"Oh, thanks, tapi aku tidak minum kopi," jawab Osa tapi masih menerima mug dengan sopan.
"Kenapa?"
"Bikin susah tidur," jawaban Osa sangat klise tapi buat Diva ini info menarik.
"Oh, sorry. Jadi hanya kopi yang membuat kamu susah tidur?" pancing Diva. Anehnya, dia tidak merasa kesal melihat Osa menaruh mug itu di meja sampingnya karena Osa sepertinya siap mengobrol.
"Enggak juga, ada yang lain, kalau banyak pikiran," jawab Osa, tidak terlalu dingin lagi. Diva lega, ada harapan.
"Sekarang banyak pikiran?" Diva menanyakannya dengan tersenyum, dia tidak bisa menyembunyikan perasaannya. Dia nikmati wajah tampan Osa tanpa memikirkan kata-kata di naskah.
"Cuma satu, menunggu teman balik mudik," mata Osa mengawang ke arah lampu-lampu kota di kejauhan.
"Teman?" Diva agak terusik.
"Iya, eh sebentar," HP Osa berbunyi dan dengan jelas Diva melihat wajah cerah cowok itu ketika melihat siapa yang menelpon.
"Aku balik dulu, ya?" pamit Osa sambil menempelkan HPnya di kupingnya. Diva merasa ada yang hilang.
"Bagaimana? Masih macet di TV? Itu, kan TV?" suara Osa terdengar menggema di lorong. "Apa? Besok kamu mau naik kereta? Mobil kamu gimana? Ok, kapan-kapan kita ambil bareng. Aku menunggu kamu kembali ..."