Mohon tunggu...
Vethria Rahmi
Vethria Rahmi Mohon Tunggu... Penulis - Pranata Humas Ahli Muda Kanwil Kemenag Riau

Thalabul Ilmi yang tak berhenti belajar

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Saling Bermaaf-maafan Lebaran dan Saling Memaafkan Berdasarkan Al-Quran

22 Mei 2020   01:29 Diperbarui: 22 Mei 2020   01:25 1485
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Screenshot YouTube: De Nico Creator

Dalam Islam saling memaafkan setiap menyadari suatu kesalahan tidak harus menunggu Idul Fitri. Jadi tidak harus menunggu lebaran untuk saling memaafkan. Karena dikhawatirkan bila kita tutup usia sebelum lebaran dan belum saling memaafkan, hanya mempersempit dada dan apakah bisa disebut husnul khatimah?.

Dalam Al-Quran, Surat An-Nur: 22, jelas ditegaskan bahwa orang yang memiliki fadhilah (keutamaan, keunggulan, kelebihan) diantara para mukmin harus memaafkan (membantu) kaum kerabat, golongan miskin, golongan Muhajirin yang mau hidup menurut Islam.

Tujuannya agar Allah mengampuni, memaafkan, merevolusi, merombak nasib mukmin yang masih terpuruk. Selain itu saling memafkan juga dapat melapangkan dada karena saling berdamai dan menjadi aman. 

Berdamai berlaku bagi kedua belah pihak yang sepakat berdamai. Tidak mungkin bisa berdamai dengan Covid-19, karena virus mahluk yang tidak pernah mengenal kata damai. Maka hanya satu kata, "Lawan!". 

Bagiku tradisi "Jahiliyah" yang mendistorsi Islam (Al-Quran), bagaikan virus yang melemahkan dan meruntuhkan kesadaran. Bagaimana tradisi yang dapat mendistorsi Islam?.

Dalam ayat tersebut jelas bahwa memaafkan itu konteksnya adalah membantu bagi yang berkelebihan pada yang kekurangan atau yang kesusahan. Bukan sekadar basa-basi sekadar lisan saling memaafkan, tapi menutup mata (bakhil) terhadap kemiskinan saudaranya, termasuk bermegah-megahan atau berlaku mubazir di atas penderitaan saudaranya. 

Tentu memaafkan atau membantu disini bukan dalam kejahatan, tapi dalam rangka bersama-sama mendekatkan diri hidup menurut Islam yang bersifat rahmat bagai semesta jagat raya. 

Islam sebagai regulasi saling tolong menolong menurut Allah bukan hanya berlaku saat Idul Fitri, tapi setiap saat. Tolong-menolong itu seharusnya dalam kerangka Zakat sebagai satu pembinaan perekonomian Islam. 

Berhubung perekonomian menyangkut hajat hidup umat, seharusnya bukan hanya setahun sekali. Tapi setiap saat. Karena kebutuhan hidup umat harus bergulir setiap saat mulai dari faktor-faktor produksi, distribusi dan konsumsi. Allah melarang hambanya memiskinkan diri terhadap aturan selain-Nya.

Jangan sampai budaya lebaran dianggap sebagai budaya Islam. Lebaran dan Idul fitri dua hal yang berbeda. Karena Islam tidak pernah menyebabkan inflasi seperti setiap kita melakukan budaya belanja berlebihan (konsumtif), mudik berduyun-duyun untuk bermaaf-maafan saat lebaran. Semua itu salah sau penyeba inflasi setiap tahun. Inflasi jelas memakan korban. 

Korban pertama dari persekutuan tradisi dan kapitalisme justru orang-orang miskin yang membutuhkan bahan pokok. Saat situasi demikian, terjadi rekayasa kebutuhan yang membuat putaran uang mengalir antar orang kaya dan yang konsumtif. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun