Pada malam ke tujuh itu, Wei yang merasakan kesedihan dan kesepian setiap melihat barang – barang di rumahnya memilih untuk keluar sejenak mencari udara.
Dikeluarkannya nomor dari supir truk yang di dapatnya di kantor polisi. Dengan perasaan amarah yang dipendamnya, dirinya pun menelpon keluarga dari supir tersebut. Namun, yang didengarnya hanyalah penjawab otomatis. Tidak berapa lama, seseorang mengangkat telpon tersebut, terasa kesedihan yang sama dari keluarga supir truk tersebut dimana mereka juga merasakan kehilangan.
Wei hanya bisa terdiam dan menangis. Sedangkan Min, menolak untuk ditemani oleh adiknya malam itu. Dirinya lebih memilih untuk sendiri di rumahnya dan membereskan barang – barang mereka.
Min menebarkan tepung putih di pintu rumahnya, yang dipercaya keesokan paginya akan ada jejak kaki seandainya roh kekasihnya kembali pulang.
Upacara 7 hari yang kelima (hari ke-35), roh telah mencapai gerbang kelima dan untuk menghindari kesepian mereka akan berbaring bersama yang hidup. Min mendatangi ayahnya yang berada di rumah sakit, untuk menyampaikan kabar mengenai kecelakaan yang dialaminya dan kepergian kekasihnya.
Namun, ayahnya yang sedang dalam keadaan sakit tidak dapat memberikan respon atas hal yang diutarakan Min. Sedangkan Wei melakukan doa bersama dengan teman – teman istrinya. Namun, doa bersama tersebut tidak berjalan dengan baik malah menambahkan luka di hati Wei.
Upacara 7 hari yang ketujuh (hari ke-49), roh telah meninggalkan dunia kehidupan. Takdir mempertemukan kembali Min dan Wei di kuil, mereka akhirnya pertama kali berinteraksi satu sama lain.
Wei membelikan Min minuman di perjalanan menuju kuil. Sepulang dari berdoa mereka melakukan percakapan mengenai siapa orang yang mereka doakan.
Mereka berjalan bersama dengan duka yang masih tersimpan di hatinya masing – masing. Min mengatakan sesuatu kepada Wei yang membuat dirinya merubah pandangannya.
“They say, the ritual are to help the departed pass to the next world.
But it’s more like remanding us, they are really gone.
Giving us to let go.”
Bagaimana perjalanan mereka untuk bisa berkompromi dengan rasa dukanya masing – masing hingga hari ke-100 dimana tidak boleh lagi ada air mata yang dikeluarkan?