Mohon tunggu...
Fiksiana

Menyelami Dunia Ubur-Ubur Lembur

22 Februari 2018   18:14 Diperbarui: 22 Februari 2018   18:22 9263
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hasil gambar untuk ubur ubur lembur

Selain bandara, tempat lain yang sering muncul adalah kafe. Karena, jika kita mengingat kembali bahwa Raditya Dika bukan hanya seorang sutradara tetapi juga seorang penulis. Layaknya penulis yang lain yang meiliki tempat favorit untuk menghabiskan waktu untuk sekedar menulis, mencari inspirasi atau duduk saja, mungkin Raditya Dika memilih kafe sebagai tempat favorit tersebut. Seperti pada penggalan cerita berikut.

"Gue sedang menulis buku ini di sebuah kafe di Kemang Village, Jakarta Selatan. Kalau lagi nulis buku, ritual gue selalu sama. Gue datang ke kafe yang sama." (hlm. 49)

Sebagai tambahan informasi, bahwa Raditya dika merupakan penulis kelahiran Jakarta. Dia tumbuh dan besar di kota metropolitan ini. Maka, bukan sesuatu yang aneh jika dalam tulisan-tulisannya ia sudah mengenal teknologi sejak ia masih belia. Dalam salah satu bab di bukunya kali ini, terdapat bagian dimana diperkirakan saat itu masih tahun 90-an. Akan tetapi, topik bahasan dengan teman satu SD --nya sudah tentang playstation game.

" 'Itu bego.' Raja mengambil CD Tekken di tangan gue. 'Tekken. Siapa jagoan lo di Tekken?'

'Oh.' Gue berdeham. 'Gue suka Yoshimitsu.'

'Sama,' kata Raja. 'Combo-nya keren banget, ya. Gue udah bisa, tuh, yang kompletnya.'

....

Dari Tekken, obrolan jadi ke game lainnya. Dragon Ball. Final Fantasy. Sampai ke game yang nggak banyak orang tahu, Beyond go Beyond." (hlm. 64)

Buku ini memang bukan cerita berkesinambungan dengan suatu awalan dan memiliki akhiran yang sudah jelas. Bukannya tak memiliki akhiran, memang karena buku ini di angkat dari kisah nyata yang kisah penulisnya memang belum berakhir. Bab-bab yang teracak dan tidak runtut secara urutan waktu, memang menjelaskan kisah yang berbeda dengan tokoh yang berbeda pula. Penulis sekaligus pemeran utama dalam novel ini adalah Raditya Dika. Sosok yang sederhana begitu tergambar jelas dalam cerita demi cerita yang dia kisahkan dalam novel ini.

"Ronald mengamati gue. Hari itu gue memakai kaus polos, celana pendek, dan sandal jepit, seperti biasanya kalau gue keluar rumah." (hlm. 202)

Dengan penjelasan dari apa yang ia kenakan saat itu, padahal dia sedang berada di sebuah gedung perkantoran, menegaskan bahwa dia adalah seorang yang apa adanya. Walaupun dia terkenal, tampil apa adanya bukanlah menjadi hal yang memalukan bagi seorang Raditya Dika. Selain sederhana, Radit adalah orang yang terkenal karena kekocakannnya. Terbukti, bahwa tingkahnya yang kadang tak biasa itu, banyak mengundang gelak tawa. Seperti pada kutipan ceritanya ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun