"Lea, ini Nael. Jangan dekat-dekat dia, nanti kamu jadi artis," kata Osa cepat. Lalu dia menarik Lea pergi menjauh. Nael hanya melongo tapi mendapat senyuman dari Lea.
"Aku ke hotel, Os," Lea jadi jengah dengan perlakukan Osa. "Aku nggak mau Nael berpikiran yang tidak-tidak. Semua tahunya aku pengacara kalian. Masak aku spending time hanya berdua sama kamu terus."
"Oke, ntar aku nyusul. Temui aku di restoran, pesan menu yang aku suka," Osa setuju dan merasa keputusan ini yang terbaik. Ini baru hari-hari awal. Masih ada satu-dua bulan lagi bersama Nael.
Lea naik taksi ke hotel. Osa kembali ke Nael yang masih memandang arah ke mana dia tadi pergi.
"Lea ke mana?"
"Aku pergi dulu ya, aku butuh mengenal Sumba dari orang di luar program ini," Osa tidak menjawab pertanyaan Nael. Jangan sampai Nael tahu lebih banyak, batinnya.
"Kamu nggak bilang Iva dulu?"
"Iva sudah paham."
---
Sampai di resto hotel, Osa menemukan Lea sedang melamun. Tidak biasanya. Sampai tiga kali Osa memanggilnya, Lea tidak bergeming, pandangannya keluar jendela.
Disentuhnya lengan Lea di meja. Baru Lea menoleh padanya, sedikit terperanjat. Jadi benar dia tadi melamun, pikir Osa.