Mohon tunggu...
Tovanno Valentino
Tovanno Valentino Mohon Tunggu... Konsultan - Hanya Seorang Pemimpi

Hanya Seorang Pemimpi

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Disayangkan Jika Anies Kehilangan Momentum

8 Februari 2023   12:25 Diperbarui: 8 Februari 2023   22:10 16063
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. (FOTO: dokumen/Anies Baswedan) 

Banyak mengistilahkan Politik dari definisi sebenarnya, dengan istilah dinamis, dapat berubah kapan saja, tergantung pada kepentingan orang atau institusi (politik) sebagai representatif dari sebagian besar rakyat. Kasarannya, ada istilah bahasa Jawa, "Pagi kedelai, Sore Tempe". Sehingga jika hari ini paslon Pilpres berubah, dianggap wajar saja,  untuk menerima hal ini sebagai suatu kenyataan, dan tak perlu sakit hati, mencak-mencak melalui kanal youtube, tiktok atau lewat sosial media lain dan blog.  Apalagi melakukan perbuatan melawan hukum. Termasuk putus asa dan  memilih menjadi Golput. Sebaiknya dipertimbangkan masak-masak hak anda ini. Sekalipun menjadi golput adalah hak anda.

Tapi entar dulu, saya tidak mau membahas terkait masalah Anies dengan partai Gerindra dan Sandiaga Uno. Bagi saya, dapat diselesaikan secara baik. Positifnya, sama-sama punya niatan baik. Jangan terlalu dipolitisir. Kita analisa saja, peluang salah satu putra terbaik bangsa ini di ajang Pilpres 2924 nanti.  

Untuk soal yang "itu"  bisa dibaca di berbagai media, ada juga di kompasiana dan sosial media lainnya. Saya tidak ingin membahasnya, karena menurut saya tidak relevan dengan tujuan saya mengusung judul itulisan ini. Namun terserah menurut Anda. 

Sebagai non partisan tetapi tentu memiliki hak untuk memilih dalam Pemilu Serentak.  Namun, jika saya tidak nunaikan hak tersebut, itupun merupakan hak saya sebagai warga negara yang tidak dapat dijerat hukum kecuali ada argumentasi lain dimana saya memprovokasi rakyat untuk Golput. Inilah salah satu konsekwensi negara Demokrasi yang di jamin dengan penegakan hukum.

Sebelum masuk ke judul tulisan ini, saya pribadi memiliki harapan bahwa partisipasi pemilih tetap dalam pemilu serentak tahun 2024 akan meningkat dan menurunkan prosentase golput dibandingkan pemilu-pemilu pasca reformasi yang cukup tinggi sebelumnya. Ini bisa terjadi, apabila Pasangan calon Pilpres paling tidak 3 atau 4.

Dengan demikian,  rakyat (pemilih) akan memiiliki peluang memilih lebih terbuka, jika tidak, menurut saya angka partisipasi pemilih pemilu akan menurun atau presentase golput akan meningkat. Sehingga dampaknya tentu ada, antara lain mengurangi partasipasi rakyat di dalam menyukseskan program pembangunan, bersikap apatis, kasarannya "masa bodoh",  tetapi ada juga Golput dengan aliran yang cukup "keras" karena alasan politis, kelompok ini dapat menganggu jalannya pemerintahan.

Namun, lagi-lagi golongan ini akan tetap menikmati hasil pembangunan dan menjalani kehidupannya sehari-hari  seperti warga negara lain sejuah tidak melanggar hukum dan perundangan-undangan yang berlaku. Sekalipun, belum tentu juga mereka akan menunaikan kewajibannya sebagai warga negara yang baik.  Enak ya, menikmati negara Demokrasi yang sedang bertumbuh dan berproses memenuhi kriteria Demokratisasi yang  paling ideal.

Di sisi lain, jika angka Golput meningkat, maka legitimasi pemerintah dalam hal ini eksekutif, mulai dari presiden dan wakil presiden hingga pimpinan daerahpun dapat "digoyang" oleh aliran Golput dengan latar belakang alasan politis. Hal ini tak luput dengan lembaga legislatif dan yudikatif, kemungkinan besar dapat mengalami imbasnya.

Fenomena Golput ini, sempat dikemukakan oleh beberapa lembaga survei yang merilis bahwa jika pilpres hanya diikuti 2 pasangan calon, kemungkinan angka partisipasi pemilih dalam pemilu akan menurun yang dapat dimaknai terjadi kenaikan golput.

Lanjut dulu pengantar lagi dulu ya, sebelum masuk ke persoalan pencapresan Anies Baswedan,ita harus pahami dulu tentang ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden atau dikenal dengan Presidential Threshold. Atau terserah anda, bisa loncot ke halaman berikutnya terkait inti pembahasan judul tulisan ini.

Sebagai catatan saja, persoalan Ambang Batas Pencalonan Capres/Cawapres sudah sekian kali diajukan uji materinya ke Mahkmah konstitusi karena dininai tidak demokratis, diskriminatif hingga menghalangi hak  "Nyapres"

Namun Mahkamah Konstitusi (MK) selama 5 (lima tahun) telah memutus 21 perkara uji materi syarat ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden, yaitu sejak 2017 sampai 2022.

Menurut, Kepala Bagian Hubungan Masyarakat dan Kerja Sama Dalam Negeri MK Fajar Laksono (25/2/2022), Mahkamah tidak dapat menerima atau menolak seluruh permohonan uji materi presidential threshold tersebut. Seperti yang dberitakan Kompas.com (25/02/2022).

Kemudian masih juga ada yang mengajukan uji materi yang sama sepanjang tahun 2022, namun semua pupus, ditolak oleh MK.

Bahkan menurut Survei Populi Center: 47,2 Persen Responden Tak Setuju Presidential Threshold Dihapus Dimana survei digelar 21-29 Maret 2022.

Mengapa Begitu Penting presidential threshold ?

Saya gunakan saja argumentasi yang diberitakan kompas.com (16/05/2022). Bahwa Aturan presidential threshold itu diberlakukan dengan sejumlah tujuan. Pertama memperkuat sistem presidensial. Dalam sistem presidensial, presiden dan wakil presiden yang telah dipilih secara langsung oleh rakyat akan memiliki kedudukan yang kuat secara politik. Hal itu membuat presiden dan wakil presiden tidak dapat diberhentikan secara mudah karena alasan politik. Kedua, penerapan presidential threshold adalah demi efektivitas penyelenggaraan pemerintahan. Jika sistem itu tidak diterapkan, bisa saja presiden dan wakil presiden yang terpilih diusung oleh partai atau koalisi partai politik yang jumlah kursinya bukan mayoritas di parlemen.

Jika hal itu terjadi, maka kemungkinan besar presiden dan wakil presiden sebagai lembaga eksekutif bakal kesulitan dalam menjalankan pemerintahan karena bakal diganggu oleh koalisi mayoritas di parlemen. Terakhir, alasan penerapan presidential threshold adalah demi menyederhanakan sistem multipartai melalui seleksi alam.

Dasar Hukum (Argumentasi) dan Perubahan Aturan Presidential Threshold? 

Saya rangkum lagi deh dari  sumber pemberitaan kompas.com yang sama (15/052022), sekalipun referensi laiinnya bisa digali lebih dalam.

Pelaksanaan pilpres secara langsung pada dasarnya, hasil Reformasi melalui amandemen ketiga UUD 1945, yakni Pasal 6A ayat 1,  dimana disebutkan "Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat." Hasil  amandemen UUD 1945 (terutama amandemen ketiga dan keempat).

Selain itu  juga telah ditetapkan beberapa kriteria pemilihan presiden dan wakil presiden. Antara lain waktu pelaksanaan, peserta pemilihan, syarat pengusulan, hingga penetapan pasangan calon (paslon) terpilih. Yang tertuang dalam Pasal 6A ayat 2 UUD 1945 yang menyatakan bahwa pasangan calon presiden dan wakil presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu sebelum pelaksanaan pemilu.

Aturan ini menyatakan hanya partai politik dan gabungan partai politik peserta pemilu yang dapat mengusulkan paslon presiden dan wakil presiden. Peran partai politik dan gabungan partai politik dalam mengusulkan paslon presiden dan wakil presiden tersebut berikutnya diatur dalam UU yang menghasilkan istilah syarat ambang batas pemilihan presiden atau presidential threshold.

Dalam Pasal 5 Ayat (4) Undang-undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden disebutkan, pasangan calon presiden dan wakil presiden hanya dapat diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang memperoleh sekurang-kurangnya 15 persen jumlah kursi DPR atau 20 persen dari perolehan suara sah nasional dalam pemilu anggota DPR sebagai aturan atau ketentuan tentang presidential threshold

Namun Undang-Undang ini kembali di ubah menjelang Pilpres 2009. Melalui UU Nomor UU Nomor 42 Tahun 2008 , disebutkan  pasangan calon presiden dan wakil presiden dapat diajukan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang memiliki sekurang-kurangnya 25 persen kursi di DPR atau 20 persen suara sah nasional dalam Pemilu Legislatif. Aturan ambang batas pencalonan presiden pada Pilpres 2014 tetap sama seperti pada Pilpres 2009.

Kemudian pada Pilpres 2019, aturan presidential threshold kembali berubah. Dalam Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum disebutkan, pasangan calon diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25 persen dari suara sah secara nasional pada pemilu anggota DPR sebelumnya.

Perlu cicatat baik-baik, Pada pilpres 2004, 2009, dan 2014, patokan yang digunakan adalah perolehan jumlah kursi DPR dan suara sah nasional pada hasil pileg yang dilaksanakan sebelumnya sebagai presidential threshold. Pada ketiga gelaran pilpres itu, pemilu dilaksanakan beberapa bulan sebelum pilpres. Sedangkan pada Pilpres 2019, ambang batas yang digunakan adalah perolehan jumlah kursi DPR dan suara sah nasional pada pemilu anggota DPR periode sebelumnya. Hal ini karena pelaksaan pilpres dan pemilu legislatif dilaksanakan serentak pada April 2019.

Kalkulasi Perolehan Kursi Partai atau Gabungan Partai Pengusung Untuk Memenuhi Presidential Threshold Kandidatnya pada Pilpres 2024

Jika kita menghitung Jumlah perolehan kursi DPR sesuai hasil pemilu serentak 2019. Dari 575 Kursi di DPR RI, menghasilkan perolehan kursi untuk partai-partai yang lolos ke senayan sebagai berikut:

  • PKB memperoleh 58  Kursi (10,09%)
  • Gerindra memperoleh 78  Kursi (13,57%)
  • PDI-P memperoleh  128 Kursi (22,26%
  • Golkar   memperoleh 85 (14,78%)
  • NasDem memperoleh 59  (10,26%)
  • PKS memperoleh 50 Kursi (8,70%)
  • PPP memperoleh 19 (3,30%)
  • PAN memperoleh 44 Kursi (7,65%)
  • Demokrat Memperoleh 54 Kursi (9,39%)

Dari sini, mari kita kalkulasi atau hitung-hitungan dengan analisis apapun asal dapat memiliki argumentasi yang mendasar.

Bila, saat ini kita anggap Anies masih berpeluang, sehingga 3 Capresnya dulu yang memiliki popularitas dan elektabilitas masuk dalam analisa kita sebagai bakal Capres.

Jika berbicara calon dari PDI-P siapun orangnya, Anggap saja Ganjar Pranowo, karena memperoleh kursi diatas 20% di DPR RI, maka partai ini adalah satu-satunya partai yang dapat mencalonkan capres dan cawapresnya tampa gabungan partai, tentu secara otomatis lolos Presidential Threshold

Kemudian mari kita lihat Kandidat Kedua Yaitu Anies Baswedan atas dasar deklarasi masing-masing partai pendukung secara sendiri-sendiri, bukan secara bersama memiliki kursi, Demokrat, PKS, dan NASDEM (50+59+54 = 163 Kursi atau 28,35%), Lolos Presidential Threshold

Sedangkan kandidat Terakhir, Prabubowo Subianto dan Muhaimin Iskandar yang secara bersama-sama kedua partai sudah mendeklasikan diri bahkan telah membentuk sekber (sekretariat bersama) masing-masing partai memiliki Kursi (78+58= 136 Kursi di DPR RI atau 23,66% lolos Presidential Threshold

Sebenarnya jika ada kandidat ke 4, masih dimungkinkan jika golkar, PAN dan P3 melalui Koalisi Indonesia Bersatu, mencalonkan Capres alternatif. Karena jumlah kursi mereka, masing-masing  (85+19+44= 148 Kursi atau 25,73%) dan lolos Presidential Threshold

Namun hingga hari ini, Kader PAN secara internal (silahkan diartikan resmi atau tidak) mendeklarsikan Ganjar Pranowo sebagai Capres,

Sedangkan Gokar sebagai pencentus dari Koalisasi  Indonesia Bersatu (yakni PAN, PPP, dan Golkar sendiri) saat ini masih melihat pada sosok pilihan Jokowi, sekalipun tidak terang-terangan. Namun dapat dibaca adalah Ganjar Praowo. (entah besok jelang batas waktu pencalonan secara resmi partai atau gabungan partai mencalonkan capres dan cawares)

Pada akhirnya dalam penilaian saya, "kartu Truf" ada pada PDI-P, NASDEM dan GOLKAR dengan Koalisi Indonesia Bersatu

Jika Nama Ganjar Diumumkan oleh Ketum PDI-P Megawati Seokarno, maka menurut saya, banyak partai akan mearpat, yang pasti koalisi Indonesia Bersatu yang pertama, kecuali saya masih ragu dengan sikap PAN yang dapat melepaskan diri dan mendukung paslon yang lain. Dan analisa ini hasilnya bisa saja lain.

Nasib Anies Ditentukan!

Jelas banget. Elektabilitas Anies cukup tinggi walau rattingnya masih di bawah tokoh Nasional, Ganjar. Namun tolak ukur partai untuk mengusung seorang Capres bahkan kepala Daerah, Indikator ini yang digunakan. Hanya masalahnya, Anies (maaf) kurang jelas kader partai mana? sehingga mesin partai itulah yang harus berjibaku, melakukan pendekatan lobi dengan strategi apapun, minimal untuk mencalonkan Anies telah memenuhi syarat 20%.  

Sekalipun saya tidak tahu kader dari partai mana, yang jelas ya. Minimal 3 partai telah mendeklarsikan dirinya sebagai Capres 2024 nanti. Namun ada catatannya, dideklarasikan secara internal partai bukan secara bersama-sama sebagai satu kolalisi disampaikan secara terbuka kepada publik. 

Nah, ini alasannya nasib Anies mengapa masih mengantung menurut orang dalam atau lingkarannya sendiri bahkan beberapa pengamat politik.  Ya itu tadi,  karena partai yang mendeklarasikan Anies sebagai capres 2024, masih dilaksanakan secara sendiri-sendiri. Belum berupa deklarasi bersama. Minimal ketiga partai yang telah medeklarsikan tersebut (NASDEM, Demokrat, dan PKS) dan ini yang ditunggu-tunggu, karena dua hal. Yang menentukan nasib Anies.  Pertama tentang pembahasan soal siapa pasangan Anies sebagai Cawapres dari koalisi yang terbentuk dan kedua manuver politik Surya Paloh yang mengunjungi beberapa partai yang paling tidak adalah partai koalisi pemerintah saat ini.

Sehingga, harapannya adalah bubarnya koalisi Indonesia Bersatu. Dimana dua anggota partainya, dapat saja mendukung Anis. Sedangkan Golar cenderung merapat ke PDI-P, karena banyak faktor yang jika dijelaskan akan panjang lebar.

Dengan menggunkan sedikit perhitungan di atas dan hiruk pikuk saling bersilahturahmi antar partai, dimana salah satunya adanya statement bahwa Golkar dan Nasdem akan mendukung Pemerintahan Jokowi hingga akhir masa jabatan, di satu sisi menegaskan beda koalisi dalam pemerintahan dan koalisi untuk capres,

Namun di sisi lain, apalagi Surya Paloh sempat bertemu Presiden. Maka mungkin saja, Nasdem akan mengambil sikap mengusung figur Ganjar Pranowo. Dan apabila ini terjadi maka prosentase suara untuk Presidential Threshold Anies akan berkurang menjadi 18,09%.

