Mohon tunggu...
Vico Adli Narindra
Vico Adli Narindra Mohon Tunggu... Lainnya - Pelajar SMAN 28 Jakarta

XI MIPA 4

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Resensi Novel "Negeri 5 Menara"

3 Maret 2021   11:41 Diperbarui: 3 Maret 2021   12:05 2679
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel Negeri 5 Menara Karya Ahmad Fuadi/goodreads.com

Tema yang terdapat dalam novel ini adalah Pendidikan. Hal ini dapat dilihat dari latar tempat dan suasana yakni di pesantren dimana kegiatan sang tokoh berlangsung.

Alur dalam novel ini adalah alur campuran. Ceritanya adalah ingatan ketika masa lalu sang tokoh dan membuahkan hasil pada masa kini. Hal ini dapat terbukti dengan kutipan “Washington DC, Desember 2003, pukul 16.00” (Negeri 5 Menara, h.1). dan “aku tersenyum dan pikaranku langsung terbangun jauh ke masa lalu. Masa yang sangat kuat terpatri dalam hatiku” (Negeri 5 Menara, h.4).

Dalam novel ini, sahibul Menara merupakan komponen penting karena mereka merupakan tokoh utama. Alif memiliki watak penurut dan patuh. Hal ini terdapat dalam kutipan “selama ini aku anak penurut” (Negeri 5 Menara, h.10). Baso, sebagai salah satu sahibul Menara memiliki sifat yang agamis. Hal ini terbukti dengan “saya ingin mendalami agam islam dan menjadi penghafal Al-Qur’an”  (Negeri 5 Menara, h.46). Raja Lubis, salah satu sahibul menara memiliki sifat rajin. Dapat terlihat pada kutipan “hobi utamanya membaca buku,…” (Negeri 5 Menara, h.45). Kawan lain di sahibul Menara, yakni Dulmajid memiliki sifat mandiri. Terbukti dengan “tentu saya akan dating sendiri” (Negeri 5 Menara, h.27).  Said Jufri, anak keturunan Arab itu memiliki pemikiran yang dewasa. Ini terbukti dengan “dia yang paling dewasa di antara kami” (Negeri 5 Menara, h.45). Anak yang bernama Atang, memiliki watak humoris dengan bukti “ sesuai janji, Atang yang membayari ongkos” (Negeri 5 Menara, h.221).

Latar dalam cerita ini cukup banyak dan beragam. Latar tempatnya berlokasi di Pondok Madani. Terbukti dengan kutipan “hari ini aku sampai di PM dengan perasaan bimbang” (Negeri 5 Menara, h.37). Latar waktunya juga beragam. Dapat dibuktikan dengan “malam itu aku tidur bersesak-sesakkan di lantai beralaskan karpet, …” (Negeri 5 Menara, h.37), “sudah jam 4 sore dan kami punya waktu 1 jam untuk kembali ke meja Ustad Torik” (Negeri 5 Menara, h.130), dan “esok paginya, PM diselimuti kabut” (Negeri 5 Menara, h.398).

Dalam novel ini si penulis merupakan orang pertama dan ketiga karena menggunakan kata “aku” dan terkadang menceritakan orang lain. Ini terbukti dengan kutipan “aku tegak di atas panggung aula madrasah negeri setingkat SMP” (Negeri 5 Menara, h.5) dan “dia mantan anak nakal yang aneh” (Negeri 5 Menara, h.45).

Novel ini sangat menginspirasi karena berpesan kepada kita bahwa kita harus bersungguh-sungguh dan bekerja keras untuk meraih apa yang kita impikan. Tetapi ingatlah selalu ada peran orangtua di bali kesuksesan tersebut. Jadi, kita juga harus menghormati, menyayangi, dan berbakti kepada orangtua. Janganlah kita meremehkan impian siapapun termasuk impian kita sendiri karena Tuhan Maha Mendengar.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun