Tentu tidak ada satupun politisi mau menerima kecurigaan anggapan buruk pada dirinya, toh ada yang benar-benar memperjuangkan hak dan perlindungan bagi rakyat, bangsa dan Negara. Tapi tidak juga dapat dipungkiri, ada juga politisi yang boleh di-cap "buruk" karena ulahnya sendiri atau berkelompok demi kepentingan pribadi maupun kelompok dan merugikan secara langsung bangsa, negara dan masyarakat tentunya.
Ya sudah ada yang berbisik politisi pemahamannya luas. Oleh sebab itu politisi yang bermain Buruk,dinamakan "oknum" saja, karena tak samua menerima tuduhan yang dianggap keji itu. Baik jika begitu, memang tidak mudah menuduh apalagi menangkap mereka, "Politician are just like Gangster, you never catch them except Red-Handed, yang kerap di katakan Prof. JE Sahetapy di Acara ILC sebuah stasiun TV Swasta. (Red-Handed dapat diartikan "tangkap tangan" atau "memergokinya"). Atau melalui pengadilan yang jujur dan adil, untuk menjerat pemain buruk lainnya.
Siapa yang memilih mereka? bukankah Kita juga sesuai hak konstitusi. Lalu dimana salahnya, apa perlu dukun untuk meramal siapa yang bakal calon baik atau tidak baik? Saya rasa positif saja, mereka semua memiliki hati nurani dan tujuan yang baik.
Kemudian ketika mereka terpilih kata James Bovad, penulis dan dosen libertarian Amerika serta kolumnis USA Today, "People are so docile right now. It is almost as if good government means when the politicians lie to us for our own good, for the public good, and bad government is when politicians lie for their own selfish interests."
Orang-orang begitu patuh sekarang (atau pemilu/pilkada telah berakhir). Tampaknya pemerintahan yang baik berarti ketika para politisi membohongi kita untuk kebaikan kita sendiri, untuk kepentingan publik. Dan pemerintahan yang buruk adalah ketika para politisi membohongi hanya untuk kepentingan diri mereka sendiri.
Sejatinya, disetiap pemilu serentak, pilkada nantinya adalah bagian yang terpenting dari perjalanan sejarah bangsa ini ke depan. Sejauh semua berjalan secara konstitusional. Ini adalah pesta demokrasi dimana semua memiliki hak untuk dipilih dan memilih sesuai perundang-undangan. Bukan sesuatu yang menakutkan, berbeda itu indah bukan?
Namun lebih indah jika anda memberikan suara anda bagi mereka yang memiliki track record yang Baik. Selanjutnya, biarlah negara ini berjalan dan dikelola dengan aman. Semua ada waktunya bagi politikus busuk itu untuk bertekuk lutut menerima hukuman sang Ilahi, di bumi maupun di Surga....
Saya bukan seorang analisis, politikus, pakar. Hanya rakyat yang dapat menulis apa yang terlahir dari pikiran, dengan hati yang tulus tanpa maksud yang tidak baik, sekalipun dapat "dipelintir" menjadi hal yang tidak baik. Silahkan saja, semua memiliki hak mengemukakan pendapat yang dijamin konsistusi, bebas dari kekerasan, tekanan  dan intimidasi.
Lalu apa masalahnya?
Banyak orang yang kelihatannya beradab, bermaksud baik, cerdas, berpendidikan, memiliki berbagai kepercayaan yang tidak valid, atau berbahaya, atau tidak rasional. Mereka sering memilih kandidat yang perilakunya menurut pandangan mereka sendiri. Mengapa? Bukannya orang itu bodoh (maaf), atau tidak berpendidikan, atau jahat, atau korup? Â
Namun, kebanyakan orang awam yang tidak berpolitik, cukup sopan, dan cukup cerdas sehingga, jika diberi informasi yang cukup, mereka cenderung sampai pada kesimpulan yang sah sehubungan dengan urusan publik. Tetapi, dalam praktiknya, sebagian besar orang-orang  tersebut tidak mampu berbuat banyak karena ditekan, diintimidasi, dicuci otak sehingga tidak lagi dapat bertindak dengan cerdas menunaikan hak politiknya, sekalipun tujuan mereka masuk akal.
Sangat umum untuk menemukan orang-orang yang cerdas, jujur, dan bermaksud baik tidak setuju satu sama lain pada  hari pemilihan. Karena mereka semua tidak mampu bertindak yang benar, maka banyak orang baik yang melakukan kesalahan.
Satu masalah mendasar adalah bahwa, dalam bidang hubungan manusia, tidak ada cara yang tepat, objektif, untuk menentukan tindakan apa yang "terbaik". Ini sangat berbeda dari bidang sains dan teknologi, di mana terdapat metode dan tradisi yang mapan, efektif, dan untuk mengevaluasi ide.Â
Ini bekerja dengan sangat baik, ada beberapa kasus yang jarang terjadi di mana kesalahan tetap tidak terdeteksi untuk periode waktu yang cukup lama. Bidang di mana penyaringan kesalahan paling efektif adalah matematika, di mana ada metode yang tepat untuk menentukan validitas asersi. (Namun, ada masalah matematika tanpa solusi yang diketahui.)
Itu tidak berarti bahwa tidak ada yang namanya benar atau salah sehubungan dengan moralitas. Selama berabad-abad, para filsuf dengan jelas menetapkan, misalnya, bahwa, dengan pengecualian minimal, pengungkapan kebenaran adalah hal penting dalam hubungan manusia. Ini jelas penting untuk kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.Â
Ada kesepakatan luas tentang pentingnya jenis perilaku tertentu dalam mempromosikan hubungan persahabatan di antara orang-orang. Ketidakjujuran, sifat mementingkan diri sendiri, kekejaman, keserakahan, secara umum dipahami tidak sesuai dengan hubungan persahabatan di antara orang-orang.
Sementara kebanyakan orang pada umumnya baik, Â sayangnya, beberapa orang "jahat" ada di sekitarnya, termasuk beberapa yang kejam, serakah, egois, tidak jujur. Dan sedihnya, sejumlah besar dari mereka adalah politisi yang tidak kompeten dan haus kekuasaan, serakah, tidak jujur, dan sering tanpa keberanian.
Ketidaksepakatan
Kita perlu membedakan antara ketidaksepakatan atas prinsip dan tujuan, versus ketidaksepakatan atas strategi dan taktik untuk mencapai tujuan ini. Dugaaan ini  terdapat lebih banyak kesepakatan tentang prinsip-prinsip dasar, dan kurang kesepakatan tentang penerapan prinsip-prinsip tersebut untuk masalah-masalah tertentu.Â
Dan karena masih kurang kesepakatan tentang strategi dan taktik. Orang mungkin memilih kategori yang berbeda yang diharapkan mengambil risiko dan bersedia untuk berkompromi  yang pada akhirnya  mendukung berbagai kebijakan atau kandidat yang seharusnya tidak masuk dalam hitungan.
Latar Belakang (keluarga)
Salah satu faktor yang sangat mempengaruhi pandangan orang adalah latar belakang keluarga mereka. Kebanyakan orang cenderung mengambil posisi yang serupa dengan orang tua mereka (ada banyak pengecualian yang baik atau buruk untuk mengambil jalan yang berbeda).Â
Begitu berada di jalur politik tertentu, mungkin karena faktor keluarga, banyak orang akan memilih cara ini  karena mereka sering berinterakasi, dan memiliki pandangan yang sama yang di sodorkan oleh orang-orang dengan pandangan yang mirip dengan mereka sendiri.
Kekacauan media massa
Masalah mendasar lainnya adalah kurangnya kualitas  informasi yang tersedia untuk dikonsumsi publik secara berimbang, dan diskusi publik yang cerdas tentang masalah kontroversial. Sumber informasi paling umum tentang peristiwa dan politik saat ini adalah TV.  Pada tingkat lebih rendah, TV maupun media cetak. Keduanya hampir dapat menjadi buruk, jika dikuasai politisi kaya yang memiliki media tersebut dan berusaha mengendalikan publik yang rentan "miskin" atau memiliki sedikit kemampuan analisisis yang terbatas.
Namun jika media benar-benar memegang kode etiknya, terdapat komentator yang jujur secara intelektual di TV. Media cetak mungkin juga sama. Di internet/sosial media  sekalipun beberapa komentator yang layak namun kerap memuat sumber informasi yang memihak bahkan HOAX.  Jadi kebanyakan orang kurang informasi, dan tidak cukup terpapar dengan argumen yang masuk bagi para kandidat untuk menunaikan hak politiknya.
Harapan
Mungkin ketika kemunduran gaya hidup orang-orang yang cukup melampaui beberapa titik kritis, cukup banyak orang akan tersentak memikirkan kembali pandangan politiknya kepada mereka, mengenali apa yang terjadi, dan apa yang telah mereka lakukan untuk membalikkan keadaan.Â
Kita hanya bisa berharap bahwa proses ini dimulai sebelum hal yang tidak diinginkan terjadi pada lingkungan, atau pada struktur sosial kita, dan bahwa pembalikan terjadi tanpa kekerasan.
Diolah dan Diringkas dari berbagai sumber :
[1] Thomas Gilovich , "studi tentang berbagai cara orang memperoleh ide-ide yang salah sosial"Â
[2] Michael P. McDonald, "2014 November General Election Turnout Rates", United States Elections Project, 12/30/2014
[3] Jim Redden, "Duh! Poll says most voters unhappy", Portland Tribune, 22 November 2012
[4] Jeffrey M. Jones, "In U.S., Perceived Need for Third Party Reaches New High: Twenty-six percent believe Democratic and Republican parties do adequate job", Gallup.com, October 11, 2013
[5] Jay Newton-Small, "Pollsters Say 2014 Will be a 'Pox on Both Their Houses'", Time, March 25, 2014
[6] AP, "Exit Poll: Voters Unhappy With Obama and GOP", The Associated Press, Nov 4, 2014
[7] Stephen H. Unger, "Money and Elections: Can People Beat Dollars?", Ends and Means, November 3, 2012
[8] Stephen H. Unger, "Instant Runoff Voting: Looks Good--But Look Again", Ends and Means, March 26, 2007
[9] The Center for Election Science,"Range Voting.org"
[10] The Center for Election Science, "Approval Voting"
[11] Stephen H. Unger, "E-Voting: A Closer Look", Ends and Means, 3/1/07
[12] Thomas Gilovich, "How we know what isn't so", The Free Press, 1991
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H