Mohon tunggu...
Verrani Andini
Verrani Andini Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Analisis Unsur Intrinsik dan Ekstrinsik Novel "Remember When"

27 Februari 2018   19:52 Diperbarui: 27 Februari 2018   20:03 4162
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Novel Remember When karya Winna Efendi ini merupakan novel ke-5 yang dibuat olehnya. Novel yang berjudul Remember When ini menceritakan kehidupan cinta para remaja SMA yang disajikan dengan kisah cinta yang menarik. Tidak hanya itu, novel ini juga menceritakan tentang hubungan persahabatan yang sangat menarik.

Apa pun yang kau katakan, bagaimanapun kau menolaknya, cinta akan tetap berada di sana, menunggumu mengakui keberadaannya.

Bagi kita, senja selalu sempurna; bukankah sia-sia jika menggenapkan warnanya? Seperti kisahmu, kau dan dia, juga kisahku, aku dan lelakiku. Tak ada bagian yang perlu kita ubah. Tak ada sela yang harus kita isi. Bukankah takdir kita sudah jelas?

Lalu, saat kau berkata, "Aku mencintaimu", aku merasa senja tak lagi membawa cerita bahagia. Mungkinkah kata-katamu itu ambigu? Atau, aku saja yang menganggapnya terlalu saru?

"Aku mencintaimu," katamu. Mengertikah kau apa artinya? Mengertikah kau kalau kita tak pernah bisa berada dalam cerita yang sama, dengan senja yang sewarna?

Takdir kita sudah jelas. Kau, aku, tahu itu.

 Dilihat dari prolog di atas kita bisa menentukan tema novel ini adalah percintaan. Cerita cinta dalam buku ini simple, sangat menarik, dan menyentuh. Cerita tentang 2 sahabat cowok, Moses dan Andrian serta 2 sahabat cewek, Gia dan Freya. Moses tipikal cowo perfeksionis, disiplin, dan pintar. Adrian cowok keren yang suka basket, Gia cewek manis dan ceria, serta Freya cewek yang suka belajar dan apa adanya. Dengan persahabatan, lama-lama mereka saling menjalin cinta, Moses dengan Freya, serta Adrian dengan Gia.

Freya cewek yang suka belajar dan apa adanya. Freya, karakter yang menginginkan kebebasan di balik kesepiannya.

Freya adalah karakter yang paling saya suka. Perempuan muda yang tampaknya tenang-tenang saja, tanpa ambisi, tanpa emosi, dan pendiam. Tapi ternyata Freya tidak begitu. Emosinya bisa meledak-ledak kapan saja. Freya sangat sayang pada sahabatnya Anggia, dan diam-diam penuh rasa terima kasih karena keceriaan Anggia selalu menarik perhatian dari dirinya - karena Freya memang benci menjadi pusat perhatian. Selain Anggia, Freya dekat dengan Erik - teman sekolah dan teman mainnya sejak kecil.

Pacar Freya selama setahun ini adalah Moses. Freya cukup nyaman bersamanya, karena Moses sangat mirip dengan Freya - pendiam, introvert, kalem.

Di balik rambut pendek berwarna gelap dan sepasang mata hitam yang sendu, Freya adalah juara kelas setelah Moses. Freya paling suka pelajaran Matematika dan Kimia - yang menurutnya sangat mudah, dan benci olahraga karena selalu terakhir waktu lari. Freya juga pemain basket yang payah, walau badannya tinggi. Pokoknya semua olahraga, Freya tidak terlalu suka. Lebih senang duduk mendengarkan Erik mengoceh di kantin, atau bersembunyi di balik rak perpustakaan dengan sebuah buku yang menarik.

Freya juga tidak lahir di keluarga berada. Kehidupannya pas-pasan. Ayah Freya membuka toko obat kecil di rumah mereka, dan Freya sering membantu sepulang sekolah. Hanya itu sumber penghasilan mereka selama ini, dan Freya mampu sekolah dari beasiswa yang disabetnya setiap tahun.

Freya suka makan yang hangat-hangat, dan paling suka duduk sendirian di tepi jendela ketika sedang gerimis. Namun Freya juga kadang benci melihat hujan, karena mengingatkannya akan kejadian sedih beberapa tahun yang lalu.

Dan suatu saat nanti, Freya berharap.. akan ada cinta yang hinggap di hatinya. Cinta yang membuatnya benar-benar jatuh.

Anggia, seorang gadis secerah bunga matahari. Perempuan beruntung yang memiliki segalanya. Lahir di keluarga berada (Papa Gia pebisnis hebat yang sering trip keluar negeri, Mama Gia buka salon pribadi di rumah yang ramai pelanggan), Gia juga dibekali wajah yang cantik. Mata bulat besar, rambut ikal, tubuh mungil, dan kulit kecoklatan - itulah ciri khas Gia. Karena kecantikan dan kebaikannya, Gia jadi salah satu murid perempuan paling populer di sekolah. Surat-surat cinta beramplop pink tidak henti-henti muncul di lockernya, datang dari berbagai pemuda yang ingin memenangkan hatinya. Tapi hanya Adrian yang bisa, Gia sudah suka padanya sejak pertama kali sekelas di SMU.

Adrian.. karakter yang menarik. Seseorang yang bikin cewek-cewek tergila-gila, dan semua orang mau menjadi sahabatnya. Ganteng, putih, tinggi, atlit basket unggul di SMA, ramah dan bersahabat. Adrian kelihatan cuek di permukaan, tapi sebenarnya sangat peduli pada orang-orang yang disayanginya.

Teman Adrian banyak, tapi cuma satu yang jadi sahabatnya yaitu Moses, teman sejak kecil dulu. Moses yang tidak banyak omong jadi seperti abang untuk Adrian yang (kadang) kekanakan. Walaupun Adrian kurang suka main bola dengan Moses (soalnya Moses kalah melulu), Adrian suka sekali tidur-tiduran di rumah Moses yang dianggap rumah kedua, sambil mengobrol ngalor-ngidul.

Pacar Adrian sejak kelas 1 SMA adalah Anggia, yang ditaksirnya sejak pertama kali melihatnya di program orientasi. Mereka disebut sebagai pasangan paling top di sekolah, karena kekompakan mereka.

Diam-diam Adrian menganggap Freya, pacar sahabatnya, kaku dan ga enak diajak hangout karena sifatnya yang antisosial.

Pendiam. Ketua OSIS. Perfeksionis. Sukses. Pintar. Dewasa.

Segala jenis sifat baik ada di diri Moses. Cowok cool yang benci bertele-tele, orang tidak bertanggung jawab, orang yang tidak punya masa depan, dan pemalas. Moses tidak sesempurna bayangan orang-orang akan dirinya, dan juga tidak sehebat pikirannya sendiri. Dari permukaan, Moses adalah cowok yang lebih dewasa dari umurnya, dan punya ciri-ciri seorang pemimpin. Wataknya tegas, keras, tegar dan kaku - terkadang terkesan dingin dan kurang sensitif. Tapi sebenarnya Moses sangat peduli pada teman-temannya dan Freya.

Sahabat Moses dari kecil sampai sekarang cuma Adrian, yang bisa mengerti dirinya yang seperti itu. Terhadap Erik yang nyeleneh dan teman-teman lain yang dianggapnya kekanakan, Moses tidak terlalu suka. Karena itu dia tidak punya banyak teman, karena Moses orangnya kaku - tidak mudah disukai orang. Moses jatuh cinta untuk pertama kalinya pada seorang gadis kecil tetangganya, yang pindah suatu sore Moses ingin menemuinya. Hingga sekarang, hanya Freya yang dapat meluluhkan hatinya lagi. Freya yang rapuh, menurut Moses perlu dilindungi.

Novel ini memiliki alur maju, hal itu dapat dilihat dari rentetan cerita. Mulai dari Moses dan Adrian menyatakan cinta pada Freya dan Anggia.

Maka, jadilah taruhan itu. Kami berdua akan membuat pernyataan cinta di hari yang sama, tiga hari lagi, hari Senin, sebelum kelas berakhir. Siapa pun yang ditolak harus berlari sepuluh kali keliling lapangan sekolah. Siapa pun yang kalah harus membiarkan dirinya dilihat satu sekolah, sedang berlari merelakan cinta yang bertepuk sebelah tangan. (halaman 4)

Di hari pernyataan cinta, Moses dan Adrian bertaruh siapa yang ditolak harus lari keliling lapangan sepuluh kali sambil meneriakkan nama cewek yang mereka suka. Meski keduanya diterima, mereka tetap melakukan hal gila itu di depan siswa-siswa lainnya. Teriak sambil lari-lari di lapangan.

Tak ada masalah rumit yang terjadi. Kehidupan berjalan sebagaimana mestinya hingga semuanya terasa nyaman dan menyenangkan. Moses dan Freya yang terus melaju di bidang akademik, bahkan sudah mempersiapkan untuk proses seleksi di universitas pilihan, sedangkan Gia dan Adrian masih tetap aktif di klub basket.

Jalan ke arah caf macet lumayan parah, mungkin karena malam minggu. Untuk mengisi kekosongan yang mulai terasa aneh, gue memasukkan sekeping CD Green Day koleksi lama ke CD player. Gue jarang dapat kesempatan untuk muter CD itu karena Anggia selalu mengeluh bahwa musik sejenis itu bikin dia sakit kepala. Namun, hari ini, pilihan musik jadi otoritas pemilik mobil. Gue sempat melirik Freya sekali, mau tahu apa dia akan berkomentar dengan pilihan gue. (halaman 25)

 

Kutipan tersebut menceritakan pertemuan yang terjadi antara Adrian dan Freya. Adrian yang awalnya mengira Freya akan berkomentar dengan CD pilihannya, ternyata Freya juga menyukai CD pilihan Adrian.

Namun, sebuah pertemuan tak sengaja yang terjadi antara Adrian dan Freya mengubah segalanya. Freya yang biasanya hanya menjadi anak baik-baik di mata Moses, kini mau berkisah hal-hal lain di luar kebiasaannya pada Adrian. Hingga label anak cupu pun lepas dari pikiran Adrian tentang cewek ini. Cewek yang ternyata bisa bercerita banyak hal-hal unik yang tidak akan ia kisahkan pada orang lain. Cewek yang diam-diam membuat Adrian jatuh cinta pada caranya berkisah dan menjalani hidup.

Hingga suatu hari, mama Adrian meninggal dalam kecelakaan tragis yang membuat Freya pun turun tangan untuk membantu menenangkan Adrian yang sedang berduka. Tak ada kesedihan di mata Adrian, yang ada hanya hampa karena kematian mendadak yang menyisakan luka mendalam. Herannya, Adrian tidak bisa bercerita sebagaimana ia berkisah pada Freya tentang perasaan sedihnya ditinggal sang mama. Ia menganggap Anggia hanya mengasihaninya karena duka mendalam akibat kehilangan sosok penting dalam hidupnya.

"Lo berharap gue bereaksi seperti apa? Nangis meraung-raung ditinggal Nyokap? Menghibur anggota keluarga yang tertinggal? Langsung turun tangan ngurusin masalah pemakaman?" Suaranya tiba-tiba meninggi dengan emosi yang memuncak. "Atau lo mau gue cari bajingan yang nabrak Nyokap, terus langsung gue bunuh? Yang mana yang harus gue lakuin, Freya?"

"Nyokap gue juga meninggal, enam tahun yang lalu."

 

Adrian terdiam, masih berusaha menata emosi.

 

"Nyokap gue yang sekarang bukan ibu kandung. Dia menikah sama bokap gue tiga tahun lalu. Nyokap gue sakit parah, semua harta benda keluagra dijual habis untuk biaya pengobatannya. Tapi, beliau tetap meninggal." Aku menarik napas dan mengembuskannya pelan-pelan. "Bokap menikah lagi dengan orang yang menjadi ibu tiri gue sekarang. Butuh setahun sampai gue bisa nerima dia sebagai ibu, dan bukan pengganti. Butuh waktu buat kembali percaya lagi, kalau gue pantes bahagia." (halaman 59)

Kutipan tersebut menceritakan saat Freya mencoba mengerti apa yang dirasakan Adrian pada saat itu. Freya juga pernah berada di posisi yang sama seperti yang Adrian alami saat itu.

Perubahan mulai terjadi saat Freya mulai jenuh menjalani hubungannya dengan Moses yang hanya begitu -- begitu saja, karena sifat dan sikap Moses yang kaku, pendiam dan pemalu. Ia hanya sibuk dengan kegiatan osisnya saja. Dan Adrian yang merasa hubungannya mulai tidak langgeng lagi dengan Gia karena ia sering membuat kebohongan -- kebohongan kecil serta telah mengambil harta milik Gia yang paling berharga.

