Mohon tunggu...
Tovanno Valentino
Tovanno Valentino Mohon Tunggu... Konsultan - Hanya Seorang Pemimpi

Hanya Seorang Pemimpi

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Apa Urgensinya Penetapan Komcad 2021 Sementara UU PSDN Masih Uji Materi di MK?

22 Oktober 2021   08:25 Diperbarui: 24 Oktober 2021   08:56 2621
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Topik pilihan kompasiana kali ini cukup pening dan penting serta menarik untuk dikaji lebih lanjut, apalagi judulnya cukup "menantang", menurut saya lho, "Menunggu Aksi Nyata Komponen Cadangan". 

Judul yang mengandung pertanyaannya ini gak maen-maen lho, bisa saja ditafsir berbeda (multitafsir) dari sudut pandang masing-masing penulis.

Bahkan dalam uraian saya nanti, rasanya agak sulit untuk menjelaskannya, dengan menjaga beberapa analisis dan kajian yang sensiitif. Tapi itu bagi saya. Namun mungkin berbeda bagi penulis lain, boleh lah Itu.

Apalagi saya gak terlalu ngikut-ngikut amat berita soal Pertahanan dan Keamanan, ya hanya bagian-bagian yang penting saja. Baik lewat media maupun bocoran yang kalo boleh saya nilai bisa dipercaya.

Nah, sebagaimana yang kita semua ketahui, Presiden Joko Widodo telah memimpin upacara penetapan Komponen Cadangan Tahun Anggaran 2021 yang digelar di Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pasukan Khusus (Pusdiklatpassus), Kecamatan Batujajar, Kabupaten Bandung Barat, Kamis (7/10/2021).

Saya nggak kutip lagi berita tentang hal ini, seremonial dan lain-lain. Akan tetapi yang saya garis bawahi adalah pengasan Presiden Jokowi, Beliaupun mengingatkan para komponen cadangan hanya bergerak atas perintah presiden dengan persetujuan DPR dan di bawah kendali Panglima TNI dan menekankan bahwa komponen cadangan tidak bisa bergerak kecuali untuk kepentingan bangsa.

Nah dibalik penenetapan KOMCAD ini, Peraturan Perundang-Undangan yang menjadi landasannya yaitu UU No. 23 Tahun 2019 Tentang Pengelolaan Sumber Daya Nasional untuk Pertahanan Negara atau di singkat UU PSDN, ternyata sudah mendapat sorotan dari berbagai pihak.

Misalnya, Komnas HAM, perorangan, organisasi (NGO) yang kemudian berujung pada pengajuan perkara Uji Materi di Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia dengan nomor perkara 27/PUU-XIX/2021 tentang "Sumber Daya Alam, Sumber Daya Buatan, dan/atau Sarana dan Prasarana Nasional Merupakan Komponen Pendukung dan Komponen Cadangan Pertahanan Negara".

Sidang masih berlangsung, dan hingga saat ini, belum ada putusan! Sidang terakhir tanggal 22 September 2021, dan lewat situs MK telah diagendakan akan bersidang kembali pada Senin, 25 Oktober 2021, 11:00 WIB yang akan datang, dengan acara Mendengarkan Keterangan Ahli Pemohon (IV) yaitu Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia dalam hal dini diwakili oleh Totok Yulianto selaku Ketua Badan Pengurus.

Permohonan Pengujian Materiil mencakup Pasal 4 ayat (2) dan (3), Pasal 17, Pasal 18, Pasal 20 ayat (1) huruf a, Pasal 28, Pasal 29, Pasal 46, Pasal 66 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 75, Pasal 77, Pasal 78, Pasal 79, Pasal 81 dan Pasal 82 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Sumber Daya Nasional untuk Pertahanan Negara (UU 23/2019) terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945).

Sidang Perkara Nomor 27/PUU-XIX/2021. Rabu, 22 September 2021. Perihal Pengujian Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2019 Tentang Pengelolaan Sumber Daya Nasional Untuk Pertahanan Negara Terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 degan Acara Mendengarkan Keterangan DPR Dan Presiden

Adapun pertimbangan para pemohon, seperti diberitakan oleh situs tirto.id (8/10/2021) antara lain menurut Wakil Koordinator KontraS Rivanlee Anandar mengungkapkan, kekaburan pasal berpotensi menimbulkan masalah.

Salah satu kekhawatiran mereka adalah kemungkinan penggunaan komponen cadangan di luar persetujuan DPR seperti penggunaan TNI beberapa kali tanpa persetujuan DPR.

Beda Rivanlee beda pula Direktur Eksekutif Imparsial Gufron Mabruri. Ia mengaku harus dilihat lebih jauhmenurutnya presiden belum mendapat informasi penuh soal polemik komponen cadangan sehingga Jokowi meresmikan komponen yang diamanatkan mendukung TNI itu.

"Saya menduga gitu (presiden mengesahkan tanpa mengetahui masalah), makanya ya setuju-setuju saja padahal dalam konteks pengelolaan sektor pertahanan, saya kira ini akan menjadi problem serius ya, hari ini dan ke depan terutama terkait dinamika sektor keamanan demokrasi dan HAM," kata Gufron kepada reporter Tirto.

Kali ini saya gak mau berpanjang lebar, langsung pada pokok masalah. Dan sebenarnya topik pilihan kompasiana kali ini, jadi muter-muter aja mikirnya. Sebab kenapa? Ada pertanyaa besar di benak saya. Kenapa Presiden buru-buru menetapkan komisi cadangan sementara, UU No. 23 Tahun 2019 Tentang Pengelolaan Sumber Daya Nasional untuk Pertahanan Negara atau di singkat UU PSDN Masih melalui Uji Materi di Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia?

Apakah yang dilakukan Presiden salah? Tidak! Tapi secara moril sebaiknya menunggu keputusan Mahkamah Konstitusi, baru program ini dilaksanakan.

Pertanyaanya pasti ada yang sama, apa ugensinya? Apalagi untuk menjawab topik pilihan dengan judul yang agak menantang, menurut saya lho. "Menunggu Aksi Nyata Komponen Cadangan". Aksi nyata yang bagaimana? Apa Negara dalam status "bahaya"?

Sekalipun nggak akan seramai UU Cipta Kerja, pasti jawaban pemerintah saat itu mempersilakan masyarakat yang keberatan dengan UU Cipta Kerja untuk mengajukan judicial review atau uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Menurut Jokowi pada saat itu, "Melakukan uji materi ke MK atas suatu UU merupakan langkah yang sesuai sistem tata negara di Indonesia".

Bener sekali, pak! Ini sedang dilakukan lho, sama anak bangsa yang merasa ada yang perlu dibenahi dan dirugikan, khususnya Bangsa dan Negara dalam pandangan mereka. Dan ini mohon dihargai lho pak. Malah bapak penetapan Komponen Cadangan Tahun Anggaran 2021.

Boleh, lah, untuk dilakukan pendaftaran, seleksi hinggga pelatihan secara bertahap semua bisa saja dijalankan. Karena sudah diamanatkan undang-undang. Tapi tepo selero sekiranya diperhatikan. Menetapan bisa saja ditunda kan pak? Dan gak perlu dalam satu acar seremonial bukan?.

Mengingat juga ini lho pak, dalam pandangan masyarakat apalagi keadaan keuangan Negara dan pasca pandemic covid-19, yang mungkin masih berlanjut. Mereka pasti menanyakan urgensinya, di mana TNI masih mengalami masalah kesejahteraan maupun modernisasi alutsista. Anggaran untuk pembentukan komcad dengar-dengar menelan anggaran hingga Rp1,1 triliun. Sekalipun kemenhan mengklaim, anggaran tersebut justru lebih efisien dan membawa penghematan anggaran.

Gugatan ini antara lain diajukan oleh VII pemohon antara lain :

  • Perkumpulan Inisiatif Masyarakat Partisipatif untuk Transisi Berkeadilan (IMPARSIAL)
  • Perkumpulan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras)
  • Yayasan Kebajikan Publik Indonesia
  • Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia

Jika saya baca dari halaman FAQ (Frequency Ask Question) situs Kementrian Pertahanan dan Keamanan Republik Indonesia. Ada beberapa hal yang saya garis bawahi. Beberapa sudah tuh di atas.

Terdapat Beberapa pertanyaan pokok yang sering ditanyakan dan pada bagian ini saya ringkas saja. Untuk pertanyaan KOMCAD terkesan tiba-tiba, menurut Kemenkumham, perencanaan Komcad gak tiba-tiba karena sudah diamanatkan oleh UU No. 23 Tahun 2019 yang sudah melalui proses perencanaan, proses debat ilmiah, dan proses legislasi yang sangat panjang sampai UU ini disahkan oleh DPR.

Pun demikian dengan Peraturan Pemerintah No.3 Tahun 2021, sebagai aturan turunan dari UU ini yang juga dipersiapkan dengan sangat matang melibatkan banyak pihak. Jadi, Komcad bukan program bimsalabim.

Sedangkan dalam segi urgensinya, menurut Kemenkumham, Doktrin Pertahanan yang diwarisi oleh para pendiri bangsa adalah Pertahanan Rakyat Semesta. Doktrin ini perlu diimplementasikan dan Komcad adalah salah satu implementasinya. Selama ini, di atas kertas (?), Indonesia kita disebut memiliki Komcad, namun sejatinya belum dan diorganisir dengan baik dan benar.

Nah, melalui amanat UU No.23 Tahun 2019, Pemerintah mulai mengorganisir dan mengimplementasikan doktrin pertahanan rakyat semesta tersebut dengan konkret. kemenkumham mengambil contoh Negara-negara besar lainnya, telah mengorganisir dengan baik Komcad mereka, Amerika Serikat melalui Garda Nasionalnya, Singapura pun demikian, bahkan jumlah jauh lebih besar.

Selain itu, memperhatikan perkembangan lingkungan strategis yang terus membutuhkan persiapan dan kesiapan pertahanan yang kuat untuk mengantisipasi ancaman terhadap kedaulatan NKRI, maupun ancaman lainnya, termasuk bencana alam, Komponen Utama (TNI) harus selalu siap sedia. Dalam hal ini Komcad akan memperbesar dan memperkuat kekuatan TNI.

Perlu diakui dan disadari Kekayaan darat dan laut, Letak geografis Indonesia sebagai salah satu negara kepulauan terbesar di dunia, memang menggiurkan dan menjadi sasaran antara atau bahkan dapat diinvasi. Sehingga memerlukan kerangka Geopolitik yang tepat.

Sebagaimana menurut Oyvind Osterud, dalam jurnal "The Uses and Abuses of Geopolitics", 1988. Geopolitik tradisional menunjukkan hubungan antara kekuatan politik dan ruang geografis.

Dalam artian konkret, geopolitik sering dilihat sebagai pemikiran yang mempelajari prasyarat strategis berdasarkan kepentingan relatif kekuatan daratan dan laut dalam sejarah dunia.

Tradisi geopolitik secara konsisten mempelajari korelasi kekuatan geopolitik dalam politik dunia, identifikasi wilayah inti internasional, dan hubungan antara kemampuan laut dan darat. Sehingga perlu implementasi Doktrin Doktrin Pertahanan dan Keamanan Rakyat Semesta secara terpadu dong.

Ancaman ini memang nyata, oleh karena itu program KOMCAD harus mengakomodir seluruh anak bangsa, sebagai implementasi dari amanat Undang Undang Dasar Tahun 1945, Pasal 27 ayat (3) bahwa "Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara".

Begitu pula skala prioritas peserta, bukan saja mengandalkan kekuatan fisik, sekalipun hal ini penting, apalagi perbedaan gender.

Selain itu yang tak kalah pentingnya, adalah memperhatikan kemampuan intelktual generasi muda dalam pertahanan Negara, minimal dalam penguasaan teknologi dalam menajamkan kemampuan analisisis, memiliki pengetahuan dalam hal menghadapi cyber attact (Cyber War lebih luasnya) yang dalam praktiknya sudah diujicobakan apalagi dalam jangka panjang dan bakalan terjadi dalam skala besar pada waktunya. Kalang kabut semua. Ketakutan akan isu perang Biologis akibat pandemi ovid-19 saja sudah membuat dunia panik. 

Nah kompasiana, atas pertanyaan topik pilihan kita lihat saja nanti dan mengevaluasinya, karena pertahanan Negara bukan saja memikul senjata, unjuk kekuatan alutsista, tapi kemampuan intelektual.

Mudah-mudahan Komcad yang terdiri dari sumber daya manusia (SDM), Komcad sumber daya alam, sumber daya buatan dan Komcad sarana dan prasarana, telah dibekali dengan pengetahuan teknologi modern dalam menangkal serangan cyber (cyber attact) negara lain, organisasi atau perorangan terhadap data dan informasi penting bangsa ini, yang setiap hari sudah terjadi.

Sekalipun telah ditangani badan khsusus National Cyber and Crypto Agency (Badan Siber dan Sandi Negara) namun KOMCAD dapat diakomodir.

Coba kita lihat nanti aksi mereka, sseperti pertanyaan pertanyaan dari topik pilihan kali ini.

Yuk ngajak saudaranya ngedaftar....

Salam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun