Sampai di rumah kontrakan Kimaya, Adian packing semua barangnya dan menaruh kunci rumah di tempat seperti kesepakatan mereka bertiga. Dia tinggalkan pesan ke Mona bahwa dia pulang ke Jogja malam itu. Entah dapat tiket atau tidak, dia tidak peduli, asal segera pergi dari Bali.
Rasanya alam semesta mendukungnya. Taksi mudah didapat. Tiket pesawat terdekat juga tersedia. HP dia matikan sampai dia di Jogja.
Bagaimana dia mau memutuskan hubungan dengan Kimaya dan Mona? Semua chat mereka tidak akan dia balas. Itu sudah keputusan bulat. Mulai beda cerita.
---
Sebulan kemudian ...
Adian menyibukkan diri dengan proyek magang yang dia ambil untuk kedua kalinya. Skripsinya sudah selesai, tinggal menunggu tanggal sidang. Kantor magangnya sudah mempekerjakan dia secara profesional, bahkan mobil kantor sudah boleh dia pakai.
Sore itu dia pulang lebih awal karena meetingnya dengan klien sangat mudah. Balik ke rumah sebentar untuk mengambil folder yang sengaja tidak dia bawa tapi akhirnya dia butuhkan di kantor. Mobil dia parkir di dekat teras rumah. Ketika itu dia melihat sosok asing di teras.
"Kimaya?" panggilnya sambil berjalan mengitari mobil, menuju ke teras. Cewek itu memakai rok panjang, menunjukkan tubuhnya yang tinggi semampai, menuruni anak tangga teras menyambutnya ke dekat mobil.
"Hai, Adian," sapa Kimaya dengan senyumnya yang cerah. Rambutnya yang sedikit keriting melambai-lambai terkena angin sore. Cantik benar, batin Adian. Lalu dia menggelengkan kepalanya. Di hati Kimaya hanya ada Yuda, putusnya. Beda cerita mulai sekarang.
Mereka berpelukan sebentar. Adian sangat berusaha mengingat-ingat perilaku normal bila bertemu Kimaya. Dia tidak ingin Kimaya berprasangka apapun.
"Kamu tidak pernah membalas chatku? Menelpon balik pun tidak?" Kimaya langsung merengek, nada yang biasanya membuat Adian menyerah. Saat ini cowok itu berusaha bertahan walau jantungnya sempat berhenti berdetak ketika memeluk cewek itu.