Akhirnya Kimaya tidak perlu masuk ke toko sendiri. Telpon itu sangat pendek.
"Sally yang nelpon, dia ngajak beli suvenir. Udah telatlah," sungut Tommy sambil mendorong Kimaya untuk segera masuk ke pintu kaca.
Pemesanan mousepad berlangsung lancar. Kimaya masih menyimpan beberapa disain unik yang suka dia buat ketika waktu luang. Tommy tinggal memilih salah satu yang cocok dengan karakter pekerjaan kantor.Â
"Ada sepuluh, ya? Tulis saja nama-nama mereka di situ, Kim," perintah Tommy. Kimaya menurut, dia tahu, tidak ada gunanya mendebat cowok itu. "Bang, tolong font nama dibikin yang klasik, yang mirip frame disain ini ya?"
Sekali lagi, Tommy bukan beban berat, dia meringankan. Kimaya selalu tersenyum bila mendengar pentunjuk Tommy di setiap mereka bekerjasama. Cowok itu sudah punya pemikiran sendiri. Untungnya Kimaya tidak pernah keberatan. Orang lain melihat dia sangat penurut pada Tommy, tapi sebenarnya Kimaya memanfaatkan inisiatif cowok itu untuk segera menyelesaikan pekerjaan, bisa dengan cepat.
"Mau makan di mana?" pertanyaan Tommy ini yang mengagetkan Kimaya untuk pertama kalinya. Biasanya cowok ini sudah memutuskan sebelumnya. Selera mereka sama. Eh, Kimaya pemakan segala, jadi tidak pernah protes. Kali ini dia yang harus memberi pilihan.
"Aku lagi pengin pasta, ke cafe terdekat saja," Kimaya memberi pendapat tapi untuk lokasi, Tommy yang memutuskan. Dia kan sopir? Pikir Kimaya.
"Oke, di depan itu ada pasta, aku pernah ke sana," segera Tommy menyalakan lampu tanda belok ke kiri untuk parkir di cafe.
Sally menelpon Kimaya ketika Tommy sibuk memesan di depan kasir. Ini pemandangan bisa, he takes care of everything. "Kim, kamu sudah selesai belanja? Eh, kenapa Tommy tidak mengajak aku sih? Tadi aku ketemu dia di kantor, dia tidak bilang apa-apa, hanya pamit mau pulang cepat. Ternyata dia mengajak kamu beli suvenir, ya?"
Satu detak jantung terasa hilang ketika mendengar kata-kata Sally. "Aku nggak tahu, Sal. Dia langsung main ajak dan main ancam aja, tinggal dua hari, gitu. Paniklah aku! Ini pesen mousepad dengan nama-nama orang kantor."
"Aku nggak peduli pesan apa, Tommy pasti cocok pilihannya. Tapi kenapa dia tidak mengajak aku atau teman lain di kantor? Kamu kan baru cuti, seingatku?" Kata-kata Sally kembali menghentak napasnya. Tommy, ada apa dengan dikau?