Mohon tunggu...
R.A. Vita Astuti
R.A. Vita Astuti Mohon Tunggu... Dosen - IG @v4vita | @ravita.nat | @svasti.lakshmi

Edukator dan penulis #uajy

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

Februari untuk Kimaya

17 Desember 2023   14:00 Diperbarui: 17 Desember 2023   14:00 167
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pertaruhan Kimaya

Tiga bulan berlalu setelah Adian menghabiskan weekend pertamanya di Bali bersama Kimaya. Saat itu kegiatannya mendukung Kimaya mencari lokasi magang dan penelitian buat skripsinya. Semua berlangsung lancar, tidak ada drama. Itu yang Adian sesali.

Tiga bulan ini tidak ada kabar apapun dari Kimaya. Semua chat dan telponnya tidak dijawab ataupun diangkat oleh cewek itu. Lokasi magangnya memang sudah dipercaya tidak ada sinyal bagus. Tapi Adian melihat semua chatnya masuk, centang dua. Kimaya tetap diam.

Baca juga: Pertaruhan Kimaya

Mona adalah salah satu cara untuk menggapai Kimaya, namun Adian tidak ingin melibatkan sahabat Kimaya itu karena kabarnya Mona juga menaruh hati padanya. Nanti berabe.

Februari ini Adian berulang tahun. "Kim, jawab chatku di ulang tahunku dong, sebagai hadiah juga bisa," dengan gemas untuk kesekian kalinya Adian mengirim pesan. Tetap tidak ada jawaban. Namun, tiba-tiba saja di suatu malam, semua chat tersebut berubah bercentang biru, Kimaya membacanya!

Sebenarnya Kimaya ingin segera membalas semua pesan Adian, bahkan ingin video call. Hanya saja Adian tidak tahu, bulan Februari adalah bulan keramat bagi Kimaya. Yuda lahir dan meninggal di bulan yang sama, Februari.

Baca juga: Membantu Kimaya

Seperti menonton film dokumenter, semua memori bersama Yuda, semua rasa bersalahnya kepada Yuda berkelebat di depan mata Kimaya. Tangannya gemetar dengan semua ilustrasi itu. Perasaannya bergejolak, dari sedih, senang, marah, kecewa dan menyesal. Malu pun kadang muncul ketika ingat Yuda menegurnya karena kecerobohannya. HP dia letakkan di meja. Dia tidak kuat.

Untung tugas magangnya sudah selesai. Baru saja laporan dia kirim ke dosennya untuk didaftarkan ikut seminar minggu depan. Skripsipun tinggal mengolah data. Semua rapih sesuai rencana, kecuali yang satu itu. Ingatan pada Yuda kembali gara-gara Adian yang tidak bersalah.

Baca juga: Bali Dia Kembali

"Adian salah, mengapa dia harus lahir di bulan Februari?" Kimaya geram juga sedih sekali. Dia takut semua kisah dengan Yuda berulang. Rasa kehilangan itu terlihat mengancam.

"Kim!!!" sebuah teriakan dari luar mengagetkannya. "Ayo beli bingkisan buat farewell! Tinggal dua hari lagi nih. Kim!!"

Senyum cerah merekah di wajah Kimaya. Sahabat barunya di tempat magang, Tommy, mengingatkan semua kehidupan di dunia nyata. Magang selesai tapi relasi dengan atasan dan rekan di kantor perlu dijaga. Mereka aset penting untuk masa depan. Itu kata-kata Tommy yang langsung dia iyakan.

Pintu dia buka dan melihat pemandangan yang mengagumkan. Tadi memang Tommy terdengar berteriak brutal, sangat tidak sopan. Tapi saat ini mata Kimaya melihat cowok elegan dengan kacamata hitam, berpakaian kemeja rapi biru muda dan jeans, bersender di mobil SUV hitam. Maskulin dan bertanggung jawab. Pemakai kacamata hitam itu tersenyum manis.

"Tidak usah ganti baju, ayo berangkat!" muncul perintah yang Kimaya butuhkan dalam suasana galau antara Yuda dan Adian tadi. Tommy membuat mereka terlupakan.

"Hey, kamu ingat warna kesukaan mereka?" di mobil, Tommy langsung memberondong Kimaya dengan pertanyaan-pertanyaan teknis seputar rekan mereka yang akan dibelikan kenang-kenangan. "Atau mereka pernah bilang butuh apa? Tumbler? Kayaknya mereka jenis yang setia pada satu tumbler, ya? Pouch? Ah, nope! Mousepad dengan nama mereka? That would be nice!"

"Kamu ini pidato atau presentasi, sih, Tom?" Kimaya geli, dengan Tommy dia tidak perlu berpikir. Cowok ini sudah mengatur setiap detik yang mereka habiskan bersama. Lucunya, Kimaya cocok dengan cara pemikiran orang unik ini.

"Kamu udah ada ide apa, emangnya?" Tommy menoleh ke arah Kimaya yang terkesiap diserang tatapan elang cowok itu.

"Mousepad aku setuju, hanya kita perlu bikin desain dan waktunya butuh beberapa hari. Tadinya aku mau kasih mereka plakat ..." Kimaya langsung terbahak ketika Tommy tiba-tiba kaget dan mengerem mobil mendadak. Untung tidak ada kendaraan di belakang mereka.

"Gila kamu, Kim! Ah kamu emang gila," Tommy melanjutkan menginjak gas sambil mengelengkan kepala. "Bilang aja kamu belum mikirin hal ini. Sibuk mikirin apaan sih?"

Kimaya menikmati wajah kesal Tommy. Temannya ini paling enak dilihat ketika tidak ada senyuman di mukanya. Dia punya wajah playboy, tampan dan manis, tersenyum sedikit bikin cewek-cewek meleleh, menyerah di hadapannya. Kimaya tidak suka personality itu pada Tommy. Lebih baik dia pasang muka sedih, marah atau kecewa. Lebih berkelas.

Mereka tiba di toko pemesanan suvenir. Dengan sigap, Tommy membukakan pintu mobil Kimaya. Dia suka berlagak gentleman. Kimaya sangat tahu candaan ini jadi dia tidak pernah berpikir yang lain akan tindakan Tommy yang kadang diimpikan cewek-cewek. 

"Aku terima telpon dulu, kamu masuklah sana," suara deringan HP terdengar di saku kemeja Tommy. "Halo, ada apa? Aku sudah pergi sama Kimaya. Sorry."

Akhirnya Kimaya tidak perlu masuk ke toko sendiri. Telpon itu sangat pendek.

"Sally yang nelpon, dia ngajak beli suvenir. Udah telatlah," sungut Tommy sambil mendorong Kimaya untuk segera masuk ke pintu kaca.

Pemesanan mousepad berlangsung lancar. Kimaya masih menyimpan beberapa disain unik yang suka dia buat ketika waktu luang. Tommy tinggal memilih salah satu yang cocok dengan karakter pekerjaan kantor. 

"Ada sepuluh, ya? Tulis saja nama-nama mereka di situ, Kim," perintah Tommy. Kimaya menurut, dia tahu, tidak ada gunanya mendebat cowok itu. "Bang, tolong font nama dibikin yang klasik, yang mirip frame disain ini ya?"

Sekali lagi, Tommy bukan beban berat, dia meringankan. Kimaya selalu tersenyum bila mendengar pentunjuk Tommy di setiap mereka bekerjasama. Cowok itu sudah punya pemikiran sendiri. Untungnya Kimaya tidak pernah keberatan. Orang lain melihat dia sangat penurut pada Tommy, tapi sebenarnya Kimaya memanfaatkan inisiatif cowok itu untuk segera menyelesaikan pekerjaan, bisa dengan cepat.

"Mau makan di mana?" pertanyaan Tommy ini yang mengagetkan Kimaya untuk pertama kalinya. Biasanya cowok ini sudah memutuskan sebelumnya. Selera mereka sama. Eh, Kimaya pemakan segala, jadi tidak pernah protes. Kali ini dia yang harus memberi pilihan.

"Aku lagi pengin pasta, ke cafe terdekat saja," Kimaya memberi pendapat tapi untuk lokasi, Tommy yang memutuskan. Dia kan sopir? Pikir Kimaya.

"Oke, di depan itu ada pasta, aku pernah ke sana," segera Tommy menyalakan lampu tanda belok ke kiri untuk parkir di cafe.

Sally menelpon Kimaya ketika Tommy sibuk memesan di depan kasir. Ini pemandangan bisa, he takes care of everything. "Kim, kamu sudah selesai belanja? Eh, kenapa Tommy tidak mengajak aku sih? Tadi aku ketemu dia di kantor, dia tidak bilang apa-apa, hanya pamit mau pulang cepat. Ternyata dia mengajak kamu beli suvenir, ya?"

Satu detak jantung terasa hilang ketika mendengar kata-kata Sally. "Aku nggak tahu, Sal. Dia langsung main ajak dan main ancam aja, tinggal dua hari, gitu. Paniklah aku! Ini pesen mousepad dengan nama-nama orang kantor."

"Aku nggak peduli pesan apa, Tommy pasti cocok pilihannya. Tapi kenapa dia tidak mengajak aku atau teman lain di kantor? Kamu kan baru cuti, seingatku?" Kata-kata Sally kembali menghentak napasnya. Tommy, ada apa dengan dikau?

"Tom, Sally nanyain, kenapa kamu nggak ngajak dia?" serang Kimaya ketika Tommy sudah kembali ke meja mereka.

"Aku lebih suka belanja sama kamu. Anak magang lain pada ribet. Suka ini itulah tapi nggak ada keputusan. Enak sama kamu," dengan enteng Tommy mengatakan alasannya. Semua memang sederhana di hadapan Tommy. Tapi bagi cewek-cewek, itu bermakna lebih.

"Tom, kamu lahir di bulan apa?" tiba-tiba Kimaya panik.

"Hari Valentine," bisik Tommy yang seakan menjadi angin dingin masuk ke telinga Kimaya. Jangan Februari lagi! Dia bergidik.

+++ 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun