Dalam perayaan Idul Adha yang seharusnya menjadi momen spiritual dan penyucian diri, kita justru dihadapkan dengan narasi kemunafikan politik yang menyedihkan. Isu pencalonan Anies Baswedan oleh PDIP merupakan sebuah ironi yang mencoreng wajah demokrasi Indonesia dan mengkhianati prinsip-prinsip keadilan, kejujuran, dan kebangsaan yang seharusnya menjadi landasan utama dalam berpolitik.
Sudah saatnya kita, sebagai warga negara yang mencintai demokrasi, untuk bangkit dan menentang kemunafikan politik semacam ini. Kita harus tegas menolak narasi-narasi yang mengkhianati nilai-nilai kebangsaan dan membuka pintu bagi radikalisme dan intoleransi. Hanya dengan menegakkan prinsip-prinsip demokrasi yang sejati, kita dapat membangun Indonesia yang lebih adil, makmur, dan bermartabat.
Kita perlu mengingat kembali pesan Bung Karno dalam pidatonya pada 1 Juni 1945, yang menegaskan, "Jika kita tidak menghendaki timbulnya golongan atau partai di Indonesia yang menghisap darah rakyat atau bertindak despotis, kita harus menegakkan demokrasi yang sebenarnya." Dengan menentang kemunafikan politik seperti yang terlihat dalam isu pencalonan Anies Baswedan, kita sedang memperjuangkan demokrasi yang sejati, di mana kedaulatan rakyat, keadilan, dan penghargaan terhadap keberagaman menjadi pilar utama.
Pada akhirnya, kita harus mengingatkan diri kita sendiri bahwa demokrasi bukanlah sekadar slogan atau retorika kosong, melainkan sebuah perjuangan nyata untuk mewujudkan cita-cita keadilan, kesetaraan, dan kemanusiaan yang adil dan beradab. Dengan menegakkan prinsip-prinsip demokrasi yang sejati, kita dapat membangun Indonesia yang lebih bermartabat dan dihormati di mata dunia internasional.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H