Mohon tunggu...
Valerine Kopalit
Valerine Kopalit Mohon Tunggu... Mahasiswa - Saya mahasiswa Teknik Elektro di Universitas Airlangga, Surabaya

Saya sedang menempuh pendidikan Teknik Elektro S1 di Universitas Airlangga. Hobi saya adalah menyanyi, menonton film, tidur dan juga belanja

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

FOMO: Fenomena Sosial yang Mengubah Cara Kita Berinteraksi

6 Juni 2024   13:10 Diperbarui: 6 Juni 2024   13:28 84
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Di era digital yang berkembang pesat saat ini, istilah "FOMO" atau "fear of missing out" telah menjadi bagian dari bahasa sehari-hari. FOMO menggambarkan kecemasan yang dialami seseorang ketika mereka merasa orang lain mendapatkan pengalaman yang lebih baik atau informasi yang lebih menarik, sementara mereka merasa tertinggal. Fenomena ini telah mengubah cara kita berinteraksi dan mempengaruhi berbagai aspek kehidupan kita, baik secara pribadi maupun sosial.

Istilah FOMO pertama kali diperkenalkan oleh ahli strategi pemasaran Dr. Dan Herman pada awal tahun 2000-an. Namun, fenomena tersebut sudah ada jauh sebelum istilah tersebut diciptakan. FOMO mengacu pada ketakutan atau kecemasan yang terjadi ketika seseorang merasa kehilangan peluang, pengalaman, atau informasi penting yang dapat dimanfaatkan oleh orang lain.

Dengan berkembangnya teknologi dan jejaring sosial, FOMO menjadi semakin nyata dan meresap dalam kehidupan kita. Platform seperti Facebook, Instagram, dan Twitter memungkinkan kita melihat kehidupan orang lain secara real time, sehingga kita mudah merasa tersisih atau terisolasi.

Media sosial berperan besar dalam meningkatkan FOMO. Ketika teman atau kenalan terus-menerus berbagi pembaruan status, foto liburan, pesta, atau pencapaian profesional, kita sering merasa kehidupan orang lain lebih menarik dan memuaskan daripada kehidupan kita sendiri. Hal ini dapat menimbulkan perasaan iri, cemas, dan tidak puas terhadap apa yang kita miliki.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh University of Essex, FOMO tidak hanya memengaruhi kesehatan mental tetapi juga dapat memengaruhi kualitas tidur dan kebahagiaan secara umum. Orang yang sering mengalami FOMO cenderung memiliki kecemasan yang lebih tinggi dan merasa kurang puas dengan hidupnya.

FOMO tidak hanya berdampak pada individu tetapi juga interaksi sosial. Orang yang mengalami FOMO mungkin merasa perlu untuk tetap terhubung dengan media sosial untuk memastikan mereka tidak ketinggalan informasi atau peristiwa penting. Hal ini dapat menimbulkan ketergantungan terhadap teknologi dan menurunkan kualitas interaksi tatap muka.

Selain itu, FOMO juga dapat mempengaruhi pengambilan keputusan. Misalnya, seseorang mungkin memaksakan diri untuk menghadiri acara yang sebenarnya tidak ingin mereka hadiri hanya karena takut ketinggalan. Hal ini dapat menyebabkan kelelahan sosial dan kurangnya kepuasan dalam pengalaman kehidupan nyata.

Mengatasi FOMO membutuhkan kesadaran diri dan mengubah cara kita berinteraksi dengan media sosial dan teknologi. Berikut ini beberapa strategi yang dapat membantu:

1.Batasi penggunaan media sosial: Coba tetapkan waktu tertentu untuk memeriksa media sosial dan hindari menghabiskan terlalu banyak waktu tanpa tujuan untuk menelusurinya.

2.Fokus pada kehidupan nyata: Menjauhlah dari layar dan fokus pada aktivitas yang memberikan kepuasan nyata, seperti hobi, olahraga, atau berkumpul langsung dengan keluarga dan teman.

3.Latih mindfulness: Teknik mindfulness dapat membantu mengurangi kecemasan dan meningkatkan kesadaran akan momen saat ini, sehingga kita dapat menikmati apa yang kita miliki alih-alih mengkhawatirkan kekurangan kita.

4.Ciptakan prioritas pribadi: Tentukan apa yang benar-benar penting dan bermakna dalam hidup Anda dan fokuslah pada hal-hal tersebut. Jangan biarkan tekanan sosial mendikte apa yang harus Anda lakukan.

5.JOMO (Joy of Missing Out): Berbeda dengan FOMO, JOMO menekankan kebahagiaan yang muncul karena tidak selalu mengikuti arus. Ini mungkin berarti menghabiskan waktu sendirian atau memilih untuk tidak berpartisipasi dalam aktivitas tertentu karena Anda tahu apa yang terbaik untuk Anda.

FOMO merupakan fenomena sosial yang diperkuat oleh perkembangan teknologi dan media sosial. Meskipun hal ini dapat berdampak pada kesehatan mental dan kepuasan hidup kita, ada banyak cara untuk mengatasi dan mengelolanya. Dengan membatasi penggunaan media sosial, melatih kewaspadaan, dan menetapkan prioritas pribadi, kita dapat mengurangi dampak negatif FOMO dan menemukan kebahagiaan dengan apa yang kita miliki saat ini. Pada akhirnya, memahami dan mengelola FOMO adalah kunci untuk menjalani hidup yang lebih sehat dan memuaskan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun