerajaan ini berpusat di sana.
Namun logikanya, jika kawasan Filipina ( tentu termasuk Sabah dan Brunei ) sudah berhubungan dengan Kerajaan Jawa di zaman Mataram kuno, maka bisa dipastikan tentu ada pula hubungan dengan Majapahit, karena Majapahit pada zaman sesudah Mataram Kuno justru merupakan zaman keemasan kerajaan di Jawa ( abad 13 sampai 15 M Â ).
Bukti lainnya adalah, adanya peninggalan ilmu silat Majapahit dan senjata era Majapahit yang ditemukan masih eksis di kawasan Filipina pada masa sekarang ini.
Namanya adalah Sundang Majapahit dan Kali Majapahit. Jadi, Â ternyata selain Pencak Silat, ada bela diri lain dari Nusantara yang usianya lebih tua, spektakuler, namun belum familiar. Namanya Sundang Majapahit. Sayangnya bela diri ini sudah jarang dipelajari lagi di Nusantara
Sundang Majapahit justru dikembangkan hingga sekarang dan menjadi salah satu seni Bela Diri khas Filipina. Di sana seni Bela Diri ini disebut sebagai Kali Majapahit. Padahal dulunya Bela Diri ini diajarkan pada pasukan elite Majapahit. Mengapa kini malah ada di Filipina?
Setelah kerajaan Majapahit hancur dan tak terselamatkan pada abad 16 M, Sundang Majapahit lalu menghilang dan tak bisa ditemukan lagi. Beberapa kerajaan yang dahulu pernah diajarkan bela diri Sundang Majapahit pun sudah banyak yang punah, terkecuali kerajaan Sulu yang terletak di Filipina. Maka dari itu bela diri ini masih lestari di Filipina.
Sebagai salah satu kekayaan Nusantara yang mestinya dilestarikan, berikut beberapa fakta seputaran Sundang Majapahit alias Kali Majapahit yang layak diketahui :
Sundang Majapahit dan Kali Majapahit dulu dipelajari oleh para prajurit dari Pasukan Elite Kerajaan Majapahit. Hanya pasukan terbaiklah yang boleh mempelajari bela diri ini.
Seperti yang diceritakan dalam sejarah, Kerajaan Majapahit mengajarkan teknik berperang yang unggul sampai-sampai prajuritnya sulit sekali untuk dikalahkan.Â
Orang yang pertama kali memperkenalkan Sundang Majapahit sebagai seni bela diri khas Majapahit ini adalah Mahesa Anabrang. Dia merupakan salah satu pentolan Kerajaan Majapahit masa awal, yakni zaman dipimpin Raden Wijaya.
Mahesa Anabrang menggabungkan seni bela diri militer yang dimiliki oleh Kerajaan Singosari dan Kerajaan Dharmasraya asal Sumatera Barat. Penggabungan dua seni bela diri yang unik ini akhirnya melahirkan Sundang Majapahit.
Berbekal ilmu Sundang Majapahit, seorang prajurit perang bisa menggunakan teknik patahan yang dikombinasikan dengan beberapa senjata, contohnya pedang dan keris.
Konon kombinasi Sundang Majapahit yang dipadukan dengan pedang di tangan kiri serta keris di tangan kanan dapat langsung menebas lawan tewas di tempat.
Sundang Majapahit ini ternyata dikenal amat sangat mematikan. Ilmu bela diri satu ini memiliki teknik pertarungan yang terbagi menjadi beberapa unsur.
Unsur pertahanan disebut dengan Sundang Gunung. Untuk menyerang dan menaklukkan, digunakan Sundang Kali dan Sundang Laut. Ada pun teknik Sundang Angin digunakan untuk bentuk penyusupan. Terakhir adalah Sundang Matahari yang digunakan untuk melindungi raja beserta keluarganya.
Kelima unsur Sundang Gunung, Kali, Laut, Angin dan Matahari tersebut dapat dikombinasikan satu dengan yang lainnya. Keseluruhannya mempunyai fungsi tersendiri yang akan membantu memenangkan sebuah pertarungan.
Segenap teknik tersebut, selama dilakukan sesuai ajaran yang baik dan benar, akan menjadi semakin mematikan lagi dengan sokongan senjata pedang dan keris.
Ilmu ini dikatakan tak terhentikan. Sekalinya Sundang Majapahit sudah digunakan untuk menyerang lawan, maka siapa saja yang jadi lawannya kemungkinan besar akan kehilangan nyawa.
Konon tidak banyak yang bisa menguasai bela diri ini. Tidak sembarang orang yang mampu mempelajari Sundang Majapahit, lantaran saking saktinya. Mahesa Anabrang lantas menurunkan ilmunya tersebut pada keturunannya yang bernama Adityawarman.
Dari Adityawarman inilah Sundang Majapahit kemudian disebarkan ke pasukan-pasukan Kerajaan Majapahit, juga kerajaan bawahannya seperti Dharmasraya yang ada di Sumatera, Bugis Gowa, dan Sulu yang ada di Filipina. Perlu diteliti juga, apakah sampai juga di Kerajaan Brunei-Sabah sebagai wilayah bawahan Majapahit juga.
Seni bela diri merupakan salah satu ragam kesenian yang menitikberatkan pada pertahanan, perlindungan dan pembelaan terhadap dirinya sendiri.
Pada zaman kuno sebelum adanya persenjataan modern, manusia tidak memikirkan cara lain untuk mempertahankan dirinya selain dengan tangan kosong. Pada saat itu, kemampuan bertarung dengan tangan kosong dikembangkan sebagai cara untuk menyerang dan bertahan, selain digunakan untuk meningkatkan kemampuan fisik atau badan seseorang.
SUMBER INSPIRASI SASTRA MODERN
Hal-hal semacam itu, tentu merupakan bahan yang amat sempurna untuk dipakai sebagai bahan baku penulisan sastra modern dalam bentuk novel sejarah, atau Puisi Esai 4 ) yang berbentuk puisi panjang dan dilengkapi catatan kaki alias footnotes.
Saya ( Viddy Ad Daery ) telah memulai upaya itu dengan menulis siri "Pendekar Sendang Drajat" ( PSD ) dengan mengambil sedikit banyak latar pelayaran Bangsa Brunei-Sabah-Filipina dalam siri yang berjudul "MISTERI KAPAL BRUNEI di GRESIK" dan lanjutannya "MISTERI PORTUGIS ISLAM di ISTANA MENGANTI". 5 )
Meskipun hal ini bukan hal yang pertamakali dilakukan seorang kreator / sastrawan, namun menurut saya cukup langka.
Dalam naskah "Hikayat Hang Tuah" 6 ) juga ada dikisahkan utusan Sultan Malaka menghantar pulang seorang Pangeran Brunei melalui perjalanan laut tentunya, namun nampaknya laluan laut yang dilewati adalah Laut Natuna alias Laut China Selatan sekarang. Pangeran Brunei bernama Adipati Solok itu --( apakah itu ada hubungannya dengan Solok Sumatera ? ataukah justru berhubungan dengan Sulu Filipina ? ) --dengan kenakalan remajanya, dengan iseng mengganggu pelayaran Laksamana Hang Tuah yang sedang berlayar ke Majapahit. Dengan mudah Pangeran Brunei itu dikalahkan oleh Laksamana dan diperhadapkan ke Sultan Malaka. Namun Sultan Malaka mengampuninya karena hubungan baik dengan Sultan Brunei. Maka Pangeran Brunei itu dihantar pulang ke Brunei, malahan Sultan Malaka juga menitip bingkisan oleh-oleh kepada Sutan Brunei.
Dalam buku "Runtuhnya Kerajaan Hindu Jawa dan Timbulnya Negara-negara Islam di Nusantara" , 7 ) Prof. Slamet Mulyana juga menulis bahwa para Sunan di Jawa merupakan aktifis agama aliran madzab Hanafi ( ulama ) yang datang dari Champa dan China selatan, yang mana laluannya tentu laut Sulu Filipina. Bahkan Sunan Ampel beristerikan Nyai Gede Manila yang tentunya puteri seorang pembesar Kerajaan Manila sebelum penjajah Spanyol menjajah Filipina.
Seorang sarjana Filipina , Noel Teodaro, dalam buku antologi karya ilmiah "Panggung Sejarah" ( Yayasan Obor , 2011 ) Â 8 ) juga menulis artikel yang menghimbau agar diadakan kajian-kajian khusus hubungan Jawa dengan kawasan Filipina termasuk Brunei dan Sabah.
Noel Teodaro juga menulis bahwa Spanyol pada mulanya mengajak bekerjasana Kesultanan Brunei, namun pada akhirnya justru menyerang Brunei tahun 1577, 1588 dan 1645.
KESIMPULAN :
Terlalu lama wilayah Filipina dilupakan oleh Pergaulan Saudara Serumpun Nusantara. Kini sudah saatnya mereka dirangkul kembali dengan perantaraan ( para budayawan dan ilmuwan ) Sabah dan Kalimantan Utara. Semoga !!!
Catatan Kaki :
. Dalam naskah "Negarakertagama" alias "Desawarnana" karya Empu Prapanca tertulis dalam Pupuh 14 point ( ayat ) Â 1 dan 2 :
- Kadadanan i landa len ri samda tirm tan kasah, ri sedu burune ri kalka saludu ri solot / pasir, baritw i sawaku muwah ri tabalu ri tuju kute, lawan ri malano makapramukha ta ri tajupuri.
- Â Ikang sakahawan paha pramukha ta huju medini, ri lnkasukha len ri saimwan i kalanten i tringano, naor pa-(98a)kamuwar dunun ri tumasikh / ri sahya huju, kla keda jere ri kajap i niran / sanusa pupul.
Â
Yang artinya :
- Kadandangan, Landa Samadang dan Tirem tak terlupakan Sedu, Barune (ng), Kalka, Saludung, Solot dan juga Pasir, Barito, Sawaku, Tabalung, ikut juga Tanjung Kutei, Malano tetap yang terpenting di pulau Tanjungpura.
- Di Hujung Medini Pahang yang disebut paling dahulu, Berikut Langkasuka, Saimwang, Kelantan serta Trengganu, Johor, Paka, Muar, Dungun, Tumasik, Kelang serta Kedah, Jerai, Kanjapiniran, semua sudah lama terhimpun.
Barune jelas menunjuk Kerajaan Brunei, sedangkan Saludung konon bisa dirujuk ke wilayah Marudu Sabah sekarang ini. Bagaimanapun hal itu memerlukan upaya kajian lebih lanjut. Selanjutnya Pasir, konon merujuk Passer Penajam sekarang. Sawaku merujuk Serawak sekarang. Tabalung merujuk Tabalong sekarang. Tanjung Kutei merujuk Kutai ( Kertanegara ) sekarang, dan seterusnya.
2 ) Sebagaimana banyak didiskusikan akhir-akhir ini, dalam buku "Runtuhnya Kerajaan Hindu Jawa dan Timbulnya Negara-negara Islam di Nusantara" , Prof. Slamet Mulyana juga menulis bahwa para Sunan di Jawa merupakan aktifis agama aliran madzab Hanafi ( ulama ) yang datang dari Champa dan China selatan, yang mana laluannya tentu laut Sulu Filipina. Bahkan Sunan Ampel beristerikan Nyai Gede Manila yang tentunya puteri seorang pembesar Kerajaan Manila sebelum penjajah Spanyol menjajah Filipina.
3). Abdul Rahman Hamid dalam bukunya "Sejarah Maritim Indonesia" ( dengan sumber literature yang cukup kaya ) banyak membahas zaman Majapahit sampai zaman penjajahan Portugis sampai Belanda, dimana pada saat itu peristiwa-peristiwa kelautan Nusantara sedang dalam masa yang riuh rendah.
4). Puisi Esai adalah genre sastra yang digagas oleh Tokoh Sastra Denny JA, dan merupakan puisi yang ditulis berdasarkan fakta peristiwa tertentu dan dituangkan dalam bahasa komunikasi yang mudah dipahami. Puisi esai membedakan dirinya dengan puisi lirik yang memang lebih sering ditulis berdasarkan imajinasi, dan kerap menggunakan bahasa simbolik atau metafor-metafor yang sulit dipahami. Walaupun diangkat dari peristiwa faktual, puisi esai tetaplah fiksi. Fakta peristiwa hanya merupakan latar belakang dari cerita yang ingin dibangun oleh penulis puisi esai.
Jika dalam puisi lirik peristiwa seperti tenggelamnya matahari atau jatuhnya hujan digambarkan sebagai semata-mata peristiwa puitik, maka dalam puisi esai peristiwa yang diangkat adalah peristiwa yang memiliki dimensi sosial dalam ruang dan waktu tertentu. Untuk memahami dengan benar dimensi sosial dari suatu peristiwa seorang penulis puisi esai melakukan riset yang mendalam. Ia membutuhkan referensi untuk memperkuat fakta, menyajikan data, atau memperjelas duduk persoalan. Karena itu puisi esai dilengkapi catatan kaki untuk menegaskan bahwa cerita yang diangkatnya adalah cerita manusia kongkret yang terlibat dalam suatu realitas sosial atau peristiwa sejarah, bukan sesuatu yang tak ada, asing, dan abstrak---sebagaimana penggambaran yang sering muncul dalam puisi lirik. Juga boleh dibedakan dari puisi-puisi gelap Indonesia yang digagas oleh kaum Neo-Liberalis. ( Sumber : http://dennyjaworld.com/polemik-diskusi/read/16 )
5)."MISTERI KAPAL BRUNEI di GRESIK" dan lanjutannya "MISTERI PORTUGIS ISLAM di ISTANA MENGANTI", adalah siri novel Pendekar Sendang Drajat ( PSD ) karya Viddy Ad Daery yang sudah mencecah jilid 9 dari rencana 10 jilid yang dirancang. Jilid 2 dan 3 PSD ditulis di RUMAH GAPENA Kuala Lumpur manakala Viddy diundang menjalani Residensi artist alias berkarya atas sponsor sebuah lembaga NGO di luar negeri.
6). "Hikayat Hang Tuah" terbitan DBP KL tahun 1997.
7). Dalam buku "Runtuhnya Kerajaan Hindu Jawa dan Timbulnya Negara-negara Islam di Nusantara" , 5 ) Prof. Slamet Mulyana, antara lain mengambil sumber dari Kronik Kelenteng Sampo Kong Semarang yang pernah dirampas oleh Residen Poortman, lalu diperkenalkan oleh residen tersebut. Poortman memimpin penggeledahan Kelenteng Sam Po Kong di Semarang dan mengangkut naskah berbahasa Tionghoa yang terdapat di sana, sebagian telah berusia 400 tahun pada saat itu, sebanyak 3 cikar (pedati yang ditarik lembu), pada tahun 1928 dalam rangka tugas yang diembannya dari pemerintah kolonial Belanda untuk menyelidiki apakah Raden Patah itu orang Tionghoa atau bukan.
8). "Panggung Sejarah" ( Yayasan Obor , 2011 ) Â adalah buku antologi tulisan ilmiah yang didedikasikan untuk menghormati ulang tahun tokoh Perancis Prof.Dr. Dennys Lombard.
DAFTAR PUSTAKA :
1.Abdul Rahman Hamid, " Sejarah Maritim Indonesia" . Jogjakarta, Ombak : 2013.
2.Agus Wahyudi," Serat Centhini", Jogjakarta : Cakrawala, 2015.
3.Boris Parnickel, "Perkembangan Sastera Nusantara Serumpun" , Kuala Lumpur : DBP , 1992.
4. Henri Chambert-Loir ( ed. ), "Panggung Sejarah". Jakarta : Yayasan Obor, 2011.
5.Langit Kresna Hariadi, "Gajah Mada : Makar Dharmaputra". Solo, Tiga Serangkai, 2013.
6.Slamet Mulyana, "Negarakertagama dan tafsir sejarahnya". Jakarta : Bhratara Karya Aksara,1979.
7.Slamet Mulyana, "Runtuhnya Kerajaan Hindu Jawa dan Timbulnya Negara-negara Islam di Nusantara" .Jogjakarta : LKiS , 2005.Â
8.Viddy Ad Daery, "Pendekar Sendang Drajat" , Jakarta : Alvabet, 2009.
9.Viddy Ad Daery, "PSD : Misteri Portugis Islam di Istana Menganti." Lamongan : Visi Amansentosa Dahsyat, 2018.
10.Yudiono KS, "Pengantar Sejarah Sastra Indonesia", Jakarta :Grasindo 2010.
Â
RIWAYAT HIDUP DAN RIWAYAT PEKERJAAN Drs.AHMAD ANUF CHAFIDDI
Â
alias Viddy Ad Daery
Â
Nominator Test SELEKSI CALON DIRJEN KEBUDAYAAN Kemdikbud RI ( 9 nominee setelah diseleksi dari 50-an pendaftar ).
Â
Drs.Ahmad Anuf Chafiddi, alias Viddy Ad Daery , lahir di Lamongan, Jawa Timur, 28 Desember 1961, menulis laporan berita, puisi, cerpen, novel, artikel/kolom dan naskah drama serta naskah sinetron. Juga menyutradarai dan memproduksi film.Â
Viddy juga sering diundang untuk menjadi pemakalah pada seminar-seminar Internasional di kawasan Asia Tenggara, antara lain : Malaysia, Brunei, Thailand dan Singapura, disamping di berbagai daerah di Indonesia.Â
-Riwayat Karya dan Pekerjaan :Â
-Tahun 80-an, puisinya SURABAYA MARI BICARA EMPAT MATA , dipakai oleh Walikota dr.Poernomo Kasidi sebagai Puisi Wajib HUT Surabaya.Â
-Tahun 80-an intens terlibat dalam pergaulan TEATER PATRIANA.Â
-Tahun 80-an, sambil kuliah, menyambi bekerja menjadi wartawan Surabaya Post dan Jawa Pos.Â
-Tahun pertengahan 80-an : Novel bersambungnya di JAWA POS : OPERA GERBANGKERTOSUSILO meledak menjadi cerbung yang ditunggu-tunggu pembaca Jawa Pos tiap pagi.Â
-Tahun 90-an : bikin film seri ACI di TVRI Pusat, dan FS Remaja-remaja Harapan di TVRI Surabaya.Â
-Tahun 1990 : hijrah ke Jakarta dan bekerja di TPI-alias-Televisi Pendidikan Indonesia, mula-mula berkantor di Gedung Wisma Tugu , kemudian hijrah ke Gedung TVRI, dan kemudian hijrah ke Gedung TPI di kompleks Taman Mini.Â
-Tahun 90-an, memproduksi LENONG BOCAH di TPI, dan meraih 8 Piala Vidia di FSI 1994.Â
-Tahun 2000-an, mulai memperjuangkan keberadaan Sejarah MAJAPAHIT dan GAJAH MADA di forum-forum kebudayaan di Malaysia, Singapura, Brunei, Thailand dan Indonesia ( Asia Tenggara ).Â
-Tahun 2009-an , mulai menulis serial novel sejarah Jawa Timur, Serial PENDEKAR SENDANG DRAJAT.Â
-Tahun 2000-an, mendirikan ( menjadi Direktur ) Visi Amansentosa Dahsyat.Â
-Tahun 2000-an, mulai memproduksi sinetron-sinetron Sejarah Sunan-Sunan.Â
-Tahun 2012 : mulai mempersiapkan produksi film kolosal ala Hollywood, produk pertama adalah GRAND MASTER GAJAH MADA-The MovieÂ
-1987 : Lulus sebagai sarjana sosiologi dari FISIP Univ.Airlangga Surabaya.Â
-2010-2011 : Kuliah pendek penjajagan penulisan disertasi PhD di UPSI Tanjung Malim, Perak, Malaysia.Â
-1987-1995 : Menjadi koresponden Surabaya Post dan Jawa Pos.Â
-2000-sekarang : Koresponden WARTA GAPENA, Malaysia. Dan dosen di Akademi Perfilman Usmar Ismail SDM-Citra-PPHUI,Jakarta.Â
-1991-2002 : Bekerja di TPI ( Televisi Pendidikan Indonesia ) sebagai produser eksekutif.Â
- 2002-2007 : Menjadi sutradara dan penulis naskah sinetron dan Company Profile di beberapa Production House. Sambil mengajar beberapa matakuliah pertelevisian di SDM CITRA-PPHUI Jakarta.Â
-2008-2009 : Menjadi anggota Tim analis media Staf Khusus Menkominfo RI.Â
-2010 : Mukim sementara di Malaysia , menjadi karyawan tamu GAPENA Malaysia.Â
-2011 : Menjadi Tim Penulis Skenario Sinetron MNC Pictures Jakarta.Â
Dan menjadi pengurus Yayasan Kertagama Jakarta , pimpinan Bapak H. Harmoko dan Ibu Dr.Sri Teddy Roesdy.Â
-2011 : Diangkat oleh Bupati Lamongan menjadi Penasehat Dewan Kesenian Lamongan, Jawa Timur.Â
-2012-2014 : Banyak memberikan Workshop Produksi Film Daerah secara paket, bekerjasama dengan Dewan-dewan Kesenian Daerah atau Pemerintah Daerah.Â
-2012 : Konsultan media di Group Pelita.Â
-2015 : Ikut mendirikan Institut Drama dan Film Patriana di Surabaya.Â
-2015 : Menjadi anggota Tim Penulis Serial Buku-buku Pakdhe Karwo ( Gubernur Jatim ).Â
-2015 : Anggota Tim Pemasar Koperasi DAMAR WIJAYA INDONESIA.Â
2015 : Nominator Test SELEKSI CALON DIRJEN KEBUDAYAAN Kemdikbud RI ( 9 nominee setelah diseleksi dari 50-an pendaftar ).Â
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H