Menuju Baitullah, adalah impian Mamaku dari dulu. Mama sering membayangkan keindahannya, suka menonton siaran TV di tanah suci. Mendengarkan cerita Papa tentang perjalanannya di tanah suci menambah kerinduan Mama.
Saat ini, Mama tetap berusaha dan tabah atas semua ini. Penyakit Gloukoma yang dialaminya tidak menyurutkan niat baiknya.
Doa, usaha, dan iktiar adalah kunci Mama untuk berus betobat. Dia selalu berhusnuzon kepada Allah SWT Sang Maha Penyayang dan menyembuhkan segala penyakit hamba-Nya.
Perjalananku menuju Kota pengabdian terasa sunyi. Posisi dudukku menambah kesedihanku saat itu.
Duduk di kursi belakang dengan cahaya remang-remang dari lampu jalan yang memancar. Aku sangat menyesali diriku yang sibuk bekerja di rantau.
Setiap hari aku menelepon Mama, yang paling seringku tanya adalah keadaan Papa. Karena setauku, Papa sering kambuh sakitnya. Panyakit jantung Papa membuat kami anak-anaknya lebih banyak perhatian pada Papa.
Ketegaran Mama membuatku melupakan bahwa dia juga butuh perhatianku, butuh aku untuk mengingatkannya akan kesehatannya. Sungguh tidak adilnya aku sebagi anaknya.
Padahal, Mama selalu adil kepada kami. Perhatian dan kasih sayangnya tidak pernah dibedakan antar anak-anaknya.
Baktinya sebagai istri sangat patut aku tauladani. Dia selalu tabah menghadapi Papa.
Papa yang hampir setiap hari mengeluh sakit. Sering terbaring dan kadangkala sering mengatakan kalau dia akan meninggal.
Diumur Papa yang sudah senja, 77 tahun, Mamaku super tabah menghadapinya. Harus pandai menghadapi tingkah Papa yang makin hari makin banyak lupanya dan pendengaran Papa pun sudah mulai kurang jelas.