"Bukan itu anjir yang gua maksud." Dia hanya menunjukan deretan gigi putihnya. "Ya, biasa aja dong. Ga usah ngegas juga bos."
"Sama lu ga pernah bener, males gua."
"Sok denial banget si, sebenarnya lu ngefans gue kan? Ngaku ajalah."
"Apaan si anjir kaga jelas. Udahlah gua mau pergi dulu."
"Ati-ati nanti kesandung, kasihan batunya nyentuh kaki lu." aku hanya mengacungkan jari tengah kepadanya.
Kini aku mulai dengannya. Sebuah pertemanan yang tidak aku harapkan sebelumnya. Dia mengawalinya dan tiada akhir dalam hidup kami. Berjalan dan terus berjalan menikmati setiap perubahan masing-masing dari diri kami.
Aku benar-benar keluar dari zona nyaman. Sebuah karakter yang dulu aku bangun kini harus aku hancurkan. Semua hancur dan hanya menjadi catatan dalam buku. Nantinya aku baca sebagai sejarah dalam hidup. Memulai semua karena kesadaran, semua tidak bisa dipertahankan. Berbeda rasa dari pertama aku mulai dulu. Kini aku harus memulai kembali.
"Heh, bucin saya."
"Njir, mana ada gua ngebucinin elu Far." Fara, seseorang yang menjadi awal dalam hubungan pertemanan lain.
"Gabut banget lu, jam segini udah disini."
"Hidup-hidup gua lah."