"Lalu, kenapa Kau kembali menemuiku?"
Kau berusaha meyakinkan bahwa dirimu telah sembuh dan layak untuk kuterima. Alasanmu karena tidak bisa hidup tanpaku. Sekelebat bayangan bahagia muncul ketika kembali dalam dekapanmu. Namun, apakah itu akan selamanya? Kau pernah meninggalkanku dua kali sebelum ini, lalu kembali lagi. Aku tergugu dalam kebimbangan.
"Jangan menangis! Aku tidak akan pernah meninggalkanmu lagi, Lara. Kupastikan selalu ada di sisimu," janjimu sembari meraih tanganku.
Belum sempat kujawab, kau lebih dulu menginterogasiku. "Apa Kau sudah punya kekasih? Baru delapan bulan kutinggalkan sudah bersama pria lain? Betapa buruknya dirimu!"
Baru kali ini kudengar nada kasar dari bibirmu. Segera kutepis tuduhan itu dengan gelengan kepala.
"Jangan bohong! Arloji ini dari siapa, hah?" selidikmu dengan meremas pergelangan tanganku.
Kuhempaskan tanganmu sekuat tenaga.
"Sakit!"
Sosokmu sungguh berbeda. Aku merasa asing. Bersikap kasar bukanlah tabiatmu.
"Jam tangan ini hadiah darimu saat ulang tahunku yang ke-23."
Kusodorkan foto kita dihari ulang tahunku sebagai bukti. Tiba-tiba kau mengiba maaf, menangis dan berlutut di hadapanku. Rasa terenyuh kembali hadir. Padahal barusan kau menyakitiku. Cinta membuatku  terlalu mudah luluh. Aku seperti kehilangan seluruh daya saat berhadapan denganmu.