Industri paling pertama terkena dampak dari revolusi yang dihadirkan oleh Blockchain dan mata uang crypto jelas adalah industri finansial. Karena pada dasarnya industri finansial adalah sebuah pihak ketiga yang dipercaya untuk mencatat dan memindahkan uang yang dimiliki nasabah. Dengan blockchain yang menghilangkan perantara, akan memberikan kekuasaan lebih besar kepada para pemilik uang dalam melakukan transaksi. Pendapatan institusi finansial yang berasal dari fee transaksi akan sangat terancam.
Kedua, keamanan yang terjaga. Sistem blockchain tersebut diyakini sulit bagi para hacker untuk meretas transaksi, karena untuk meretas sebuah transaksi yang tersimpan dalam sebuah block, hacker haruslah meretas transaksi sebelum dan sesudah block tersebut. Yang mana hal tersebut sangatlah sulit untuk dilakukan. Karena semua block terdesentralisasi. Semua pengguna Bitcoin memiliki catatan/buku besar atas tansaksi keuangan. Jika ingin meretas satu transaksi, berarti harus meretas block-block yang lain. Karena block tersebut saling berkait sehingga disebut dengan blockchain.
Namun demikian, bitcoin juga memiliki kekurangan. Adapun beberapa kekurangan dari bitcoin adalah, pertama, volatilitas yang cukup tinggi. Pergerakan harga yang naik turun bak roller coaster pada Bitcoin membuat kepemilikan terhadapnya sangatlah beresiko. Mengutip dari www.coindesk.com, setidaknya terjadi 3 kali perubahan yang tajam pada harga bitcoin. Per 1 september 2017, Bitcoin mencapai harga 4.950 USD, tapi per 14 september 2017 turun hingga 3.226 USD. Kemudian, per 8 November 2017, mata uang crypto tersebut terus naik harganya hingga mencapai 7.458 USD, namun lagi-lagi turun drastis per 12 November 2017 menjadi 5.857 USD. Yang terbaru, per 29 November 2017, harga Bitcoin meroket fantastis hingga 11.250 USD, tapi baru satu hari sudah anjlok lagi menjadi 9.000 USD.
Kalau dilihat secara keseluruhan dari awal tahun, 1 Januari 2017 hingga 1 Desember 2017, harga bitcoin merangkak naik dari yang semula 1.000 USD menjadi 10.075 USD. Hanya dalam kurun waktu 11 bulan sudah naik 9 kali lipat. Hingga membuat banyak kalangan, termasuk Joseph Stiglitz, peraih nobel ekonomi dan guru besar di Columbia University, mengatakan bahwa mata uang virtual tersebut sudah bubble.
Kedua, tidak adanya regulator yang mengatur. Jika terjadi penipuan, pencurian data, kegagalan sistem blockchain, kehilangan private key dan sebagainya maka pastinya pengguna bitcoin akan mengalami kerugian karena kehilangan Bitcoin namun tidak bisa mengadukannya kepada siapapun. Tidak ada lembaga penjamin bitcoin. Bank Indonesia dan Bank Negara Malaysia sudah memperingatkan risiko penggunaan bitcoin dan menyatakan bahwa tidak akan bertanggung jawab jika terjadi kerugian bagi para pemilik bitcoin di kedua negara tersebut.
Ketiga, berpotensi menjadi sarana untuk melakukan tindakan kejahatan seperti perdagangan narkotika, pendanaan terorisme dan pencucian uang. Transaksinya yang bersifatnya pseudonymous, membuat transaksi yang pernah dilakukan dan juga saldo Bitcoin yang dimiliki seseorang bisa dilihat, namun tidak bisa diketahui siapa pemiliknya. Hanya public keypengirim dan penerima saja yang tercatat. Oleh karena itu, cukup sulit untuk menelusuri pemilik akun bitcoin, sehingga para pelaku kejahatan merasa relatif aman untuk bertransaksi menggunakan Bitcoin.
Bitcoin dalam pandangan Islam
Bitcoin sama halnya dengan uang fiat. Sama-sama tidak memiliki nilai intrinsik. Akan tetapi, agar bisa diberlakukan sebagai mata uang yang sah dan diterima oleh semua kalangan masyarakat, barang yang tidak memiliki nilai intrinsik haruslah mendapatkan dukungan dari pemerintah.
Dalam Islam, peredaran mata uang haruslah dalam kendali negara. Sebagaimana diriwayatkan oleh al-baladhuri bahwasanya ada seorang pria pada masa pemerintahan khalifah Umar bin Abdul Aziz yang mencetak uang tanpa izin. Seketika orang tersebut ditangkap dan dipenjara. Sedangkan alat cetaknya disita dan kemudian dibakar. Apakah ada relevansinya dengan bitcoin? Hal ini seakan menegaskan bahwa peredaran mata uang haruslah menjadi otoritas pemerintah. Mayoritas imam madzhab mendukung hal tersebut, kecuali imam Hanafi.
Adanya kendali dan jaminan dari pemerintah membuat mata uang diterima secara luas oleh publik. Dengan adanya warning dari berbagai negara seperti Indonesia dan Malaysia tentang risiko investasi di bitcoin membuat publik mempertimbangkan kembali untuk turut serta menggunakan bitcoin. Bahkan negara seperti Rusia, China, Thailand dan Bangladesh melarang transaksi menggunakan bitcoin.
Islam juga berupaya untuk meminimalisir adanya maysir dan gharar. Dengan volatilitas harga yang sedemikian rupa, sangat riskan untuk berinvestasi pada bitcoin. Bahkan pada saat terjadi penurunan harga, pedagang yang menerima bitcoin sebagai pembayaran memilih untuk segera menukarkannya dengan uang fiat demi menghindari kerugian atas perubahan harga.