Freya dan Adrian memang sama -- sama saling mencintai kekasihnya, namun saat kekasih mereka sedang menjalankan kegiatannya masing -- masing yang sangat sibuk dan mereka berdua harus terpaksa datang bersama ke Cafe tempat mereka biasa double date. Adrian mulai lebih mengetahui tentang Freya. Freya merupakan perempuan yang cerdik, antisosial, tetapi mempunyai selera musik yang sama dengan Adrian. Untuk pertama kalinya Adrian merasa nyaman berada di dekat perempuan selain Gia. Freya pun juga merasakan ada sesuatu yang berubah dengan perasaannya terhadap Moses dan Adrian. Ya, Freya jatuh cinta kepada Adrian. Di saat Gia Tahu kalau Adrian menyukai Freya, Freya berusaha untuk menjelaskan semuanya kepada Gia namun Gia mengacuhkannya. Lalu saat Moses tahu hubungan mereka, ia langsung memutuskan hubungannya dengan Freya.

Di sisi lain, Gia terlalu mencintai Adrian dan Adrian tidak bisa mengakhiri hubungan mereka karena mempunyai tanggung jawab yang berat. Setelah persahabatan mereka hancur berantakan, di saat hari kelulusan Moses meminta maaf kepada Freya dan mereka sepakat untuk berteman. Apalagi saat mereka tahu kalau mereka satu kampus dan satu jurusan. Sementara itu Gia dan Adrian kuliah di London. Namun setelah Gia sadar karena telah menghalangi cinta Freya dan Adrian, ia lalu melepaskan Adrian dan Adrian pun pulang ke Indonesia untuk Freya.

Perjalanan yang telah mereka lalui semasa SMA layak menjadi kenangan, baik manis maupun pahit. Sehingga saat mereka dewasa, mereka dapat menatap foto mereka bersama sambil mengingat masa -- masa itu, remember when...

"Aku berdiri di tengah lapangan basket sekolah yang luas, kedua tangan memegang bola dengan tak yakin. Kupantulkan bola itu sekali, dua kali, kemudian kembali memandang tiang ring yang terlihat jauh di luar jangkauan." (halaman 51)

Kutipan tersebut menceritakan Freya yang sedang berada di lapangan basket sekolah. Ia berusaha memasukkan bola ke dalam ring.

"Lagi gambar apa?" Ia menyampirkan sebelah tangan di bahuku dan melongok untuk melihat sketsa yang sedang kukerjakan. Kalau sedang menunggunya selesai latihan, biasanya aku menggambar sambil ngemil di kantin bersama Freya. Sayangnya, hari ini Freya harus pulang lebih cepat untuk membantu ayahnya di toko." (halaman 23)

Kutipan tersebut menceritakan pada saat Freya dan Anggia yang sedang berada di kantin.

"Hei, ada kejutan apa di loker pagi ini?"

 

"Aku mencibir. Sengaja dia mau menggodaku, menunjukkan dia menang. Aku berjalan terus tanpa menoleh. PMS datang lebih awal bulan ini. Dia menjatuhkan bola basketnya dan berlari menghampiriku."

 

"Nggi, jutek amat sih. Gue nanya dicuekin."

 

"Penggemar rahasia kamu ngasih bunga lagi, tuh." Aku menjawab males, enggan mengakui bahwa dalam hati ada cemburu yang merayap. (halaman 9)

Kutipan di atas percakapan antara Anggia dengan Adrian pada pagi hari sebelum jam pelajaran dimulai.

"Lagi pengin ngobrol aja.... Pasti lagi bobo siang, ya? Mentang-mentang hari Minggu, kerjanya tidur terus. Keluar kek, rasain cahaya matahari sore."

 

"Duh, ngocehnya panjang amat sih, Nggi. Bosen nih keluar terus, lagian lagi bokek, jadi tidur aja di rumah," gumamku. "Lo sendiri di rumah aja?"

 

Anggia ketawa. "Ya gitu deh." Suaranya kurang bersemangat.

"Kok, murung?"

"Semalam Adrian nanya..., gimana kalau kami putus."

Kutipan tersebut adalah penggalan percakapan antara Freya dan Anggia. Freya yang sebelumnya sedang tidur siang, terbangun karena suara teleponnya berdering.

"Eh, liat tuh. Matahari terbenam." Adrian menunjuk matahari yang sudah tenggelam di balik langit biru, aneka palet warna menciptakan lukisan alam yang sangat indah. "Kapan ya, terakhir kali ngeliat matahari terbenam? Gue nggak ingat. Lo ingat?"

 

Aku menggeleng, lalu tersenyum diam-diam, turut merasakan hangat sinar matahari sore hingga langit berubah gelap, dengan dia di sampingku. (halaman 55)

 Kutipan di atas menceritakan saat Freya dan Adrian yang sedang menikmati hangatnya sinar matahari sore

Malam itu, agak mendung. Hampir pukul sebelas malam ketika aku mendengar telepon rumah berbunyi. Ayah dan Ibu sudah tidur, jadi aku bergegas menyibakkan selimut dan berlari ke ruang keluarga untuk meraih telepon di atas meja.

