Mohon tunggu...
Dwi Puspita Ningrum
Dwi Puspita Ningrum Mohon Tunggu... Lainnya - IG : @Alunauwie | www.alunauwie.com

Penulis artikel dengan tema Movie, Literature, dan Travel.

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Review Film "Zinnia Flower", Meresapi Makna Duka dan Kehilangan yang Sesungguhnya

13 Desember 2021   10:08 Diperbarui: 13 Desember 2021   10:17 271
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Zinnia Flower | 2015 | 1h 37m

Genre : Drama | Negara: Taiwan |

Pemeran: Karena Kar-Yan Lam, Ching-Hang Shih, Bryan Shu-Hao Chang, dll

IMDB : 6.9/10


Kehilangan seseorang yang kita sayangi di waktu dan kondisi yang tidak terduga akan memberikan duka dan luka yang mendalam. Butuh waktu dan kesabaran untuk dapat melepaskan dan menerima kenyataan bahwa orang yang kita sayangi telah meninggalkan dunia ini. 

Dengan segala kenangan yang melekat pada memori dan semua rencana yang telah dirancang bersama, akan membuat proses pelepasan tersebut menjadi sulit. Dalam kepercayaan Tionghoa/Chinese, setelah proses pemakaman jenasah selesai dilakukan, akan dilakukan upacara – upacara peringatan. Upacara tersebut dilaksanakan 3 hari, malam 7 hari, 49 hari, 3 bulan, 100 hari, 1 tahun, hingga 3 tahun. 

Pada hari ke-7 dipercaya bahwa arwah tersebut akan kembali menengok keluarganya. Serta pada hari ke-100, bagi yang ditinggalkan menjadi hari akhir mereka diperbolehkan untuk menangis. 

Proses inilah yang digambarkan pada tokoh dalam film Zinnia Flower ini. Proses dimana para tokohnya mencoba menerima dan berdamai atas kehilangan yang dirasakan.

Kecelakaan besar terjadi di Taipei dan memakan banyak korban. Salah satunya adalah Travel agent Zhang Yuwei (Shi Jinhang) kehilangan istrinya Chen Xiaowen (Ke Jiayan), seorang guru piano yang sedang hamil besar, dan Lin Xinmin (Lin Jiaxin) kehilangan tunangannya Li Renyou (Ma Zhixiang), seorang koki dan pernikahan mereka sudah di depan mata. 

Saat itu Zhang Yuwei dan Lin Xinmin juga berada di dalam kecelakaan tersebut. Melihat seorang yang disayanginya pergi di depan mata, memberikan luka yang amat dalam.

Zhang Yuwei saat itu sedang berpergian bersama dengan istrinya dan menjadi salah satu korban dalam kecelakaan tersebut. Dirinya harus dihadapkan dalam pilihan apakah harus menyelamatkan istrinya atau anak dalam kandungan istrinya. Wei memilih untuk menyelamatkan istrinya. 

Namun, takdir berkata lain, tak ada satupun dari keduanya yang dapat diselamatkan. Dengan kemarahannya Yuwei mendatangi kantor polisi untuk menyampaikan laporan tentang supir truk yang menjadi penyebab kecelakaan tersebut terjadi. Informasi tidak terduga didengarnya yaitu supir truk tersebut telah meninggal. 

Dirinya pun berusaha mencari kontak dari keluarga supir tersebut dan menghubunginya untuk menyampaikan kemarahannya.

Sepulangnya dari kantor polisi, Wei disambut oleh keluarga istrinya yang telah berkumpul di rumahnya. Mereka berkumpul untuk memutuskan metode pemakaman yang akan digunakan istrinya. 

Perdebatan timbul karena istrinya beragama Kristen, sedangkan keluarganya ingin dimakamkan dengan agama buddha. 

Wei hanya dapat terdiam, karena perasaannya yang masih campur aduk. Hingga dirinya meluapkan kemarahannya saat keponakannya memainkan piano milik istrinya.

Lin Xinmin kehilangan kekasihnya dalam kecelakaan tersebut. Keluarga kekasihnya sejak awal tidak terlalu merestui mereka. Sehingga Min sama sekali tidak diperkenankan untuk melihat kekasihnya untuk terakhir kalinya. Min mencoba untuk mememdam kesedihannya demi menghormati keluarga kekasihnya. 

Sesampainya Min ke rumah bersama dengan adiknya, semua kenangan dirinya dan kekasihnya seketika kembali ke ingatan. Undangan pernikahan yang telah dibuat dibiarkan saja di atas meja. Adiknya membantu menghiburnya dengan membantu pekerjaan di rumahnya, mencoba untuk mengajaknya berbincang. Hingga keluarga kekasihnya muncul di depan pintu untuk mengambil barang – barang kekasihnya.

Upacara 7 hari pertama adalah ketika roh mencapai pintu pertama dari 7 pintu dan belum ingin meninggalkan dunia, mereka masih mencoba untuk melihat kembali kehidupannya.

 Wei dan Min bertemu pertama kali di kuil ketika mereka akan melakukan doa bersama dalam upacara 7 hari pertama setelah kematian. Kesulitan dirasakan keduanya karena belum terbiasanya membaca doa – doa yang berada di buku di hadapan mereka.

Pada malam ke tujuh itu, Wei yang merasakan kesedihan dan kesepian setiap melihat barang – barang di rumahnya memilih untuk keluar sejenak mencari udara. 

Dikeluarkannya nomor dari supir truk yang di dapatnya di kantor polisi. Dengan perasaan amarah yang dipendamnya, dirinya pun menelpon keluarga dari supir tersebut. Namun, yang didengarnya hanyalah penjawab otomatis. Tidak berapa lama, seseorang mengangkat telpon tersebut, terasa kesedihan yang sama dari keluarga supir truk tersebut dimana mereka juga merasakan kehilangan. 

Wei hanya bisa terdiam dan menangis. Sedangkan Min, menolak untuk ditemani oleh adiknya malam itu. Dirinya lebih memilih untuk sendiri di rumahnya dan membereskan barang – barang mereka. 

Min menebarkan tepung putih di pintu rumahnya, yang dipercaya keesokan paginya akan ada jejak kaki seandainya roh kekasihnya kembali pulang.

Upacara 7 hari yang kelima (hari ke-35), roh telah mencapai gerbang kelima dan untuk menghindari kesepian mereka akan berbaring bersama yang hidup. Min mendatangi ayahnya yang berada di rumah sakit, untuk menyampaikan kabar mengenai kecelakaan yang dialaminya dan kepergian kekasihnya. 

Namun, ayahnya yang sedang dalam keadaan sakit tidak dapat memberikan respon atas hal yang diutarakan Min. Sedangkan Wei melakukan doa bersama dengan teman – teman istrinya. Namun, doa bersama tersebut tidak berjalan dengan baik malah menambahkan luka di hati Wei.

Upacara 7 hari yang ketujuh (hari ke-49), roh telah meninggalkan dunia kehidupan. Takdir mempertemukan kembali Min dan Wei di kuil, mereka akhirnya pertama kali berinteraksi satu sama lain. 

Wei membelikan Min minuman di perjalanan menuju kuil. Sepulang dari berdoa mereka melakukan percakapan mengenai siapa orang yang mereka doakan. 

Mereka berjalan bersama dengan duka yang masih tersimpan di hatinya masing – masing. Min mengatakan sesuatu kepada Wei yang membuat dirinya merubah pandangannya.

“They say, the ritual are to help the departed pass to the next world.
But it’s more like remanding us, they are really gone.
Giving us to let go.”

Bagaimana perjalanan mereka untuk bisa berkompromi dengan rasa dukanya masing – masing hingga hari ke-100 dimana tidak boleh lagi ada air mata yang dikeluarkan?

Meresapi makna dan duka kehilangan sesungguhnya

Film ini terinspirasi dari pengalaman pribadi dari Tom Lin, direktur film tersebut, yang kehilangan istrinya Huang Ruoxun pada tahun 2012 dikarenakan sakit. 

Setiap orang memiliki cara berdukanya masing – masing, karena kompleksitas dari perasaan manusia. Film ini menurut saya berhasil untuk menyajikan perasaan duka tersebut dengan baik. 

Membuat para penonton turut merasakan perasaan dari para pemerannya. Dari sekian banyak bentuk duka, digambarkanlah dua bentuk perasaan melalui para pemain utama tersebut.

Wei digambarkan sebagai seseorang yang belum bisa menerima kepergian istrinya. Dirinya diselimuti dengan kemarahan, terlebih lagi ketika mengetahui bahwa pengendara yang menyebabkan kecelakaan itu juga meninggal. Sehingga dirinya tidak memiliki seseorang yang dapat menjadi pelampiasannya, tidak ada yang dapat disalahkan dan terlebih keluarganya yang juga mempeributkan bagaimana bentuk pemakaman istrinya. 

Dirinya yang tengah berduka seakan tidak ada yang memperdulikannya. Wei juga terlihat lebih menghindari perasaan dukanya, dengan menyingkirkan semua benda yang dapat mengingatkannya pada istrinya termasuk piano istrinya. 

Dirinya juga menghindari untuk beraktifitas dan tenggelam dalam keterpurukannya. Wei mencari berbagai macam kegiatan untuk mengurangi rasa bersalahnya.

Sedangkan Lin digambarkan sebagai seseorang yang lebih tabah. Meski dirinya tidak dapat melihat jasad kekasihnya karena tidak mendapatkan izin dari keluarga kekasihnya. 

Lin terlihat lebih baik dalam menerima kepergian kekasihnya. Meskipun dirinya tidak dapat menunjukkan perasaan duka tersebut dan lebih memilih untuk mencoba berkompromi dengan perasaannya dengan menahan semuanya sendiri. 

Dalam kesendiriannya Lin mencoba untuk menerima, membiarkan semuanya seperti adanya. Semua kenangan dirinya dan kekasihnya dibiarkan mengalir begitu saja dalam ingatan. 

Membuat kehilangan itu terasa begitu menyedihkan. Hingga akhirnya dirinya mulai berdamai dengan perasaannya dan mencoba menerima semuanya.

Dari kedua bentuk duka tersebut, saya merasa bahwa Lin dalam hal ini lebih bisa menyentuh penonton untuk merasakan kesedihan yang dialaminya. Meski tidak banyak dialog yang ditunjukkan, tetapi melalui ekspresi, sikap, dan gesture yang ditunjukkan dapat secara perlahan membangun koneksi perasaan antara penonton dan film tersebut. 

Penonton secara tidak sadar akan merasakan setiap perasaan dari tokoh utama dari awal, klimaks, hingga anti klimaks saat tokoh utama sudah mulai melepaskan. Meskipun demikian, Wei juga berhasil menunjukkan dukanya dan menyentuh perasaan penonton dengan cara yang berbeda.

Jangan terkecoh dengan gambar cover dari film ini. Jika berharap antar tokoh utama terjalin suatu hubungan istimewa, kita tidak akan serta merta menemukan hal tersebut. 

Film ini menitikberatkan bagaimana masing – masing tokoh mengatasi duka mereka. Terdapat momen dimana keduanya bertemu di Kuil saat berdoa, tetapi interaksi di antara keduanya tidak lebih dari sekadar menyapa. Bahkan hingga akhir dari film ini pun diantara keduanya tidak terjalin suatu hubungan istimewa.

Film ini masuk dalam beberapa nominasi dibidang perfilman dan berhasil memenangkan beberapa penghargaan. Penghargaan tersebut antara lain, Best film pada CinemAsia Film Festival tahun 2016, Best Leading Actress pada Golden Horse Film Festival tahun 2015, Special recommendation of Catholic Humanism Spirit Special Award pada Tallinn Black Night Film Festival tahun 2015, dan Top Ten Film pada To Ten Chinese Film Festival tahun 2016. Meskipun terdapat beberapa adegan yang disesuaikan untuk dapat masuk ke dalam penayangan di China, hal itu tidak terlalu mengubah esensi dan jalan cerita dari film itu sendiri.

Rekomendasi diberikan kepada para cineas yang menyukai film bertema drama dengan sedikit dialog dan lebih kepada permainan perasaan. Mungkin bagi sebagian orang, film ini akan sedikit membosankan karena tidak banyaknya dialog dan adegan – adegan yang memacu adrenalin. 

Sehingga memang disarankan bagi para cineas yang mencintai film dengan tema yang sejenis. Selain itu dari film ini kita mendapatkan pelajaran dimana seberapa sedih kita dalam kehilangan, kita harus tetap memiliki batas waktu untuk kembali menjalani hari kita. 

Perbedaan pasti akan terasa, tetapi kita tidak boleh berlama – lama tenggelam dalam duka. Kehidupan bagi yang ditinggalkan akan terus berjalan dan tidak mungkin seseorang yang pergi itu bahagia saat melihat kita terus berduka.

===

My Rate : 8/10

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun