Suatu hari semasa aku hidup aku menulis pada ayahku. "Apa mobil juga bisa terbang?" Ayahku menjawab "Tidak." Begitulah ayahku, tidak menyenangkan dengan sepatah katanya.Â
Jika itu Ibu yang kutanya, pasti ia akan menjawab banyak-banyak dan bercerita tentang dunia di luar sana. Favoritku adalah ketika ia menceritakan padaku tentang kotak-kotak yang bergerak di atas beberapa buah roda.
Lalu hari itu kugambar sebuah kotak dan roda-roda sebagaimana ingatanku ketika ibu mengajariku menggambar sebuah mobil. Lalu kotak beroda itu kutulisi "Mobil terbang".Â
Kugambar juga diriku duduk di sebuah kotak di atas roda lainnya. Itu gambar kursi roda yang selalu digambar ibuku untukku. Kutaruh gambar diriku dan kursi rodaku itu di atas mobil. Gambar inilah, yang kuyakin, yang dimaksud oleh ayahku ketika membual pada bibi warung.
Lain hari, aku bertanya pada ayahku. "Apa ayahku harus bekerja seharian?". Ayahku menjawab, "Ya."Â
Aku sedih sekali. Sejak ibu pergi ke surga, aku kesepian sendiri. Aku selalu berimajinasi bisa ikut ayahku bekerja dan ikut kemanapun ia pergi. Sesekali aku juga membayangkan diriku yang bekerja.Â
Agar aku tidak membuat mereka bekerja terlalu keras. Lalu aku menulis pada ayahku, "Aku ingin ikut ayah bekerja," dan ayahku menjawab, "Tidak."
Ibuku pernah bilang, ayah dan saudaraku kerap tidak pulang karena harus bekerja. Mereka mengumpulkan uang untuk kami makan, dan suatu hari kelak, agar aku bisa pergi berobat. Tapi hingga aku mati, hari untukku pergi berobat tak pernah datang.
Dan sekarang aku sudah mati. Aku tak perlu lagi berobat. Karena setelah aku mati ternyata kudapati diriku bisa berjalan. Aku juga bisa menggerakkan tangan dan bibirku.Â
Aku mengeluarkan banyak kata walau tak dapat siapapun dengar. Kini aku juga bisa berjalan menemani ayahku yang tak dapat melihatku. Berjalan menuju tempatnya bekerja menjadi kuli. Atau ke warung nasi tempatnya kini bisa membeli daging yang sudah hampir basi.Â
Kutemani ia berjalan di sampingnya ke manapun ia pergi. Kunikmati hari-hariku mendengar bualannya yang semakin menjadi. Menemaninya banyak-banyak di rumah karena ia sudah tak punya alasan lagi untuk banyak bekerja.Â