Mohon tunggu...
Via Mardiana
Via Mardiana Mohon Tunggu... Human Resources - Freelance Writer

Penulis Novel | Freelance Writer | Blogger | Traveller | Instagram : @viamardiana | Twitter: @viamardianaaaaa | Blog pribadi : www.viamardiana.com | Email : engineersukasastra@gmail.com atau mardianavia@gmail.com |

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kisah Seorang Perempuan yang Menunggu Kabar Seorang Pria

20 April 2018   13:15 Diperbarui: 20 April 2018   13:36 1273
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

              Berilah kabar  mungkin bagimu tidak berguna tapi bagi orang yang menyayangimu, kabarmu sangat ditunggu olehnya.

"Mas, kamu pulang jam berapa?" tanya istriku ketika dia selesai mencium tanganku.

"Jam 5 aku dari kantor ya, sayang," kataku sambil memberikan senyuman terbaik yang aku bisa lakukan.

"Oke. Hati-hati yah, kabari aku kalau udah sampai tempat kerja," kataku kembali tersenyum.

Sesaat dia menatap wajahku. Lalu, tanganku yang masih memegang setir mobil dipegangnya.

"Kenapa sayang?" tanyaku.

"Hati-hati yah,"

"Iya," kataku masih tersenyum.

Dia keluar dari mobil. Sebelum kembali memacur fortuner putihku, aku membuka kaca mobil dan melihatnya melambaikan tangan sambil tersenyum.

***

Sesampainya dikantor aku segera mengirim pesan kepada istriku. Sebuah pesan sederhana yang aku yakin bisa membuatnya tenang.

"Sayang, aku udah sampai di kantor ya," kataku dalam sebuah pesan singkat.

Mungkin bagi sebagian pria memiliki istri yang terbilang cerewet adalah musibah. Tapi, bagiku tidak sama sekali. Sebenarnya istriku tidak cerewet hanya saja dia memang sering banyak bicara. Tapi, dia melakukan hal itu atas dasar khawatir terhadapku. Awalnya memang aku merasakan hal tersebut sangat ribet sampai suatu hari aku pernah membentaknya dan membuatnya menangis untuk pertama kalinya setelah kami menikah. 

Setelah itu, aku langsung memeluk tubuhnya. Aku melihat bagaimana dia terisak sampai seperti kehabisan naskah. Dan aku tahu tangisan yang seperti itu adalah isyarat bahwa dia sangat sakit hati terhadap bentakanku. Dengan perasaan menyesal aku terus memeluk tubuhnya sangat erat dan tidak terasa air mataku pun keluar. Itu juga merupakan kali pertama aku menangis dihadapannya.

Sejak kejadian itu aku bersumpah kepadanya akan selalu membuat dia bahagia dan menjaganya dari segala macam bahaya. Aku berjanji tidak akan membuatnya sakit hati lagi. Dia adalah perempuan yang berharga dalam hidupku. Hal yang dia mau adalah hal sederhana jadi aku tidak dibuat ribet oleh hal itu. Lagipula semua alasan yang dia kemukakan maksud akal, dia hanya ingin menjagaku.

"Iya, yaudah aku kerja dulu yah," balasan darinya.

Aku hanya membalas pesan dengan emot love. Mungkin bagi sebagian orang saling mengirim pesan romantis kepada istri setelah memiliki dua anak adalah hal yang alay. Tapi bagiku tidak. Ini aku lakukan sebagai bentuk kasih sayang yang aku miliki terhadapnya. Lagipula jika saling itung-itungan perjuangan yang telah dia lakukan tentu aku tidak ada apa-apanya dibandingkan aku. 

Istriku harus mengurus dua anakku yang masih kecil. Anak sulungku berusia 3 tahun dan yang kedua berusia 1 tahun. Sebelum berangkat bekerja dia benar-benar mengurus anak kami terlebih dahulu. Dia tidak memperdulikan kondisi badannya yang aku yakin kelelahan. Setelah anak-anak siap untuk diantar ke rumah Ibu, dia mulai mengurusku. Dia siapkan baju, handuk, sampai bekal yang akan aku bawa.

Sementara itu, tugasku hanya mencari nafkah untuk dia dan anak-anak. Menjaga mereka dan memastikan mereka selalu bahagia dan baik-baik saja. Aku tidak harus menyapu seisi ruangan rumah dipagi hari. Aku tidak perlu bangun jam 4 hanya untu mencuci baju. Aku juga tidak perlu letih mengepel seisi rumah karena dia sudah melakukannya. Dia memang terlihat lelah tapi dia selalu menyembunyikan hal itu. Sebagai gantinya, aku sebagai suami memang bertekad ingin selalu membuatnya bahagia.

Jam menunjukkan pukul 13.00. Waktunya makan siang, seperti biasa dia akan mengirim pesan dan memastikan aku segera makan siang. Dia tahu pekerjaanku memang berat, aku membutuhkan asupakan makanan yang bergizi maka dia siapkan bekal untukku.

"Udah makan kamu?" tanya dia.

"Udah sayang," jawabku.

Setelah aku selesai makan, tba-tiba handphoneku berbunyi. Ada panggilan dari seorang teman.

"Hallo, Bri lo dimana? Ntar sore jalan yuk," ajak Rendy.

Aku berpikir beberapa saat. Tadi pagi aku sudah berjanji akan pulang jam 5 dari kantor.

"Engga bisa gue," jawabku.

"Yah, ayo dong. Lo takut sama istri lo?" tanya Rendy.

"Bukan takut, gue udah janji mau balik cepet."

"Langka loh ketemu banyak temen-temen lama. Masa lo engga dibolehin sih?"

"Nanti deh gue kabari lagi," kataku.

Tadinya aku akan langsung menelpon istriku dan memberi kabar bahwa aku tidak bisa pulang jam 5 pas. Namun, karena aku dipanggil oleh bossku aku sampai lupa untuk melakukan hal tersebut. Ternyata ada meeting dadakan sampai pukul 17.45 dan saat itu handphone kehabisan batre. Tiba-tiba, salah seorang temanku mengajakku untuk pergi ke sebuah kafe dimana aku akan berkumpul dengan teman-teman SMAku. Entahlah, saat itu aku setuju-setuju saja.

***

Jam menunjukkan pukul 21.30 dan aku baru mencharger handphoneku. Suasana begitu riuh karena yang datang saat ini sangat banyak. Aku benar-benar lupa memberitahu istriku. Ditambah handphoneku tidak aktif karena batrenya sudah habis. Tanpa pikir panjang aku langsung menghubungi istriku. Namun, tidak ada jawaban. Saat ini sudah jam 21.30 apakah dia masih menungguku di kantornya? Aku kembali menelpon istriku namun tidak ada jawaban. Lalu, aku memutuskan untuk menelpon Ibu. Ibu pun sama tidak mengangkat telponku.

Seorang perempuan menghampiriku dan mengajakku untuk tetap tinggal. Namun, aku menolaknya. Tapi berpamitan kepada teman-temanku yang lain aku langsung pergi meninggalkan kafe tersebut dan menuju rumah Ibu. Beruntung sekali jalanan tidak macet sehingga tidak sampai 30 menit aku udah sampai di rumah Ibu.

Ibu sedang duduk di ruang tamu bersama Ayah. Aku merasa kikuk untuk masuk ke dalam. Mungkin saja istriku ada di atas sedang beristirahat.

"Bu," kataku.

Ibu melihat kearahku.

"Habis darimana kamu?" tanya Ibu.

"Aku tadi ada kumpul dengan teman SMA. Ketika akan mengabari istriku, ada meeting dadakan dan handphoneku mati," kataku.

Ayah melihatku dengan tatapan sedikit kecewa.

"Istrimu datang ke sini untuk menjemput dua anakmu sendirian. Ibu tanya kenapa tidak bareng sama kamu, dia jawab mungkin kamu masih banyak kerjaan. Ibu sudah tawarkan untuk diantar Ayah, tapi dia tahu Ayah sedang sakit dan tidak ingin merepotkan," kata Ibu.

"Aku pamit pulang ya Bu, Yah," kataku sambil mencium tangan kedua orangtuaku.

Aku memacu mobilku dengan kecepatan penuh. Aku benar-benar merasa bersalah terhadap istriku. Mungkin bagi pria lain lupa mengabari istrinya adalah hal yang biasa, tapi bagiku tidak. Lagipula aku sangat menyesal karena mau saja untuk diajak berkumpul dengan teman-teman SMA disaat yang bersamaan aku berjanji akan pulang cepat dan menjemput istriku. Aku juga membenci boss ku yang mengajak meeting mendadak dan juga batre handphoneku yang habis. Namun, dari semua hal itu aku membenci diriku sendiri.

Akhirnya aku sampai di rumah. Setelah memarkir mobil aku masuk ke dalam rumah. Kutemukan istriku sedang mengendong anakku yang kedua. Disaat yang bersamaan dia sedang mencuci baju. Sementara anakku yang pertama sudah tertidur di kamar.

"Sayang," kataku.

Dia melihat kearahku.

"Iya mas," jawabnya.

"Handphoneku,"

Belum selesai aku bicara dia langsung memotong.

"Sudah mas, sudah malam. Kamu harus istirahat, besok masih hari Jumat kamu masih harus bekerja," jawabnya.

Aku dibuat tidak berkutik olehnya. Aku mematung dengan jarak 1 meter darinya. Sementara ia masih sibuk memasukkan baju kotor ke dalam mesin cuci sambil menggendong anak kami.

"Kenapa mas? Aku sudah siapkan air panas. Mandi dulu saja," kata istriku.

"Aku minta maaf," kataku.

Namun, tidak ada jawaban darinya.

"Sayang, aku minta maaf lupa mengabari," kataku.

"Kamu merasa ribet ya harus mengabari aku terus-terusan?" tanya dia.

"Tidak, sayang. Ada meeting mendadak ketika aku akan menelpon kamu tadi, lalu batreku habis."

"Kamu bisa mengirimkan pesan kepadaku, mas."

Aku menunduk lesu.

"Aku menunggu sampai jam 7 malam di kantor, kukira kamu akan menjemputku. Sebab, itu sesuai dengan apa yang kamu katakana pagi tadi. Namun, aku ingat harus menjemput anak kita di rumah Ibu."

"Sayang, maafkan aku."

"Sudahlah mas, mas baru sampai habis pulang bekerja. Mas harus segera mandi lalu istirahat. Mas kan tadi udah mikir banyak."

Dia tidak tahu aku pulang jam 21.30 bukan karena aku bekerja. Tapi, karena aku pergi bersama teman-teman SMAku.

"Sayang aku tidak bekerja. Aku tadi kumpul bersama dengan teman-teman SMAku."

Dia melihat kearahku.

"Mas, boleh mas tinggalkan aku dulu sebentar?"

Kami berdua tidak saling bicara.

Cerpen by Via Mardiana

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun