Bagi seorang Bapak, menjadi teman anak perempuannya adalah suatu kebanggaan. Bapak bukanlah orang yang lembut tapi bisa menangis ketika aku bilang aku sedang jatuh cinta. Aku merasakan cinta Bapak yang sesungguhnya saat ini, ia belum ingin ditinggalkan anak perempuan satu-satunya ini.
"Tapi Bapak, aku sudah dewasa. Bilamana suatu hari nanti, atau bisa besok juga ada seorang laki-laki yang ingin menikahiku."kataku dalam hati.
Bapak bukanlah sosok romantis, huh. Tapi dia 'protector' pribadiku selama ini. Mana bisa Bapak tega aku pulang sendirian? Dengan motor bututnya Bapak menjemputku habis kuliah agar aku sampai di rumah sesegera mungkin tanpa kemalaman.
.***
Pagi hari seperti biasa, Bapak sedang membaca koran di teras rumah. Sudah dua tahun Bapak pengsiun, jadi kesehariannya dihabiskan dengan membaca dan mengurus perkebunan usaha keluarga di belakang rumah.
"Pagi Yah."kataku dengan tersenyum.
"Bahagia sekali kamu. Kenapa?"tanya Bapak.
"Bapak, aku mau nikah yah. "kataku polos.
Seketika Bapak langsung pergi meninggalkanku dan masuk ke kamar. Aku tercengang melihat tingkah Bapak barusan. Ya Tuhan, segitunya Bapak ketika belum rela melepas anak perempuannya? Aku mengejarnya ke kamar, mengetuk pintunya tapi Bapak tidak mau membukanya. Astaga Bapak bocah sekali, kataku dalam hati. Tiba-tiba Ibu datang dari pasar.
"Ada apa ini?"tanya Ibu.
"Bapak langsung pergi pas aku bilang aku mau nikah, Buk."jawabku.