 

"Halo." Suaraku serak menahan kantuk. Siapa sih yang menelepon malam-malam begini?

 

"Freya?" Suara Anggia terputus-putus, samar, tetapi aku dapat menangkap panik di suaranya yang jarang kudengar.

 

"Ada apa, Nggi?" (halaman 56)

Kutipan di atas menceritakan dimana malam itu adalah saat Anggia menelpon Freya untuk  mengabari bahwa Mama Adrian telah meninggal.

Novel ini memiliki empat sudut pandang. Winna memakai sudut pandang orang pertama dari tiap tokoh yang terlibat. Empat sudut pandang yang terdapat dalam novel ini adalah sudut pandang Freya, Anggia, Adrian, dan Moses.

"Pacaran dengan Moses seperti berteman dengan ketua kelas yang perhatiannya lebih tercurah pada urusan sekolah. Sebenarnya, Moses punya banyak teman, tetapi sikapnya yang serius cenderung dingin hampir sama parahnya dengan sifatku yang alergi pada segala bentuk interaksi sosial. Aku memang dari sananya pendiam, dan sering kali kesulitan membuka pembicaraan, sedangkan Moses terlalu sibuk dalam urusannya sendiri sehingga kadang aku merasa tidak diacuhkan. Kasat mata. Tidak terlihat." (halaman 31)

Kutipan di atas merupakan sudut pandang Freya. Freya yang sedang berpikir bahwa perhatian Moses yang lebih tercurah pada urusan sekolah.

"Aku gemas sekaligus serbasalah melihatnya. Dia tampak tenang, tetapi aku tahu dalam lubuk hatinya dia pasti menyimpan seribu satu emosi yang enggan diluapkannya padaku, dan aku khawatir akan melukainya kalau bertanya. Kian hari, dia makin cuek dengan dirinya sendiri, tenggelam dalam kepura-puraan yang diciptakannya, seperti sekarang ini." (halaman 70)

Kutipan di atas merupakan sudut pandang Anggia. Anggia yang mencoba untuk mengerti dan memahami Adrian, namun ia serba salah melihatnya.

"Anggia nggak akan ngertin bahwa dengan kepergian Nyokap, semuanya berubah. Anggia nggak ngerti bahwa gue butuh waktu untuk diri gue sendiri, untuk menyembuhkan diri, walau nggak mingkin seratus persen. Yang dia paham dan harapkan dari gue adalah, pelan-pelan gue akan mengatasi kesedihan ini dan kembali ke diri gue yang dulu. Raut wajahnya bilang dia ingin gue begitu. Jadi, gue lbih sering berpura-pura nggak terjadi apa-apa." (halaman 80)

 

Kutipan tersebut merupakan sudut pandang Adrian. Saat itu Adrian menganggap bahwa Anggia tidak akan mengerti tentang apa yang Adrian rasakan.

"Ketika kami diperkenalkan, aku menjabat tangannya yang dingin dengan tegas dan menyebutkan nama lengkap, seperti yang selalu kulakukan. Jabatan gadis itu tidak sekuat aku, dan ia menyebut namanya dengan lirih. Freya. Begitu saja, tanpa embel-embel. Namanya sesederhana orangnya, dengan potongan rambut hitam yang mencapai bahu serta kacamata baca berbingkai hitam yang sering meninggalkan bekas pada pangkal hidungnya. Dia tampak rapi dalam seragam barunya yang bersih, tetapi sepatu putihnya terlihat sudah usang." (halaman 2)

Kutipan tersebut merupakan sudut pandang Moses. Dimana pada saat itu Moses dan Freya berkenalan.

Winna Efendi mendapatkan ide untuk menulis novel ini dari inspirasi lamanya, di awal tahun 2007. Winna Efendi, wanita yang gemar menulis dan membaca, menyukai lagu -- lagu mellow, makanan manis dan menyukai warna putih ini lahir tahun 1986 dan berzodiak Capricorn. Dia menghabiskan sebagian masa kecil di kuala Lumpur dan Brisbane, dan kini menetap di Jakarta.
Novel-novel lain karya Winna Efendi yang telah diterbitkan : Kenangan Abu-Abu (2008), Ai (2009), Refrain (2009), Glam Girls Unbelievable (2009), Remember When (2011), Unforgettable (2012), Truth or Dare (2012).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun