Mohon tunggu...
Tovanno Valentino
Tovanno Valentino Mohon Tunggu... Konsultan - Hanya Seorang Pemimpi

Hanya Seorang Pemimpi

Selanjutnya

Tutup

Money

Kisah Kisruh di Balik Kesuksesan Mbak Tutut Menangi Sengketa Saham TPI

15 April 2011   00:51 Diperbarui: 26 Juni 2015   06:47 4068
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13028285952105781200

Hary menjelaskan, dana sebesar US$ 55 juta itu digunakan untuk penyertaan modal sebesar US$ 25 juta serta refinancing utang Mbak Tutut sebesar US$ 30 juta.

"Meskipun perjanjiannya US$ 55 juta, realisasi dana yang kita keluarkan mendekati US$ 60 juta. Tapi tidak apa-apa, namanya juga membantu," ujarnya.

Hary menegaskan, dengan perjanjian itu maka kepemilikan TPI sebesar 75% boleh dibilang sudah berada di bawah kepemilikan Bimantara Citra. Namun selanjutnya, Mbak Tutut melayangkan surat kepada BKB pada 20 Desember 2004. Isinya meminta kembali 75% saham TPI yang sudah dipindahtangankan kepada BKB dan Mbak Tutut menjanjikan akan melakukan due diligence (uji tuntas) untuk membayar kompensasi gantinya.

"Tapi dalam surat itu, Mbak Tutut tidak menjelaskan detil mekanisme pembayarannya dan sebagainya. Jadi kami memutuskan membahas dulu permintaan tersebut di internal kami," jelasnya.

Pada 7 Maret 2005, para petinggi Bimantara Citra, induk BKB, menggelar rapat internal. Rapat ini menghasilkan 3 opsi yang akan ditawarkan kepada Mbak Tutut.

Opsi pertama, BKB menjual 75% saham TPI yang dimilikinya kepada Mbak Tutut seharga Rp 630 miliar. Opsi kedua, BKB membeli 25% saham TPI yang dimiliki Mbak Tutut senilai Rp 210 miliar. Opsi ketiga, jika Mbak Tutut tidak mengambil sikap maka kepemilikan saham di TPI tetap BKB sebesar 75% dan Mbak Tutut 25%.

"Pada 8 Maret 2005, kami menyampaikan 3 opsi tersebut kepada Mbak Tutut. Dan pada 10 Maret 2005, kami melayangkan surat pemanggilan RUPS kepada seluruh pemegang saham TPI untuk membahas opsi-opsi tersebut dalam rapat yang  dijadwalkan pada 18 Maret 2005," jelas Hary.

Mbak Tutut pun didaulat harus menyampaikan opsi yang dipilihnya paling lambat pada 17 Maret 2005, agar RUPS dapat membahas mengenai opsi yang dipilih Mbak Tutut.

"Tapi sampai 17 Maret, Mbak Tutut tidak memberikan opsi yang diambil olehnya. Oleh sebab itu, RUPS 18 Maret 2005 memutuskan opsi ke 3, yakni kepemilikan tetap BKB 75% dan Mbak Tutut 25%," ujarnya.

Namun menurut Hary, Mbak Tutut kemudian mengklaim telah menggelar RUPS sendiri pada 17 Maret 2005 yang menghasilkan keputusan bahwa 75% saham TPI kembali ke tangan Mbak Tutut.

"RUPS ini sebenarnya cacat hukum. Pertama, RUPS 17 Maret tidak diketahui oleh jajaran direksi dan komisaris TPI lainnya, kecuali 1 orang saja yang menandatangani RUPS. Direktur ini adalah orang yang ditempatkan Mbak Tutut di jajaran direksi. Kedua, RUPS 17 Maret dilakukan tanpa melalui proses pemanggilan pemegang saham," papar Hary.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun