Biasanya, perdebatan-perdebatan yang ramai dibaca atau diikuti melalui sosial media biasanya twitter baik, dimana banyak terjadi sindir menyindir dan perdebatan  antara sesama tokoh, pakar atau politisi nyentrik bahkan kontrovesi dan diplatform ini ikut diramaikan dengan komentar para netizen.
Engelina juga, jarang tampil di media TV termasuk di youtube seperti para debater-debater yang namanya tidak perlu saya sebutkan satu persatu. Anda tentu lebih banyak tau dari saya.
Inilah keunikan ekonom satu ini. Paling tidak di era awal reformasi, ada seorang ekonom yang ternyata cukup banyak diliput media mainstream (online), baik yang berisi liputan dan wawancara wartawan, maupun artikel yang cukup banyak ditulisnya yang menarik untuk dipejari lebih mendalam. Namun jarang sekali dipilput media TV dan terjun dalam perdebatan.
Bagi tokoh politik senior dan para pengamat serta ekonom senior, paling tidak mengenal tokoh perempuan berdarah Maluku ini. Beliau mengawali karirnya sebagai peneliti Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Lembaga yang didirikan  oleh Ali Moertopo,  Soedjono Humardhani, Harry Tjan Silalahi dan Daoed Joesoef ini cukup banyak berperan di dalam kebijakan pemerintah serta melahirkan banyak pakar, ekonom, politisi dan tentu saja para peneliti kawakan.  Salah satu jebolan dan tokohnya yang kini anda kenal sekarang adalah Prof. Dr. J. Kristiadi.
Perempuan yang memiliki hobi di dalam desain dan tanaman ini adalah pendiri dan pemilik majalah LARAS yang cukup terkenal. Majalah interior-Arsitektur pertama yang hadir di Pasar untuk mengisi kebutuhan middle-upper income class, yang di akhir Tahun 1980-an dan di awal Tahun 1990-an mulai tumbuh.
Selain sebagai penulis, peneliti, pengamat, permerhati seni dan budaya, Engelina adalah seorang tokoh politik senior Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, pernah duduk sebagi anggota DPR/MPR RI, dan masih banyak lagi kegiatan organisasi sosial kemasyarakatan  yang ia geluti.
Putri salah satu  tokoh pejuang, dan pelopor perminyakan (Pertamina kini) di Indonesia, Brigjen TNI (Purn.) Johannes Marcus Pattiasina. Setelah tidak lagi duduk sebagai anggota DPR dan tidak lagi menjadi kader PDIP, Engelina ternyata sangat produktif didalam menulis berbagai pandangannnya, baik itu ulasan politik, seni dan budaya bahkan sejarah, dan yang pasti sebagai mantan peneliti dan juga politisi yang pernah duduk sebagai Pimpinan Badan Anggaran (Banggar) DPR RI, paling tidak tahu seluk beluk pengelolaan keuangan dan ekonomi negara  serta arah kebijakan pemerintah tentunya.
Sehingga tak heran kritikannya tajam dan kadang pedas. Tentu saja bukan asal kritik namun memiliki jaringan informasi dan data, yang saya percaya dari sumber A1 karena ia memilki jaringan yang cukup luas.
Sebagai politisi, tentu seperti memasuki medan pertempuran yang kadang samar-samar, misteri, manipulatif dan memiliki resiko berhadapan dengan lawan sekalipun sesama kader. Oleh karenanya, kemelut di tubuh PDIP yang sempat pecah, Â Engelinalah yang menjadi salah satu orang yang di depak dari PDI-P karena menentang Munas yang dianggap tidak mencerminkan partai yang menerapkan prinsip-prinsip demokratis.
Walaupun menjadi anggota DPR bukan berasal dari daerah pemilihan umum Provinsi Maluku, serta lahir dan besar di luar negeri dan di beberapa daerah di Indonesia. Kecitaannya terhadap tanah leluhurnya, Maluku, sangat dalam. Terlihat dari berbagai artikel dan liputan media tentang sikapnya untuk memperjuangkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat Maluku yang berlimpah ruah kekayaan alamnya namun miskin. Â Ia bukan saja menulis dan bicara saja, namun juga turut terjun langsung membantu berbagai pihak yang membutuhkan bantuan agar dapat mewujudkan mimpinya, memakmurkan rakyat Maluku dari belenggu kemiskinan yang dialami bertahun-tahun.
Engelina sangat konsisten dengan kritikannya ketika melihat Maluku semakin terpuruk. Khususnya kemiskinan, kesenjangan, ekonomi dan pendidikan. Padahal di awal kemerdekaan, provinsi Maluku adalah salah satu dari 8 provinsi pertama. Sementara saat ini, dimana terjadi pemekaran wilayah menjadi 34 provinsi, Maluku justru terpuruk dan tertinggal, sebut saja dalam angka kemiskinan, menduduki urutan ke 4 atau ke 3 sebagai provinsi termiskin di indonesia. Di semester pertama tahun 2022, sesuai data BPS, Provinsi Maluku masih berada di urutan ke 4 menurut Persentase Penduduk Miskin (P0) yaitu 15,97%. Ditahun-tahun sebelumnya 2008 -- 2013 menduduki peringkat ke tiga sebagai provinsi termiskin di Indonesia. Sejak tahun 2014 hingga kini, naik menjadi provinsi termiskin di Indonesia di peringkat ke 4 atau urutan ke 30 dari 34 Provinsi di Indonesia.