Mohon tunggu...
Vicky Vendy
Vicky Vendy Mohon Tunggu... -

Mahasiswa S2 Akuntansi, International Islamic University Malaysia (IIUM) https://vickyvendy18.blogspot.my/

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Bitcoin dalam Perspektif Islam

2 Desember 2017   12:10 Diperbarui: 2 Desember 2017   12:51 2601
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bitcoin adalah mata uang virtual (virtual currency) yang diperkenalkan pada tahun 2009. Mata uang crypto tersebut menggunakan teknologi Blockchain yang memungkinkan pencatatan transaksi terdesentralisasi ke banyak perangkat komputer. Bitcoin dianggap berfungsi selayaknya mata uang. Namun berbeda dengan uang elektronik (e-money) yang masih menggunakan mata uang fiat yang berlaku di suatu negara (misal, Rupiah, USD, dll) dalam bentuk digital, Bitcoin melahirkan mata uangnya sendiri dan tidak menggunakan mata uang fiat.

Selain dianggap sebagai mata uang, bitcoin juga berperan sebagai sistem pembayaran. Dibandingkan model pembayaran via internet banking, credit card, ataupun paypal yang menggunakan pihak ketiga, bitcoin memungkinkan terjadinya transaksi keuangan secara peer-to-peer antara penerima dan pengirim bitcoin tanpa adanya perantara. Dengan begitu, biaya transaksi menggunakan bitcoin menjadi sangat rendah.

Per 1 Desember 2017, Bitcoin menjadi mata uang crypto yang paling banyak digunakan dengan nilai kapitalisasi 168 Miliar USD dan pangsa pasar 56% (www.coinmarketcap.com). Bahkan, per 1 Juni 2016, terdapat 150 ribu pedagang yang menerima pembayaran berupa bitcoin. Termasuk perusahaan besar seperti Microsoft dan Dell. Harga bitcoin pun cukup fantastis. Per 1 Desember 2017, harga per unit bitcoin setara dengan 10.075 USD atau sekitar 136 juta rupiah (Kurs $1=Rp 13.540). Bandingkan dengan mata uang crypto terbesar kedua, yaitu Ethereum yang hanya senilai 438 USD.

1 bitcoin setara dengan 1.000 mili-bitcoins atau 1.000.000 micro-bitcoins atau 100.000.000 Satoshis. Satoshi adalah satuan terkecil dari bitcoin yang bisa dipergunakan untuk transaksi. Nama Satoshi tersebut juga dinisbatkan kepada penemu bitcoin, Satoshi Nakamoto.

Ada dua cara untuk mendapatkan bitcoin. Pertama, dengan membeli menggunakan uang fiat (misal, Rupiah, USD, dll) via pedagang bitcoin online. Kedua, dengan melakukan mining, atau menggunakan komputer canggih untuk menguraikan algoritma yang kompleks guna memverifikasi sebuah transaksi yang dilakukan oleh sesama pengguna bitcoin dan menempatkannya pada sebuah block baru. Upah bagi miner/penambang yang berhasil memverifikasi transaksi dan menemukan block baru sebesar 12,5 bitcoin. Semakin turun dari yang sebelumnya 50 dan 25 bitcoin.

Penggunaan istilah mining/penambangan tersebut memberi kesan bahwa bitcoin ingin dianggap sama seperti emas. Bahwa bitcoin pun perlu "ditambang" secara digital dan jumlahnya terbatas. Jumlah bitcoin yang nantinya beredar dibatasi maksimal hanya sebanyak 21 juta unit bitcoin.

Berikut simulasi transaksi dengan menggunakan bitcoin, misal si A ingin membeli Bakpau satu box dari si B seharga 0,001 Bitcoin atau 1 mili-bitcoin. Si A akan menggunakan private key yang dimilikinya (kalau di bank sama halnya seperti PIN ATM) untuk kemudian mengirimkan sejumlah bitcoin ke bitcoin address/public key (sama halnya seperti nomor rekening) milik si penjual bakpau. Begitu transaksi tersebut dilakukan oleh si A, maka transaksi akan masuk ke jaringan blockchain terlebih dahulu untuk diverifikasi dan divalidasi oleh sesama pengguna. Jika sudah divalidasi, maka bitcoin milik si A akan ditransfer ke si B. Satu transaksi membutuhkan waktu 10 menit untuk verifikasi.

