Selain dari China, angin berubah membawa kapal dari Maluku, Kalimantan, Sumatera, Jawa, dan bahkan jauh seperti India, Siam dan Kamboja. Pedagang dari tempat-tempat yang jauh memperdagangkan selimut berwarna, piring, guci anggur, tembaga dan timah, tombak, pisau, manik-manik kaca, peralatan masak, jarum, porselin, dan kain satin sutra yang khusus untuk para bangsawan .
Dalam pertukaran ini, bangsa pribumi Melayu Filipina berlayar membawa madu, kelapa, ternak, kapas, tuak, pinang, lilin kuning, budak, emas, mutiara dan semacam kerang laut kecil yang dikenal sebagai sijueyes, yang di Siam dan tempat lain disukai .
Salah satu penguasa Namayan adalah Lakan Takhan yang menikah dengan Dayang Buan. Memiliki anak empat orang, salah satunya bernama Palaba. Palaba mewarisi kerajaan yang dilanjutkan oleh Laboy dan Kalamayin. Pada masa Pangeran Martin memerintah, bangsa Spanyol tiba dalam zaman awal penjajahan, yaitu abad 16 M. Lakan Takhan juga memiliki seorang putri yang oleh seorang budak asal Kalimantan ( Brunei-Sabah ) disebut Dayang-dayang Pasay yang dikristenkan secara paksa  sebagai Dominga Custodio oleh penjajah Spanyol.
Menurut Abdul Rahman Hamid dalam bukunya "Sejarah Maritim Indonesia" hal.140, Spanyol dan Portugis juga memilih melakukan jalur pelayaran laut utara Sabah dan menuju ke Filipina, karena menghindari perang dengan angkatan perang Jawa yang berkuasa di Laut Jawa dan Selat Malaka. Â Bahkan para pelayar Portugis dan Spanyol harus mengikat perjanjian kerjasama dengan Sultan-sultan Brunei ( termasuk Sabah tentunya ) agar pelayaran mereka aman. 3) Namun sejarah mencatat bahwa pada akhirnya para penjajah Portugis dan Spanyol akhirnya mengkhianati Brunei-Sabah dan Filipina. Itulah akal busuk penjajah bahkan sampai hari inipun.
Kaitan dengan artefak kuno di Filipina yang menunjukkan tahun 900 Masehi, berarti zaman awal Kerajaan Medang di wilayah Jawa Tengah, sebelum Kerajaan Majapahit.
Sementara itu, nama yang lazim dipakai untuk menyebut Kerajaan Medang periode Jawa Tengah adalah Kerajaan Mataram kuno, yaitu merujuk kepada salah satu daerah ibu kota kerajaan ini. Bhumi Mataram adalah sebutan lama untuk Yogyakarta dan sekitarnya. Di daerah inilah untuk pertama kalinya istana Kerajaan Medang diperkirakan berdiri (Rajya Medang i Bhumi Mataram). Nama ini ditemukan dalam beberapa prasasti, misalnya prasasti Minto dan prasasti Anjuk Ladang. Istilah Mataram kemudian lazim dipakai untuk menyebut nama kerajaan secara keseluruhan, meskipun tidak selamanya kerajaan ini berpusat di sana.
Namun logikanya, jika kawasan Filipina ( tentu termasuk Sabah dan Brunei ) sudah berhubungan dengan Kerajaan Jawa di zaman Mataram kuno, maka bisa dipastikan tentu ada pula hubungan dengan Majapahit, karena Majapahit pada zaman sesudah Mataram Kuno justru merupakan zaman keemasan kerajaan di Jawa ( abad 13 sampai 15 M Â ).
Bukti lainnya adalah, adanya peninggalan ilmu silat Majapahit dan senjata era Majapahit yang ditemukan masih eksis di kawasan Filipina pada masa sekarang ini.
Namanya adalah Sundang Majapahit dan Kali Majapahit. Jadi, Â ternyata selain Pencak Silat, ada bela diri lain dari Nusantara yang usianya lebih tua, spektakuler, namun belum familiar. Namanya Sundang Majapahit. Sayangnya bela diri ini sudah jarang dipelajari lagi di Nusantara
Sundang Majapahit justru dikembangkan hingga sekarang dan menjadi salah satu seni Bela Diri khas Filipina. Di sana seni Bela Diri ini disebut sebagai Kali Majapahit. Padahal dulunya Bela Diri ini diajarkan pada pasukan elite Majapahit. Mengapa kini malah ada di Filipina?
Setelah kerajaan Majapahit hancur dan tak terselamatkan pada abad 16 M, Sundang Majapahit lalu menghilang dan tak bisa ditemukan lagi. Beberapa kerajaan yang dahulu pernah diajarkan bela diri Sundang Majapahit pun sudah banyak yang punah, terkecuali kerajaan Sulu yang terletak di Filipina. Maka dari itu bela diri ini masih lestari di Filipina.
Sebagai salah satu kekayaan Nusantara yang mestinya dilestarikan, berikut beberapa fakta seputaran Sundang Majapahit alias Kali Majapahit yang layak diketahui :