Two-state solution adalah solusi cacat. "Solusi" ini ibaratnya pembagian barang-barang curian antara pencuri dan pemilik barang. Tidak logis dan tidak adil. Sang pencuri tidak hanya tidak mendapat sanksi, tetapi juga tetap mendapatkan barang curian. Lantas muncul satu pertanyaan penting: mengapa Palestina sendiri mendukung "solusi" ini? Jawabannya sederhana. Karena Palestina tidak memiliki posisi tawar yang kuat guna mengusir Israel dari wilayah jajahannya. Pihak terjajah tidak pernah memiliki posisi tawar yang kuat terhadap pihak penjajah, karena begitulah desain dari sistem penjajahan. Palestina memandang two-state solution sebagai "solusi" paling damai. Mereka sangat mendambakan kedamaian, karena sudah puluhan tahun hidup di bawah kekacauan. Selain itu, sepertinya yang telah dijabarkan di atas, mayoritas negara di dunia mendukung two-state solution. Hal inilah yang membuat Palestina mendukung two-state solution, karena dengan begitu, posisi tawar mereka untuk merdeka menjadi kuat.Â
Kendati demikian, perlu dipahami bahwa posisi tersebut merupakan posisi diplomatis resmi dari pemerintah Palestina yang dipimpin oleh seorang presiden bernama Mahmoud Abbas. Posisi tersebut tidak mencerminkan keinginan luhur dari segenap rakyat Palestina yang diteror 24 jam dalam sehari setiap hari oleh tentara Israel.Â
Sekali lagi, two-state solution merupakan solusi cacat. Maka, posisi negara-negara yang mendukung "solusi" ini, termasuk pemerintah Palestina, merupakan posisi yang salah. Israel, sang pencuri, sama sekali tidak menunjukkan niat untuk membagi barang-barang curian dengan pemilik barang, yakni Palestina. Jadi, solusi apakah yang tepat untuk menyelesaikan "konflik" Palestina-Israel?Â
Solusi yang tepat adalah pembebasan nasional Palestina seluruhnya dan pembubaran negara Israel sepenuhnya. Pemilik barang yang dicuri berhak menuntut pengembalian seluruhnya dari si pencuri. Sang penjajah harus merelakan wilayah jajahannya demi terbentuknya negara bekas jajahan di atas nilai-nilai keadilan, kesejahteraan, dan penghormatan kepada HAM. Sebagai alat imperialisme Barat di Timur Tengah, Israel harus bubar guna memberikan ruang yang aman bagi Palestina untuk membangun negara dan masyarakat di dalamnya. Dengan bubarnya Israel, pejabat-pejabat tingkat tinggi seperti Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dapat digugat dan dihukum sebagai seorang penjahat perang. Seluruh aset Israel akan jatuh ke tangan Palestina, karena aset-aset itu dibangun di atas tanah jajahan yang nantinya akan direbut. Solusi ini adalah solusi yang logis dan konsekuen bilamana tujuannya adalah menghapus segala bentuk penjajahan dari muka Bumi. Tujuan tersebut sangatlah relevan bagi Palestina. Kemerdekaan yang akan mereka peroleh dengan diterapkannya solusi ini merupakan kemerdekaan dalam arti sesungguhnya alih-alih "kemerdekaan" yang dijanjikan oleh two-state solution.Â
Namun bagaimana nasib kaum Yahudi Israel? Jika Israel bubar, apakah keadaan akan berbalik? Apakah mereka yang akan menjadi korban keganasan Palestina yang hendak membalas dendam? Bila merdeka, Palestina harus menghormati hak asasi manusia, termasuk hak-hak rakyat sipil Yahudi. Palestina wajib mengakomodasi kaum Yahudi di bawah pemerintahan mereka sembari mencari solusi yang tepat bagi mereka. Kali ini, Palestina tidak perlu meniru "solusi" dari Partai Nazi maupun Theodor Herzl. Mereka dapat merumuskan solusi sendiri. Palestina dapat mempersilakan kaum Yahudi untuk pindah ke negara-negara yang menyambut mereka, Amerika Serikat contohnya. Palestina juga dapat mengusahakan integrasi kaum Yahudi ke dalam masyarakat Palestina guna mencegah dan meminimalisir perlakuan-perlakuan anti-Semitik yang akan mereka peroleh dari lapisan masyarakat Arab yang menyimpan dendam kepada Israel. Solusi-solusi demikian jauh lebih manusiawi daripada pemusnahan massal kaum Yahudi atau pun pendudukan kaum Yahudi di negara lain lagi.Â
Dengan demikian, penulis melontarkan opini bahwa Palestina dan kawan-kawan harus mengubah posisi mereka. Pembebasan nasional Palestina seluruhnya dan pembubaran negara Israel sepenuhnya harus menjadi prioritas utama bagi Palestina dan negara-negara yang mendukungnya demi terhapuskannya penjajahan di muka Bumi dan terbentuknya suatu negara Palestina yang demokratis, inklusif, menghormati HAM, bersahabat dengan para tetangganya, serta antiimperialis. Israel sekarang tidak memiliki kriteria demikian. Palestina kelak harus dilengkapi dengan kriteria-kriteria tersebut supaya masyarakat yang tinggal di dalamnya---baik Arab, Yahudi, maupun yang lain---dapat hidup tanpa rasa takut, tanpa rasa dendam, serta diselimuti rasa aman, damai, makmur, dan sejahtera. Sekali lagi ditekankan bahwa Palestina seperti itu hanya dapat terbentuk bila negara Israel bubar sepenuhnya dan Palestina bebas seluruhnya. Two-state solution---yang bahkan sangat tidak mungkin untuk diterapkan---tidak menyediakan kondisi yang ramah bagi Palestina untuk membangun negara yang berdaulat, adil, dan makmur.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H