Namun, agar bisa mengirim dan menerima Bitcoin, pengguna haruslah terlebih dahulu memiliki Bitcoin Wallet atau Dompet Bitcoin. Dompet tersebut bisa diinstall sendiri oleh pengguna bitcoin pada komputer maupun handphone, atau bisa juga menggunakan jasa pihak ketiga. Jika tidak menggunakan jasa pihak ketiga untuk dompet bitcoin, maka pengguna harus menjamin sendiri keamanan dari perangkat komputer atau handphone yang dimilikinya agar tidak diretas oleh pihak lain. Jika komputer/handphone rusak, sama saja artinya dengan kehilangan bitcoin, jadi dompet bitcoin harus di-backup secara berkala ke beberapa device yang lain. Lupa password ataupun private key bitcoin wallet juga berarti kehilangan bitcoin.

Kelebihan dan Kekurangan Bitcoin

Ada beberapa keunggulan dari Bitcoin. Pertama, kemudahan transaksi dan biaya yang murah. Bitcoin memudahkan transfer dana baik secara domestik maupun internasional dengan cepat dan biaya yang sangat murah karena mengeliminasi adanya pihak ketiga yang dalam hal ini adalah bank. Misalnya, dalam perdagangan internasional. Sebelum adanya Bitcoin, aktivitas ekspor dan impor membutuhkan Letter of Credit (LC).

Importir yang hendak membeli barang dari eksportir terlebih dahulu mengajukan LC kepada bank di negara si importir berasal, untuk selanjutnya bank di negara si importir tersebut akan menjalin korespondensi dengan bank yang ada di negara si eksportir. Dengan adanya mekanisme tersebut, ada jaminan importir akan menerima barang sesuai dengan apa yang dipesan, sedangkan eksportir mendapatkan jaminan mendapat pembayaran jika dia mengirimkan barang sesuai dengan pesanan importir. Penggunaan Bitcoin meniadakan kebutuhan akan LC tersebut. Importir tinggal mengirimkan pembayaran langsung kepada bitcoin address/public key milik eksportir. Otomatis mereduksi biaya transaksi.

Industri paling pertama terkena dampak dari revolusi yang dihadirkan oleh Blockchain dan mata uang crypto jelas adalah industri finansial. Karena pada dasarnya industri finansial adalah sebuah pihak ketiga yang dipercaya untuk mencatat dan memindahkan uang yang dimiliki nasabah. Dengan blockchain yang menghilangkan perantara, akan memberikan kekuasaan lebih besar kepada para pemilik uang dalam melakukan transaksi. Pendapatan institusi finansial yang berasal dari fee transaksi akan sangat terancam.

Kedua, keamanan yang terjaga. Sistem blockchain tersebut diyakini sulit bagi para hacker untuk meretas transaksi, karena untuk meretas sebuah transaksi yang tersimpan dalam sebuah block, hacker haruslah meretas transaksi sebelum dan sesudah block tersebut. Yang mana hal tersebut sangatlah sulit untuk dilakukan. Karena semua block terdesentralisasi. Semua pengguna Bitcoin memiliki catatan/buku besar atas tansaksi keuangan. Jika ingin meretas satu transaksi, berarti harus meretas block-block yang lain. Karena block tersebut saling berkait sehingga disebut dengan blockchain.

Namun demikian, bitcoin juga memiliki kekurangan. Adapun beberapa kekurangan dari bitcoin adalah, pertama, volatilitas yang cukup tinggi. Pergerakan harga yang naik turun bak roller coaster pada Bitcoin membuat kepemilikan terhadapnya sangatlah beresiko. Mengutip dari www.coindesk.com, setidaknya terjadi 3 kali perubahan yang tajam pada harga bitcoin. Per 1 september 2017, Bitcoin mencapai harga 4.950 USD, tapi per 14 september 2017 turun hingga 3.226 USD. Kemudian, per 8 November 2017, mata uang crypto tersebut terus naik harganya hingga mencapai 7.458 USD, namun lagi-lagi turun drastis per 12 November 2017 menjadi 5.857 USD. Yang terbaru, per 29 November 2017, harga Bitcoin meroket fantastis hingga 11.250 USD, tapi baru satu hari sudah anjlok lagi menjadi 9.000 USD.

Kalau dilihat secara keseluruhan dari awal tahun, 1 Januari 2017 hingga 1 Desember 2017, harga bitcoin merangkak naik dari yang semula 1.000 USD menjadi 10.075 USD. Hanya dalam kurun waktu 11 bulan sudah naik 9 kali lipat. Hingga membuat banyak kalangan, termasuk Joseph Stiglitz, peraih nobel ekonomi dan guru besar di Columbia University, mengatakan bahwa mata uang virtual tersebut sudah bubble.

Kedua, tidak adanya regulator yang mengatur. Jika terjadi penipuan, pencurian data, kegagalan sistem blockchain, kehilangan private key dan sebagainya maka pastinya pengguna bitcoin akan mengalami kerugian karena kehilangan Bitcoin namun tidak bisa mengadukannya kepada siapapun. Tidak ada lembaga penjamin bitcoin. Bank Indonesia dan Bank Negara Malaysia sudah memperingatkan risiko penggunaan bitcoin dan menyatakan bahwa tidak akan bertanggung jawab jika terjadi kerugian bagi para pemilik bitcoin di kedua negara tersebut.

Ketiga, berpotensi menjadi sarana untuk melakukan tindakan kejahatan seperti perdagangan narkotika, pendanaan terorisme dan pencucian uang. Transaksinya yang bersifatnya pseudonymous, membuat transaksi yang pernah dilakukan dan juga saldo Bitcoin yang dimiliki seseorang bisa dilihat, namun tidak bisa diketahui siapa pemiliknya. Hanya public keypengirim dan penerima saja yang tercatat. Oleh karena itu, cukup sulit untuk menelusuri pemilik akun bitcoin, sehingga para pelaku kejahatan merasa relatif aman untuk bertransaksi menggunakan Bitcoin.

Bitcoin dalam pandangan Islam

Bitcoin sama halnya dengan uang fiat. Sama-sama tidak memiliki nilai intrinsik. Akan tetapi, agar bisa diberlakukan sebagai mata uang yang sah dan diterima oleh semua kalangan masyarakat, barang yang tidak memiliki nilai intrinsik haruslah mendapatkan dukungan dari pemerintah.

Dalam Islam, peredaran mata uang haruslah dalam kendali negara. Sebagaimana diriwayatkan oleh al-baladhuri bahwasanya ada seorang pria pada masa pemerintahan khalifah Umar bin Abdul Aziz yang mencetak uang tanpa izin. Seketika orang tersebut ditangkap dan dipenjara. Sedangkan alat cetaknya disita dan kemudian dibakar. Apakah ada relevansinya dengan bitcoin? Hal ini seakan menegaskan bahwa peredaran mata uang haruslah menjadi otoritas pemerintah. Mayoritas imam madzhab mendukung hal tersebut, kecuali imam Hanafi.

Adanya kendali dan jaminan dari pemerintah membuat mata uang diterima secara luas oleh publik. Dengan adanya warning dari berbagai negara seperti Indonesia dan Malaysia tentang risiko investasi di bitcoin membuat publik mempertimbangkan kembali untuk turut serta menggunakan bitcoin. Bahkan negara seperti Rusia, China, Thailand dan Bangladesh melarang transaksi menggunakan bitcoin.

Islam juga berupaya untuk meminimalisir adanya maysir dan gharar. Dengan volatilitas harga yang sedemikian rupa, sangat riskan untuk berinvestasi pada bitcoin. Bahkan pada saat terjadi penurunan harga, pedagang yang menerima bitcoin sebagai pembayaran memilih untuk segera menukarkannya dengan uang fiat demi menghindari kerugian atas perubahan harga.

Ada kaidah fiqh yang berbunyi, "dar'ul mafasid muqaddamun 'ala jalbil masholih". Menolak mafsadah (keburukan) lebih diutamakan dibandingkan mendatangkan maslahah (kebaikan). Maka, sekalipun Bitcoin memiliki manfaat yang tidak dimiliki oleh uang fiat, maka eksistensinya cukup dipertanyakan mengingat potensi mudharat yang ditimbulkan bisa sangatlah merugikan bagi pemilik dan pengguna bitcoin. Mafsadah di atas bisa mereda jika di kemudian hari ada regulator yang mengatur dan volatilitas harga menjadi wajar.

Namun demikian, meskipun memiliki kekurangan, kelebihan teknologi blockchain tersebut tidaklah bisa dinafikan. Sebagian kalangan menilai teknologi mata uang crypto bisa menjadi teknologi masa depan untuk mata uang. Islamic Development Bank (IDB) mendorong negara-negara anggotanya untuk melakukan pengembangan instrumen keuangan berbasis teknologi blockchain. Bahkan, Dubai pun saat ini sedang mengembangkan mata uang cryptonya sendiri agar bisa digunakan di seluruh wilayah di Uni Emirat Arab (UEA). Dengan begitu, pemerintah bisa mengontrol peredaran mata uang virtual. Wallahu a'lam.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun