Mohon tunggu...
R.A. Vita Astuti
R.A. Vita Astuti Mohon Tunggu... Dosen - IG @v4vita | @ravita.nat | @svasti.lakshmi

Edukator dan penulis #uajy

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cinta | Karena Teman

6 April 2020   11:54 Diperbarui: 6 April 2020   12:03 103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: blogscdnmedelcom

Aku baru mencari program tivi favoritku ketika ibuku memanggil.

"Nes, dicari Ditos nih!"

Ditos teman nge-danceku rumahnya dekat, di RT sebelah. Kami di rumah punya club dance, sering buat pentas-pentas acara kampung ataupun ikut lomba di tingkat kota. Dia tingginya 165 cm lebih, jadi tidak pernah menjadi partnerku kalau harus berpasangan, aku 155 cm kurang. Kalau main ke rumah sendirian biasanya mau ngomongin gerakan dance atau ada lomba dan harus milih dancer. Satu club kami ada sekitar 20 orang dan kalau lomba tidak boleh lebih dari 6 orang, jadi harus diseleksi. Kami berdua termasuk pendiri jadi kami yang bertugas untuk screening dancer. 

"Baru ngapain, Nes?" Ditos langsung masuk ke rumah. Namanya memang asli D-I-T-O-S, dan sering kupanggil Citos, pengin kumakan.

"Baru mau liat balapan motoGP nih, udah mulai dari tadi. Baru ingat," jawabku. "Ada apa, Dit?"

"Ga papa, mau ikut nonton aja."

Ditos ikut menonton tivi sampai balapan selesai. Ada aku, ayah dan saudaraku yang juga suka menonton acara ini. Dia juga ikut hilir mudik mengambil snack dan minum untuk memeriahkan lap-lap yang ada. MotoGP selesai, Ditos pamit pulang. Tanpa menyinggung tujuannya ke rumahku.

"Pulang bener, nih, Dit?" kataku penasaran. Kuantar dia sampai di depan pagar rumah.

"Iya, ada yang mau kuomongin sih, tapi bisa kapan-kapan, ga harus sekarang."

"Sekarang aja ga papa, kamu malah bikin aku penasaran."

"Besok aja aku main lagi. Sekarang sudah malam," katanya sambil tersenyum dan ngeloyor pergi.

---

Sampai beberapa minggu kemudian Ditos tetap tidak ke rumah. Aku juga sudah tidak ingat kejadian itu. Hingga ketika salah satu teman anggota club menanyaiku ketika kami latihan rutin.

"Kamu kok biasa aja sama Ditos?"

"Loh, emangnya kenapa?"

"Dia sudah menemuimu?"

"Sudah, tapi ga ngomong apa-apa tuh. Katanya mau datang lagi kapan-kapan, entah kapan."

"Yaaah, berarti ga jadi."

"Apaan sih ini? Apa yang ga jadi yang aku ga tahu apa-apa sampai malah ga jadi?" aku bingung sendiri dengan kalimatku, gemes banget nih.

"Ditos cerita, dia mau nembak kamu. Kalau ga jadi berarti dia sudah memutuskan untuk mengalah."

Aku masih shocked dengan kalimat pertama tapi harus kugali info ini lebih dalam sebelum anak ini lenyap dari peredaran.

"Kenapa mengalah? Mengalah sama siapa?"

"Sama Gustav. Gustav yang duluan bilang ke kami kalau dia suka sama kamu, baru sesudah itu Ditos tapi cuma ke aku bilangnya."

"Lah, aku ga ada apa-apa sama Gustav sampai sekarang."

"Entahlah," kata temanku yang sangat informatif ini.

Aku tidak punya perasaan apapun dengan keduanya. Ditos cakep sih, lucu dan pinter ngedance. Banyak juga teman cewek yang suka ndeketin dia, hanya saja seperti ada aturan tak tertulis, di club tidak ada yang pacaran. Gustav juga lumayan tapi jauh lebih tua dari aku hanya dia tidak istimewa, biasa saja, tapi dia anak baik.

Hari itu berlalu membiarkanku merenung: haruskah aku merasa rugi atau merasa kosong?

+++

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun