Bahkan lebih seramnya, jika pun ada diantara mereka yang berhasil kabur atau nekad menantang balik sudah pasti terbunuh secara brutal. Yang sadisnya, para prajurit itu tega membunuh selama proses pemerkosaan berlangsung. Bagian ini aku sudah berada dibalik bantal.
Nah, Cristhian Bale yang menjadi pemain utama dalam film ini. Terlihat unik karena menjadi satu-satunya pemain berwajah bule.
Makin lengkap karena aktingnya pun terlihat sangat bagus.Â
Transisi dari perawakan Bale yang semula berjambang lebat dan seorang pemabuk. Kemudian seolah tertuntut keadaan dan rasa solidaritas Bale seketika menjadi pahlawan yang sangat piawai dengan segala keahlian yang dimilikinya.
Yang membuatku terbawa arus cerita film ini, juga kebolehan akting pemain pendukung yang ada dalam film ini. Tak sedikitpun aku melihat peran yang garing atau tidak penting. Semua dibawakan dengan sangat baik, tentu saja disertai adegan penuh tangis dan kesedihan. Alhasil, aku terpana.
Di sisi lain film diisi dengan dinamika hubungan antara para pelacur dengan para siswi yang berawal buruk dan penuh prasangka, pergumulan yang dihadapi George (Tianyuan Huang anak asuh sang mendiang pastur Katolik untuk menjaga kedamaian gereja dan melindungi para siswi, juga perjuangan John dalam mencari jalan menuju kebebasan, begini kisahnya.
Film The Flowers Of War ini mengambil setting ditengah pendudukan tentara Jepang di Nanking pada Tahun 1973. Yang dipusatkan di sebuah gereja. Seorang warga Amerika bernama John Miller (Christian Bale) yang berperan sebagai pengusaha pemakaman, datang ke Nanking untuk mengubur seorang pastur.Â
Pastur ini adalah yang bertanggung jawab terhadap gereja tersebut. Saat Jhon tiba disana ia malah menemukan 14 siswi biara yang bersembunyi dalam gereja bersama George (Huang Tianyuan), seorang remaja yang menjadi asisten pendeta dan diminta menjaga para siswi.
Para remaja itu ketakutan bila suatu saat tentara Jepang menyerbu masuk ke gereja dan akan memperkosa mereka oleh tentara Jepang mencari perempuan atau anak-anak untuk melampiaskan nafsu mereka.
Tak lama kemudian, datang pula lama  sekelompok pelacur flamboyan ke gereja tersebut. Mereka sedang mencari perlindungan dari tekanan penjajah yang menguasai wilayah mereka. Pada saat itu warga dan institusi asing tidak disentuh oleh tentara Jepang. Maka wanita-wanita tersebut mencari perlindungan di balik John, dan memintanya untuk membawa mereka keluar dari Nanjing.
John menjadi bingung karena 15 perempuan penghibur dari rumah bordil di "distrik merah" Nanjing menawarkan imbalan yang menarik.
Dengan kecerdasan dan kepekaan tinggi gang dimilikinya. John menolak permintaan tersebut dan menghabiskan sisa hari dengan minuman keras.