Episode sebelumnya: Episode 1 - Episode 2 - Episode 3 - Episode 4
Keenam sekawan itu mempunyai stamina yang sangat baik. Mereka hanya butuh tidur yang cukup, tenaga cepat kembali. Gerakan mereka tetap lincah walau membawa dua ransel yang berat. Tak lama mereka sudah sampai di Shelter Pertama.
"Kita berpisah mulai dari sini," kata Nika sambil membuka sketsa denah dan peta gunung. "Kita bagi jadi dua. Depan shelter ada dua jalan setapak, masing-masing dari kita ambil arah yang berbeda."
"Itu satunya mendaki, satunya turun loh, Nik," Niel mengingatkan. "Bukankah kita perlu punya rancangan untuk mencari agen itu? Aku ada usulan, dari pengalaman agen X itu dia lebih suka menyusur sungai. Kita coba saja ke arah sungai."
"Yang jalan setapak menurun itu ke arah sungai," sahut Ken yang sudah mengamati jalanan menurun itu. "Aku setuju Nika, kita dibagi dua. Saling kontak saja kalau sudah ada petunjuk. Kita berpisah untuk mempercepat pencarian."
Satu banding lima, Niel akhirnya mengalah. Logika Ken bagus juga. Lagian mereka mudah saling kontak, tidak butuh alat canggih. Telepati antar mereka berenam sudah cukup. Kepekaan saja yang perlu mereka latih dari sekarang karena lama tidak bertemu.
Nika ambil arah mendaki bersama Ken dan Nash. Niel memilih menurun, tentu saja, bersama Noam dan Kari.Â
"Jangan lupa, kita saling kontak setiap satu jam sekali," Nash mengingatkan. Semua mengangguk. "Dan Noam, kamu jangan memikirkan yang tidak-tidak. Sebentar lagi kontak kita akan sering terhubung, imajinasimu kadang membuat kami lebih takut."
Semua tertawa. Mereka ingat kejadian ketika mengepung gembong mafia di Papua di sebuah gedung tua. Noam takut dengan hantu. Ketika dia mendapat jatah memeriksa kamar mandi, dia membayangkan akan ada hantu atau kuntilanak yang menunggunya di salah satu kamar mandi tersebut. Saat itu semua kontak telepati terbuka, semua ikut ketakutan karena bisa melihat bayangan pikiran Noam yang mereka pikir nyata.
Segera mereka membagi menjadi dua kelompok dan meninggalkan shelter.
Kari membawa pedang yang terbalik. Sesuai kesepakatan bersama, pedang Kari tidak akan untuk membunuh, hanya akan melumpuhkan. Sebelum berangkat melanjutkan pencarian, pedangnya dia balik yang tajam mengarah padanya.
"Bagaimana kamu pakai pedang itu?" tanya Noam penasaran. "Bagaimanapun itu kan tetap pedang?"
"Aku sudah menguasai jurus totok darah," kata Kari membanggakan diri. "Ujung pedang dan mata yang tumpul hanya untuk menotok darah musuh. Mereka hanya aku lumpuhkan. Mau coba?"
Kari menghunus pedangnya ke arah Noam yang berjingkat menjauh.
"Hey, sudah becandanya, kita harus segera bergerak menuju sungai, jangan sampai teoriku gagal," kata Niel yang berambisi menelusuri sungai untuk menemukan jejak Agen X. Dia sudah merasakan kompetisi ketika mereka mulai terbagi dua kelompok.
Tak lama Kari menghentikan kelompok mereka. Tubuhnya menegang tapi matanya terpejam. Semua mengikuti gerakan yang sama.
"Nika menemukan sesuatu," bisik Kari. Dalam bayangan telepati mereka, semua bisa melihat Nika memegang sobekan kain berwarna hijau tua. "Teorimu gagal, Niel."
"Tidak mungkin," sergah Niel.Â
Nika lalu memanggil semua kawanan untuk bergabung. Niel bersikeras masih ingin menyusuri sungai. Pikirnya, petunjuk sobekan tadi mungkin saja salah.
Dari bisikan telepatinya, Nika membiarkan Niel memuaskan rasa penasarannya. Mereka sepakat untuk berkumpul di Pos Pertama tempat mereka akan mendirikan tenda. Dia memberi waktu dua jam dari sekarang.
"Kita lari  menyusuri sungai ini dan memicingkan mata untuk menemukan yang tidak biasa," kata Niel kepada Kari dan Noam. Dia sudah bersiap dengan kuda-kuda untuk lari sprint.
"Aku sudah menemukan yang tidak biasa, ini musim hujan tapi kenapa air sedikit?" tanya Noam heran.Â
"Di atas pasti ada bendungan," jawab Kari kalem. Dia tidak terlalu terpengaruh dengan kompetisi yang dirasakan Niel. jadi dia menuruti saja apa maunya Niel. Yang dia yakini, mereka bertiga tidak boleh berpisah.
"Bukan petunjuk itu yang aku minta," Niel terdengar kesal. Noam dan Kari tertawa.Â
Tiba-tiba Kari melihat sesuatu yang berkilat di dekat pohon kayu putih di pinggir sungai. Dia meminta teman-temannya untuk berhenti berlari, lalu dia memeriksa kilatan yang tidak biasa itu.
"Selongsong peluru," sahut Kari. Dia lalu memfokuskan pikirannya untuk mengirim pesan ke semua kawanan.
Noam menyatakan selongsong itu masih terlihat baru karena masih berkilat bersih dan belum kotor kena debu dan tanah atau lumpur, padahal sehari sebelumnya ada kabar di gunung itu hujan deras.
Bertiga mendengar perdebatan Ken dan Nash tentang penemuan mereka masing-masing di setapak yang berbeda.
"Sobekan dibanding selongsong lebih masuk akal mana buat agen itu?" sahut Nika memotong diskusi mereka. "Ayo ke lokasi Kari."
Tak lama keenamnya bergabung di dekat pohon itu. Diam-diam Niel tersenyum menang karena teorinya tentang menyusur sungai membuahkan hasil.
"Pekerjaan kita baru mulai dari titik ini," ujar Nika. "Cari selongsong yang lain atau titik darah dan lainnya. Sobekan kain bukanlah ciri Agen X."
Hari mulai gelap ketika Nash yang penciumannya paling tajam di antara mereka membaui amisnya darah. Mereka sudah mencapai danau tempat bermuaranya air sungai.
"Darah manusia," desis Nash.
[Bersambung]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H