Mohon tunggu...
R.A. Vita Astuti
R.A. Vita Astuti Mohon Tunggu... Dosen - IG @v4vita | @ravita.nat | @svasti.lakshmi

Edukator dan penulis #uajy

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Mencari Kim

1 April 2023   15:17 Diperbarui: 1 April 2023   21:52 270
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pertaruhan Kimaya

Adian kehilangan kontak dengan Kimaya setelah mereka sama-sama lulus SMA. Sahabat-sahabat Kimaya, seperti Vanah, tidak mau memberikan kontak apapun kepada Adian. Atau memang mereka tidak punya, pikirnya.

"Cewek tadi siapa, Di?" tanya Vincent yang dari tadi memperhatikan tingkah lakunya.

Baca juga: Yang Telah Tiada

"Teman SMA," jawab Adian singkat. Dia tidak ingin membicarakan tentang Kimaya kepada siapapun.

"Mantan?" masih saja Vincent menyerangnya. Adian hanya mengedikkan bahunya, membuat tanda dia tidak tertarik dengan percakapan ini.

"Ah, benar, pasti mantan. Kamu diputusin, kan?" Vincent tidak menyerah. Adian hanya menatapnya tajam.

"Okay ... okay. Suatu hari kamu wajib menceritakan ini, kalau tidak ... Anna akan aku telpon sebelum kita balik ke Jogja," ancam Vincent sambil tertawa. Tapi Adian tahu, temannya ini sangat serius. Anna, pacarnya sekarang, akan dilibatkan dengan urusan ini.

Baca juga: Sehari Bersamamu

--

"Eh, Adian kenapa sih?" tanya Carlo pada Vincent. "Di mobil tadi dia tidak terlihat mengantuk, tapi diam saja, kayak melamun gitu? Apa karena cewek tadi, ya? Cakep juga ... eh, sekarang Adian di mana? Tadi cuma naruh tas aja di kamar."

Vincent sebenarnya tidak ingin melibatkan orang lain tentang perubahan Adian semenjak bertemu cewek tadi. Namun Adian memang berubah sikapnya. Awal sebelum berangkat, dia yang paling semangat dan ingin mengatur segalanya. Ini tadi sejak dari airport dia seperti tidak peduli dengan sekeliling.

"Dia mau nemuin narasumber kita, mau cek-cek dulu, sama ke lokasi," sahut Vincent sembarangan. "Tadi kayaknya ada urusan dengan PICnya."

Sepertinya Carlo setuju saja dengan alasan itu.

Pikiran Adian memang berubah keruh setelah bertemu Kimaya. Dua tahun dia mencari cewek itu tanpa hasil. Tiba-tiba saja kepergiannya ke Bali yang tidak dinyana malah bertemu Kimaya, bahkan langsung say goodbye, berpisah pulau lagi.

"Kimaya berubah," pikir Adian. Dia merasa sudah cukup dekat dengan teman SMAnya ini tapi tadi Kimaya seperti orang asing. Pandangan matanya juga lain, menjaga jarak. Dia berpikir keras sambil jalan menyusur pantai yang berpasir putih.

Aku hanya tahu Kimaya kuliah di Udayana, batin Adian. Lalu dia mencari taksi dan menuju ke area universitas ini. Jurusan apa yang diambil Kimaya pun dia tidak tahu. Seperti mencari koin di dalam jerami, pikirnya. Tapi aku harus berusaha.

Adian memakai pengalamannya sebagai mahasiswa untuk mencoba mencari tempat publik area berkumpulnya mahasiswa. Dia menuju ke warung nasi terdekat dengan gerbang masuk kampus. Ada beberapa mahasiswa cowok yang baru masuk, mau makan.

Adian bergabung dengan mereka, sambil mencari kursi terdekat supaya bisa mendengarkan pembicaraan cowok-cowok itu. Kimaya cantik, mestinya banyak yang membicarakannya. Eh, tapi kalau kepribadian Kimaya berubah, bisa saja tak seorangpun mengenalnya, pikir Adian. Ah, tetap harus dicoba.

"Eh, kalian berhasil minta Mona untuk menyanyi di Night Action, kita, belum?" sahut cowok berambut sedikit gondrong tapi rapi. "Tinggal dua minggu eventnya nih, kalau bukan Mona, siapa lagi yang bisa menarik penonton?"

"Mona sih gampang," kata satu orang dengan topi. "Dia pasti alasannya harus sama si Kim. Padahal susah tuh si Kim diajak rame-rame gini. Semester lalu kan Mona batal datang karena si Kim belum beli tiket konser?"

Adian merasa sangat beruntung. Tadinya dia tidak peduli dengan nama Mona. Ternyata itu nama perempuan yang tadi bersama Kimaya di airport.

"Semenjak mereka berdua serumah, Mona sudah jarang kumpul sama kita-kita," sahut cowok di sebelah yang bertopi.

"Maksud kalian, Kimaya yang kasih pengaruh ke Mona? Jangan bergosip, ah," timpal cowok gondrong tadi.

Adian sudah terlanjur panas. "Kimaya orangnya nggak kayak gitu," katanya sambil berdiri.

"Hey, kamu siapa?" kata cowok bertopi tadi. "Nguping, ya? Nggak kenal, main nyahut aja!"
Lalu cowok itu berdiri mendekati meja Adian. Ternyata cowok itu lebih tinggi dan lebih kekar daripada dia. Tadi dikejauhan terlihat biasa saja. Adian keder juga.

Tiga teman lainnya juga berhenti makan dan ikut berjalan di belakang cowok bertopi tadi, mendekati Adian. Muka mereka sangar. Terlebih mungkin karena ketahuan bergosip. Yang gondrong tetap melanjutkan makannya.

"Kamu bukan mahasiswa sini, kan?" desis cowok bertopi. "Aku nggak mau berkelahi karena cewek, tapi aku tidak suka mulut kamu. Sembarangan saja motong omongan orang. Ayo keluar, kita bicara baik-baik."

Adian tahu, 'bicara baik-baik' itu bukan seperti percakapan aman yang dibayangkannya. 

"Maaf, Bang, aku teman lama Kimaya," katanya sedikit bergetar karena emosi. Tak tahunya, cowok bertopi itu terbahak,, menggelegar di warung yang sempit itu.

"Ah, teman pengecut!" sergahnya. Dia kecewa Adian tidak sekeras yang diharapkannya. "Ayo, kita balik makan lagi, trus cari penyanyi."
Cowok tadi lalu meninggalkan Adian, teman-temannya yang lain hanya melotot ke arahnya dan kembali ke meja mereka. Lalu mereka melanjutkan percapakan dengan bisik-bisik. Adian tidak dengar apapun dengan jelas.

Tahu tidak ada harapan di warung itu, selesai makan, Adian lalu keluar menuju dalam kampus.

"Hey," ada suara cowok yang memanggilnya di belakang. Adian menoleh, ternyata cowok gondrong tadi.

"Kamu bukan mahasiswa sini kenapa masuk ke kampus? Sendirian lagi," teriaknya sambil mendekat. Adian merasakan nada persahabatan, bukan seperti yang bertopi tadi yang ingin menciptakan permusuhan.

"Aku Adian, dari Jogja," katanya sambil mengulurkan tangan. Harus dimulai dengan cara yang benar untuk mendapatkan informasi yang berharga.

"Aku Rema," dia membalas salam Adian. "Mau apa kamu ke sini?"

"Sebenarnya aku mencari Kimaya, eh malah dengar yang enggak-enggak tentang dia. Sorry, bro," Adian mengalah.

"Kamu kenal Mona, kan? Tanya saja ke dia," kata Rema ringan.

"Aku nggak punya kontaknya," akhirnya Adian mengaku dengan malu.

"Kasih kontak kamu, nanti aku kasihkan ke Mona," Rema sangat diplomatis, pikir Adian, dia main aman, tidak mau memberi informasi langsung.

Adian memberikan kartu nama yang baru saja dia buat karena proyek lapangan ini. Semua nomor telpon dan alamat emailnya serta posisi dia sekarang sebagai ketua proyek ada di situ. Dia ingin Kimaya tahu semuanya tentang dia.

"Hmm," kata Rema sambil membolak-balik kartu nama tersebut. Keren, pikirnya, atau sombong? Tapi Rema tidak peduli, misinya hanya ingin membuat kesan baik saja tentang mahasiswa Udayana.

"Oke, bro, aku janji kasih ini ke Mona, tapi apa dia mau kontak ke kamu atau tidak, bukan urusanku, ya?" pungkas Rema, lalu kembali ke warung tadi.

Adian merasa usahanya sudah cukup untuk saat ini. Dia tinggal menunggu telpon, entah dari Mona atau Kimaya.

---

"Di, kamu ke mana aja? Dicari teman-teman, tuh," teriak Vincent di kejauhan ketika melihat Adian memasuki lobby hotel.

"Mencari narasumber," sahutnya ringan. Vincent hanya tertawa, alasan yang mereka bikin sama walau tanpa kesepakatan.

+++

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun