Mohon tunggu...
valleriarcham
valleriarcham Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa ilmu politik

Suka membaca koran, terutama tentang politik.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Akar "Konflik" Palestina-Israel, Kecacatan Two-state Solution, dan Solusi Sesungguhnya

13 Desember 2024   19:14 Diperbarui: 18 Desember 2024   23:04 141
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Palestina. Sebuah negara yang terletak di sebelah timur Laut Tengah, sebelah timur laut Mesir, sebelah barat Yordania, sebelah barat daya Suriah, dan sebelah selatan Lebanon. Negara tempat tinggal bagi rakyat yang tergolong heterogen, karena terdiri dari umat Muslim, Kristen, bahkan Yahudi. Yerusalem, ibukotanya, menjadi tempat didirikannya masjid, gereja, juga sinagog. Umat beragama tinggal dalam damai dalam naungan berbagai kekhalifahan yang terbit-tenggelam. 

Kekhalifahan terakhir yang menaungi tanah Palestina adalah Kesultanan Utsmaniyah, atau yang dikenal di dunia Barat sebagai Kekaisaran Ottoman. Dalam Perang Dunia Pertama, Kekhalifahan Utsmaniyah bergabung dalam persekutuan dengan Austria-Hungaria dan Jerman. Di sisi lain, ada Britania Raya, Prancis, Rusia, dan Amerika Serikat. Perang yang melibatkan negara-negara imperialis ini bermula dari ketegangan-ketegangan regional di Balkan---sebutan lain untuk Eropa bagian tenggara. Puncak ketegangan-ketegangan ini adalah terbunuhnya penerus takhta Kaisar Austria-Hungaria, Franz Ferdinand, di tangan seorang pembunuh bernama Gavrilo Princip. Princip merupakan seorang anggota organisasi separatis dari Serbia, Black Hand, yang memiliki agenda memisahkan diri dari Kekaisaran Austria-Hungaria. Membunuh Pangeran Franz Ferdinand merupakan salah satu cara untuk itu. 

Pascapembunuhan tersebut, dunia harus mengorbankan jutaan putra-putrinya dalam apa yang pada masa itu disebut sebagai Perang Dahsyat (1914-1918). Pihak Britania Raya, Prancis, dan Amerika Serikat keluar sebagai "pemenang." (Rusia keluar dari persekutuan tersebut setelah Tsar Nicholas II dipaksa turun takhta oleh rakyat Rusia yang memberontak.) Austria-Hungaria, Jerman, dan Kesultanan Utsmaniyah keluar sebagai pihak yang kalah. Jerman terpaksa menanggung kerugian besar secara finansial kepada para "pemenang." Austria-Hungaria dan Kesultanan Utsmaniyah dipecah belah sedemikian rupa hingga terbentuk berbagai negara baru. Di Balkan, Serbia yang tidak lagi berada di bawah Austria-Hungaria bergabung dalam Federasi Yugoslavia. Austria dan Hungaria berpisah dan wilayahnya mengecil. Muncul Cekoslovakia, Rumania, dan Bulgaria. Negara-negara ini berdaulat, tidak diduduki oleh negara lain. 

Berbeda kasusnya di Timur Tengah. Negara-negara yang muncul di sana akibat dipecahnya Kesultanan Utsmaniyah diduduki oleh negara-negara "pemenang." Sebagai contoh, Palestina diduduki oleh Britania Raya dan Lebanon diduduki oleh Prancis. Pendudukan ini merupakan "mandat" dari Liga Bangsa-bangsa (LBB), organisasi yang terbentuk pasca-Perang Dunia Pertama. 

Palestina yang dulunya dinaungi oleh kekuatan agamis, semenjak 1917 diduduki oleh kekuatan imperialis. 

Memanfaatkan "mandat" yang diberikan kepada mereka oleh LBB, Britania Raya merilis sebuah deklarasi di tahun yang sama. Deklarasi ini merupakan dokumen yang melegitimasi pendudukan tanah Palestina oleh kaum Yahudi Eropa. Deklarasi ini dikenal dengan nama penandatangannya: Deklarasi Balfour. 

Lantas, mengapa kaum Yahudi Eropa hendak menduduki tanah Palestina? Mengapa mereka dibantu oleh pemerintah Britania Raya? 

Guna menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, penulis harus memaparkan sejarah singkat mengenai Zionisme. Zionisme adalah sebuah gerakan etnonasionalis yang bertujuan untuk mendirikan sebuah negara Yahudi di Palestina. Zionisme dicetuskan oleh Theodor Herzl, seorang aktivis politik dan jurnalis Yahudi sekuler yang tinggal di Kekaisaran Austria-Hungaria. Gagasan ini muncul pada pamfletnya yang diterbitkan pada tahun 1896, berjudul "Der Judenstaat." Di dalamnya, Herzl menjelaskan bahwa sentimen anti-Semitisme di Eropa tidak memungkinkan kaum Yahudi untuk hidup damai dan tentram di sana. Berangkat dari permasalahan tersebut, Herzl mencetuskan sebuah "solusi," yakni kaum Yahudi Eropa harus kembali ke Palestina, dari mana mereka telah berbondong-bondong pindah dari sana pada ribuan tahun lalu karena suatu alasan keagamaan. Herzl menyebutkan bahwa "solusi"-nya menguntungkan semua pihak. Eropa yang anti-Semitik tidak akan lagi "terganggu" oleh keberadaan kaum Yahudi. Kaum Yahudi Eropa akan mempunyai negara dan pemerintahan sendiri, bebas dari penindasan di Eropa. Herzl sangat meyakini "solusi"-nya sehingga dia menyatakan bahwa pemerintah-pemerintah anti-Semitik Eropa yang membenci kaumnya justru akan menjadi sekutu utama kaum Yahudi Eropa dalam membentuk negara Yahudi di Palestina. 

Penting untuk digarisbawahi bahwa Zionisme muncul dalam konteks Eropa era kolonial. Theodor Herzl hidup di era maraknya penjajahan oleh Eropa di Asia, Afrika, dan Amerika. Pengaruh zaman mengarahkan Herzl ke jalan yang sama. Baginya, negara Yahudi di Palestina adalah negara jajahan. Negara yang dibangun untuk para pendatang, para penjajah. Segala sumber daya yang ada akan dipergunakan untuk penjajah. Rakyat Palestina yang sudah tinggal di sana secara turun-temurun akan diperlakukan layaknya rakyat negeri jajahan. 

Zionisme berkembang menjadi gerakan sosiopolitik yang populer di kalangan Yahudi Eropa. Saking populernya, beberapa organisasi Zionis di Eropa---khususnya di Inggris---berhasil mendorong pemerintah-pemerintahnya untuk merealisasikan gagasan Herzl. Kesempatan emas pun terbuka ketika LBB memberikan "mandat" kepada Britania Raya atas tanah Palestina pada tahun 1917. Deklarasi Balfour ditandatangani di tahun yang sama. Usaha-usaha untuk memindahkan kaum Yahudi dari Eropa ke Palestina telah dimulai. 

Anti-Semitisme di Eropa semakin parah pada abad ke-20. "Ibukota" anti-Semitisme adalah Jerman di bawah kediktatoran Adolf Hitler dan Partai Nazi-nya. Kaum Yahudi digambarkan sebagai setan, komunis, perusak moral, perusak ekonomi, perusak politik, dan sebagainya. Pada dasarnya, kaum Yahudi digambarkan sebagai kambing hitam atas segala ketidakmujuran Jerman selama ini. Partai Nazi pun harus menyediakan "solusi" atas "masalah Yahudi" ini. "Solusi" Partai Nazi berbeda dengan "solusi" Herzl. Bilamana Herzl hendak memindahkan kaum Yahudi Eropa ke Palestina, Partai Nazi hendak melenyapkan segenap kaum Yahudi yang berada di Jerman maupun wilayah-wilayah pendudukannya. "Solusi" dari Partai Nazi ini tercatat dalam buku hitam sejarah sebagai holocaust, sebutan bagi pemusnahan massal kaum Yahudi Eropa oleh Nazi Jerman dan para sekutunya. Para sejarawan memperkirakan sekitar enam juta Yahudi tewas dalam genosida tersebut, kendati korban-korban yang terkonfirmasi saat artikel ini ditulis berada di kisaran tiga juta. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun