"Aku pulang dulu, Kim," Adian beranjak dari kursi dan hanya bicara di depan pintu. Kimaya menoleh kaget. Ekspresinya tidak bisa ditebak oleh cowok itu, apakah Kimaya kecewa atau senang? "Besok aku antar."
Kimaya hanya mengantar Adian di beranda, melihat cowok itu masuk ke mobil dan melambaikan tangannya ketika mobil itu berlalu. Tiba-tiba Kimaya tergugah dengan pertanyaan yang diucapkan pada dirinya sendiri, "Kenapa Adian bawa mobil hari ini? Biasanya sepeda motor?"
"Mungkin mau ngajak kamu ngedate di tempat jauh, gunung? Pantai?" suara Nishi masuk ke telinganya dekat sekali di sampingnya. "Kamu masih belum menerima Adian, Kim? Sorry, aku tadi mau batal masuk sebenarnya, takut ganggu kalian berdua. Cuma, tadi aku lihat ada sesuatu, ada masalah?"
Kimaya tidak bisa menceritakan apapun pada Nishi. Dia memang tidak punya cerita. Hanya menggeleng, Kimaya kembali ke kopernya untuk merapikan semua bawaannya dan memeriksa kalau ada yang masih harus dia beli.
Berdua mereka pergi ke toko batik untuk mencari syal buat Mona. Hari itu berlalu dengan cepat dan Kimaya tertidur kelelahan karena berputar-putar di sekitaran Malioboro bersama Nishi. Akhirnya Navina, Shana dan Vanah juga bergabung dan mereka makan malam bersama di sebuah lesehan nasi rames.
---
"Kim, dicari Adian, tuh," suara ibunya mengetuk pintu ketika dia selesai mandi. Rajin bener anak itu, batin Kimaya.
"Flight kamu masih lima jam lagi," Adian bersandar di salah satu pilar di teras. Wajahnya bersih, segar dengan kaus abu-abu muda dan jeans biru. Rambutnya ada efek basah sehabis keramas. Tapi muka itu tanpa senyum. Walau tetap cakep.
"Lalu?" Kimaya masih sibuk dengan handuknya, mengeringkan rambutnya yang cukup panjang ketika liburan ini. Sedetik kemudian Kimaya melihat bahwa Adian tidak membawa mobil tapi datang dengan sepeda motornya. Apa artinya?
"Aku hanya mau bilang, aku nggak bisa antar kamu ke bandara, jadi kamu punya waktu buat cari taksi atau naik kereta api bandara," kalimat itu meluncur cepat dari mulut Adian. Secepat gerakannya memeluk Kimaya dan pamit dari rumah itu. Kimaya masih terpana.
"Di?" suaranya tercekat memanggil Adian yang sudah melewati pagar rumah dan hilang di belokan jalan. Lubang besar tiba-tiba muncul di hati Kimaya. Namun dia menolaknya mentah-mentah.