Bila hal ini terjadi, apakah masih ada peluang untuk anies? Semua mungkin saja. Karena dalam kubu PPP ada kader yang cenderung memilih Anies, maka ketambahan 3,30% suara PPP mememperkuat pencalonan Anis hingga mencapai 21,39% dan lolos Presidential Threshold, Namun perlu dicatat bahwa PPP cenderung menjadi bagian dari koalisi atau pendukung pemerintah atau dengan kata lain akan mendukung Capres/Cawares PDI-P

Lain soal dengan  PAN yang lebih mungkin mendukung Anies, jika ini terjadi maka perolehan partai pendukung anies yang akan mendeklarsikan diri bersama mencapai 25,74% suara, jelas lolos Presidential Threshold.

Namun dibalik itu semua, saya cukup yakin PDI-P sedang bemanuver secara senyap, dan membaca situasi yang ada. Jika pernyataan Jokowi "Ojo Kesusu", juga senada dengan Megawati, Sebenarnya ini permasalahaan internal, siapa calon Presiden Nanti dari PDI-P dan mencari cawapres sebagai koalisi yang tepat. Dan saya cukup yakin, PD-P akan berusaha menggebosi parati pendukung Anies dan mengganjalnya maju sebagai Capres. Jika  tujuan tersebut tidak tercapai, dan Anies tetap Maju, maka dipastikan menurut survey berbgai lembaga survey, bila hari ini dilakukan pemilu, dan Ganjar sebagai capresnya, maka pemenangnya adalah Ganjar sebagai Presiden.

Lalu Bagimana dengan Prabowo?

Seperti tulisan saya sebelumnya, jika prabowo menjadi pertimbangan megawati untuk dipasangkan dengan Ganjar adalah wajar. Hal ini terbukti dengan pernyataan, Ketua DPD Partai Gerindra Jawa Tengah Abdul Wachid mengatakan terbuka kemungkinan Prabowo Subianto berpangan dengan Ganjar Pranowo sebagai bakal capres dan cawapres pada Pilpres 2024seperti diberitakan JPN.com (06/02/2023).

Menurutnya,, duet Prabowo-Ganjar pada Pilpres 2024 banyak disuarakan, termasuk saat Musyawarah Rakyat (Musra) Indonesia XVII Jawa Tengah di Kota Semarang yang diikuti 17 organisasi pendukung Presiden Joko Widodo. "Sikap warga Jateng terkait pilpres sama dengan, Musra didominasi Prabowo-Ganjar," tambahnya.

Ini jika diluas lagi jadi satu artikel tersendiri, namun seperti pengantar di awal, dapat berubah secara dinamin kapan saja. 

Jadi, Bagaimana Akhir Analisa Sementara, Karena unsur "Delai Tempe"? 

Jika partai-partai yang telah mendeklarisikan Anies sebagai Capres 2024, rasanya perlu secara bersama-sama mendeklarsikan dan boleh jadi menandtangani semacam MOU sebagai ikatan niat bersama.

Berikutnya, sosok Prabowo dan Ganjar, bisa disatukan atau bersaing. Jika disatukan maka lawannya kembali mencuat anies. Dan hal ini yang saya kemukakan di awal, paling diharpkan paling tidak 3 pasangan calon dalam Pilpres adalah ideal untuk menaikan angka partisipasi pemilih pemilu dan menekan prosentase GOLPUT di 2024.

Ayo, konsekwen partai pendukung Anies. Agar pesta demokrasi 2024 memberi kesempatan luas bagi pemilih tetap untuk berpartisipasi dalam Pilpres serta rangkaian Pemilu Serentak.

Omong-omong, semua boleh berubah dan ada yang cenderung tetap. Namun soal Capres, tidak mengenal partai sekalipun ada sedikit pengaruhnya dalam perolehan suara Partai pengusung, yang pasti  sosok personalnya yang akan dipilih oleh pemilih tetap pada pemilu 2024 nanti. Siapa mereka? Tunggu saja batas waktunya dan diumumkan KPU RI.. 

"Vox Populi Vox Dei!!"

Salam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun